Susu dan permen, keduanya sama-sama manis. Dan, karena kadar gulanya itu (meskipun jenis gulanya berbeda), kadang susu (biasanya formula) dan permen bisa bikin gigi bermasalah, kalo gag rajin gosok gigi tentunya. Tapi, biar begitu, yang namanya Shinfa, sukaaaa banget.
Apalagi sama permen.
Yang pertama soal susu. Soal harganya yang naik turun.Semalam aku, ditemani ayah sama Shinfa melakukan isra’ (perjalanan di waktu malam—red) belanja susu di Godean. Biasanya sih aku beli susu Shinfa di C4 yang menurut hasil survey terakhirku harganya lumayan murah dibanding yang lain. Cuma pas minggu2 yang lalu ayah ke C4 buat beli susu Shinfa karena kehabisan, harganya kok malah jadi lebih mahal ya…
Yo wis, aku gak lagi belanja susu di sana karena ternyata di swalayan yang lebih dekat sama rumah justru lebih murah regane.
Ngomong-ngomong soal harga susu, di Godean juga ternyata macam-macam. Kebetulan di kota kecamatan yang rame oleh penjual kripik belut itu kan ada enam swalayan. Aku sih nggak survey keenam-enamnya. Cuma tiga swalayan, secara tiga yang lainnya sudah pernah aku selidiki beberapa waktu yang lalu.
*rajin banget yak! Hehe biasalah, hobi terpendam, jadi asyik ajah!*
Jadi, kalau kemudian ada istilah harga susu itu turun naik, aku setuju banget. Lha gimana enggak. Swalayan tempat aku langganan beli susu Shinfa kalo pas kehabisan, yang menurutku paling murah, ternyata hasil survey semalam justru berubah, memasang harga yang paling mahal.
Untungnya aku survey dulu. Coba kalo enggak. Tiwas borong akeh buat sebulan, tibakno tonggo swalayan jejer persis, luwih murah 1200. Dikalikan 5 dus kan sudah bisa beli bensin sakliter hehe.
Oleh karena itu pesen aku sih, survey harga sebelum membeli. Alah!
Yang kedua soal permen. Biang manis yang disukai banget sama Shinfa.Sejarah Shinfa seneng sama permen itu gara-garanya dikasih sama bulek Teti. Ditambah, tiap kasir swalayan berlomba-lomba memasang ornamen permen yang macam-macam. Akhirnya jadi keterusan.
Malah kalo nangis, begitu diiming2i permen, langsung deh… diam dan senyum2.
Sebenarnya Shinfa tergolong anak yang manis. Tiap ngantri di kasir, paling dia cuma bisik-bisik: “Bu, itu…”
“Itu apa…”
“Itu, Bu…,” matanya melirik ke permen lollipop.
“Jangan ya, nanti giginya gatoten.”
Shinfa cuma diam, dengan muka memelas, berbisik lagi: “Bu…” Gag pakai acara nangis njempling-njempling. Jurus yang justru membuat aku merasa kasihan.
“Tapi nanti gosok gigi ya?”
“Ya.”
Besok-besoknya kalo Shinfa aku kasih izin beli permen, Shinfa ngoceh sendiri, “Nanti gosok didi ya… ya…” Cuma ya, tetep. Harus aku batasi, secara kandungan dalam permen tuh kan aneh2.
Mana manisnya sakarin lagi…
Dan, semalam, seperti biasa Shinfa nunjuk ke lollipop. Aku ambilin satu. *kadang dia minta dua lho, dengan alasan: “Yang satu belum…,” sambil nyodorin tangan kirinya hehe!* Habis itu kita keluar menuju parkiran. Tapi tiba-tiba Shinfa bilang:
“Bu tumbas pelmen kado…”
“Permen kado apa to…”
“Itu…”
Karena sudah kadung di parkiran, aku minta ayah yang nganterin Shinfa untuk masuk swalayan lagi. Eh, pas balik lagi, dia sudah menggenggap tiga permen kadonya. Berbentuk kotak bujur sangkar kayak Sugus jaman dulu, tapi gak ada kucirannya. Aku ngakak.
Secara aku gag paham sebelumnya mana itu permen kado.
“Kayak kado…,” jelas Shinfa.
Hehe. Pinter juga kamu Nduk, mengasosiasikan permen kotak seperti kado. Kok bisa sih. Atau jangan-jangan beberapa nama permen yang kemarin, juga hasil asosiasi Shinfa. Jadi, ada namanya: permen payung: coklat berbentuk payung karena ada gagangnya; permen sate: jelly kering ada gula pasirnya, ditusuk kayak sate…
Jadi endingnya, meminjam melodi Joshua:
“Permen ada banyak, ada permen kado, ada permen payung, ada permen sate… Diobok-obok permennya diobok-obok…* Hehe.