26 June, 2007

21 comments 6/26/2007 04:23:00 PM

Gawangan Asoy... Ala Shinfa

Posted by isma - Filed under








Betapa kretifnya anak-anak…
Apa pun bisa menjadi sesuatu, merunut imajinasinya
Cuma sering kali orang dewasa, tanpa sadar
Membuat kreativitas itu terpasung…

Ini hanya satu segmen kecil
Yang sempat aku rekam dari
Aksi puteri kecilku, Shinfa Labieq
Menjadikan alat bantu jalan punya Uti
Yang tak lagi dipakai
Sebagai sesuatu yang mengasyikkan…

Ono-ono wae to, Nduk… awakmu ki!
Continue reading...

25 June, 2007

12 comments 6/25/2007 12:52:00 PM

Yuhui... Kopdar...Kopdar!

Posted by isma - Filed under


Yuhui… kopdar…kopdar!
Wiken kemarin ceritanya kopdar beruntun. Hari Jumat pagi, tanpa Shinfa, aku temu kangen sama Nihayah, Yunes, dan Bunda Azka di Taman Pintar, yang sekarang jauuuh lebih ramai dan banyak mainannya. Pas deh untuk kopdar, palagi bawa anak-anak. Murah meriah!

Terus, berlanjut dengan kopdar yang hari Sabtu diikuti oleh 4 ibu-ibu: Isma, Astri, Unai, Wiedy; 3 perawan ting-ting: Ndah, Hilda, Isna; 3 anak balita: Shinfa, Vali, Arya, ples 1 perjaka tong-tong: Adi. Bertempat di PH Malioboro Mall, pukul 14.00. Ternyata ketemuan banyak orang lebih ramai ya hehe… Apalagi pakai acara bagi2 doorprize (alah!).

Bunda Azka special bawain puding tahu yang maknyuuus uenaknya! Shinfa dapet stelan kaos lengan panjang dari Nte Ndah, sama boneka manis dari Nte Hilda… Makasih ya semuanya! Ummmuah!

Dan, oleh karena ramai n gayeng, kita pada sepakat nih untuk bikin arisan bulanan hehe… dasar ibu-ibu! Nah, soal teknis selanjutnya lagi digodok tuh sama Jeng ini. Ada yang mo ikutan? *ayuk MamaFirza, yang gatot datang coz beres2 rumah, arisan yuuuk* Monggo-monggo…


Diabsen ya, dari kiri ke kanan:
Bunda Azka, Hilda, Isna, Wiedy + Arya,
Unai, Isma + Shinfa, Ndah + Vali


Diabsen lagi ah! Dari kiri ke kanan:
Hilda, Bunda Azka, Isna, Wiedy + Arya,
Unai, Isma + Shinfa, Ndah + Vali


Shinfa sok imut banget ya!
Satu mobil sama Vali, di fun world abis kopdar...
Giliran Vali malah lirik2 yang lain coba. Hehe!


"Vali, pamel didi dulu dong..."
"Tau ah! Aku binun ki, iki dolanan opo to!"
hehe... pisss vali!


Makasih semuanya...
CU di arisan besok yaw!
Continue reading...

20 June, 2007

23 comments 6/20/2007 07:56:00 PM

Ngobrol soal MATABACA Juni

Posted by isma - Filed under


Mumpung hari di bulan Juni belum habis, masih ada waktu untuk ngobrol soal MATABACA bulan Juni. Again n again, majalah perbukuan ini juga aku dapat secara cuma-cuma alias majjanan, 2 ex malah. Satu dari Mas Sulistyawan, setelah wawancara. Satunya lagi dari Eltira Jogja’s Spirit 102.1 FM, setelah mendadak on air. Yah, kayaknya bulan Juni mang bulan berkah deh buat aku, dapat gratisan melulu… alhamdulillah hehe.


MATABACA Juni ngupas soal “Sastra Islami, Oh Indahnya”. Katanya sih karena boming Ayat-Ayat Cinta… Bagi yang suka novel bernuansa Islam, judul itu tidak asing lagi dong. *Nihayah saja sampai mau baca coba… di tengah kesibukannya berjuang melawan tugas dari dosen2 impornya… kalau tidak karena penasaran, saking bomingnya mungkin hehe*. Lalu kemudian ini dipandang sebagai fenomena untuk “sastra islami”.


Sebenarnya aku kurang begitu sreg dengan istilah sastra islami. Soalnya, termaknakan sebatas label, kemasan, dan berbau-bau Islam. Lebih enakan Sastra Islam deh kedengarannya daripada Sastra Islami. *piiiissss men! Ini menurutku…* Cuma, lagi-lagi, perdebatan selanjutnya adalah soal pemaknaan istilah dan definisi. Dan aku, temasuk orang yang paling nggak mau terjebak sama perdebatan itu.


Kalaupun kemudian Matapena yang menerbitkan novel pop pesantren didaulat untuk jadi salah satu responden, mungkin karena pesantren identik dengan Islam *ya iyalah! Mana ada pesantren yang nggak Islam hehe*. Lalu, novel pop pesantren dikelompokkan dalam “sastra islami”. Ini menurut kacamata MATABACA. Dan, lalu memuatnya dalam laporan wawancara berjudul: "Novel Pesantren: Cukup Variatif", halaman 14-15.


Cuma, pada prinsipnya, kata si redaktur Matapena, “Kami tidak familiar dengan label sastra islami. Kami lebih memilih untuk menyebut karya kami dengan novel pop pesantren. Novel karena berbentuk novel, pop karena dikemas dengan kemasan dan bahasa yang populer/dikenal, pesantren karena memang bercerita tentang kehidupan pesantren.” Jadi, masih menurutnya, tanpa label “islami”-pun, novel pop pesantren sudah jelas Islam. *owkeh deh, Mbaaak!*


Ohya, aku tertarik sama pernyataan Dian Guci, seorang penulis yang kebetulan juga berkomentar tentang “sastra islami” dalam MATABACA. Katanya, “Sastra Islami itu sebetulnya nggak perlu mengusung ayat-ayat segala macam. Tidak perlu menyebutkan identitas Islam sebetulnya. Tidak perlu menerjemahkan suatu ayat Al-Qur’an, tapi merupakan nilai universal yang dikandung dalam agama Islam. Sebenarnya saya capek dengan label sastra islami ini. Kalau kita lihat karya Steinback yang berjudul The Grapes of Wrath, bercerita mengenai kemiskinan yang bisa mengkafirkan orang. Belum lagi karya Hamka dan Harimau-Harimau Mochtar Lubis. Menurut saya, karya-karya mereka merupakan sastra yang mengandung nilai Islam. Kebanyakan karya islami yang ada sekarang hanya mengobarkan cuap-cuap doang alias hanya bisa menyebut bahwa saya orang Islam dan harus berdakwah.”


Nah, ini kan pendapat. Dan, setiap orang berhak punya pendapat. Bukankah perbedaan adalah rahmat? *bijak banget kan dirikuuuh hehe…*


By the way, busway…
Aku mo membahas soal covernya juga, gambar Zaskia Adya Mecca. *salah satu perubahan yang aku amati di MATABACA… awal2 terbit kan pakai cover lukisan… dan ekslusif deh!* Tapi, bukan pembahasan semacam infotainment soal profil Zaskia lho… atau topik yang diceritakan sama si cantik itu. Melainkan… taraaaa…

by Pakih Skin Care and Beauty Center

Jadi… kalian percaya nggak kalau gambar di cover berikut adalah mbokne sh*n*a kekekkek! *pletak…kabuuuur*

Continue reading...

15 June, 2007

18 comments 6/15/2007 04:55:00 PM

Oleh-Oleh Sepatu Sandal

Posted by isma - Filed under


Jumat yang cerah. Secerah mataku, semua sudah selesai diatasi, lancar, dan bisa ngeblog lagi. Alhamdulillah. Seminggu ternyata cukup melelahkan, untuk menunggu bisa menulis lagi di halaman maya ini. Rasa-rasanya menulis itu sudah menjadi kebutuhan deh hehe… gayane!

Tapi, intinya aku sudah tidak sabar mau menulis tentang perjalanan sandal baruku. Spesial oleh-oleh dari calon besan (alah!) Mama Mirza alias Nico yang lagi pulkam ke Banyuwangi sana. Selain karena tahaddust binni’mah, ples idkhalussurur sama dianya. *Matur nuwuuuun…*

Awalnya sempat surprise juga pas Nico bilang oleh-olehnya biar dibawa Zaki sekalian.
“Oww! Jadi dibawain to?” Kebetulan ada training jurnalistik di tempatnya, kerja sama dengan Matapena. Dan, Zaki yang orang Jogja itu, adalah salah satu fasilitatornya. Wuih! Rasane wis ora iso turu… alah! Menunggu kedatangan Zaki. Tiap telpon or sms memantau jalannya kegiatan, pasti deh ada buntut: jangan lupa sepatu sandalku.

Tapi, kenyataan bercerita lain. Pagi hari, pas aku nelpon Zaki yang sudah sampai Jogja, aku dapat kabar buruk dari penulis Santri Baru Gede ini:
“Sepatunya ketinggalan. Kalau nggak salah di Jember.”
“What!” hatiku langsung hancur berkeping-keping… “Kok bisa sih, Zak?”
“Takkira sih sudah ada di tas.”
“Jember itu tempat siapa?”
“Tempat masku.”
“Kamu sudah cek belum ke masmu?”
“Masku masih di kantor jam segini.”
Aku sudah ilfil banget pokoknya. “Ya udah, minta tolong dikirim ke Jogja ya…”

Yah, harus menunggu deh akhirnya. Itu juga kalau kirimannya tidak nyasar ke alamat yang salah. Bener-bener aku sudah berusaha untuk tidak mengharap, dan sumeleh. Kalau memang jodoh ya akan sampai di tempatku. Kalau tidak, ya memang nggak jodoh. Meskipun, dalam hati kecilku aku berharap-harap cemas, Zaki cuma guyon dan ngerjain aku apa beneran ya. Ih, sebel deh! *kebales deh aku yang suka ngerjain orang hehe…*
Eh, tapi pas aku mau makan siang, makjegagik ada Kang Ipeng, Spv. kantor perwakilan Malang. “Hei, di mobil ada sepatu sandal tuh. Punya siapa ya?”
What! Aku langsung njumbul. “Mana-mana, Kang?” secara Zaki ke tempat Nico kan diantar sama Kang Ipeng. Jadi, bener ya sandalnya ketinggalan. Dasar Zaki!
“Dibungkus koran… Sik, bentar.”

Wah kalau dibungkus koran sih, jelas bingkisan dong… Hihihi aku langsung sumringah. Rasane kayak dikipasi para dayang pakai kipas raksasa. Isis. Dan, pas bungkusan itu berhasil aku buka… Alhamdulillah. Ternyata aku mang berjodoh sama oleh2nya Nico. Langsung aku coba, dan aku pakai hari itu juga. Sementara Zaki, aku kirim sms gini: Zaki, aku sudah punya sepatu sandal baru. Yang ketinggalan di Jember buat kamu aja ya. Gak papa kok. Muat kan? Hehe. Dan sore harinya aku dapat SMS balasan: Awas lu! *Pisssss men!*

Sekarang, monggo dipun pirsani lenggak-lenggok di bawah ini...




Continue reading...

08 June, 2007

14 comments 6/08/2007 03:37:00 PM

VIRUS "M"

Posted by isma - Filed under


Aku nggak tahu pasti apa itu virus “M”, sebab-sebab terjangkit, masa inkubasi, atau gimana terapinya… Aku cuma tahu definisinya saja, itu pun cuma baca-baca, katanya M-nya itu MALAS. Betulll gak ya??

Tapi, bisa jadi di negara bagian lain, M-nya diartikan MALU, MALARINDU, MARAH, MIGRAIN, MUDIK, MUTUNG, MERID, MENDEM, MENYIBUKKAN DIRI, MENGERJAKAN LEMBURAN, MENGEJAR SETORAN, MBANGUN OMAH…… hehe!

Kulo namung bade matur, kulo nyuwun pangapunten, dereng saget matur katah-katah malih, dumateng rencang-rencang, para bunda, para mama, para ibu, para denok-tole… absen rumiyin nggih. Istilahe BRB…

Mohon maaf lahir batin dulu ya atas sapaan yang kurang berkenan dan komentar yang tidak mengenakkan. Meminjam istilahnya Tukul, just for kidding n laugh, juga nyedulur dan biar tambah akrab. Percaya deh!

Pamit dulu ya... CU... I gonna miss u all! Suweeerrrr!

myspace

myspace

Continue reading...

06 June, 2007

16 comments 6/06/2007 04:50:00 PM

Ini Soal Susu dan Permen…

Posted by isma - Filed under


Susu dan permen, keduanya sama-sama manis. Dan, karena kadar gulanya itu (meskipun jenis gulanya berbeda), kadang susu (biasanya formula) dan permen bisa bikin gigi bermasalah, kalo gag rajin gosok gigi tentunya. Tapi, biar begitu, yang namanya Shinfa, sukaaaa banget. :PApalagi sama permen.

Yang pertama soal susu. Soal harganya yang naik turun.

Semalam aku, ditemani ayah sama Shinfa melakukan isra’ (perjalanan di waktu malam—red) belanja susu di Godean. Biasanya sih aku beli susu Shinfa di C4 yang menurut hasil survey terakhirku harganya lumayan murah dibanding yang lain. Cuma pas minggu2 yang lalu ayah ke C4 buat beli susu Shinfa karena kehabisan, harganya kok malah jadi lebih mahal ya… ;;) Yo wis, aku gak lagi belanja susu di sana karena ternyata di swalayan yang lebih dekat sama rumah justru lebih murah regane.
Ngomong-ngomong soal harga susu, di Godean juga ternyata macam-macam. Kebetulan di kota kecamatan yang rame oleh penjual kripik belut itu kan ada enam swalayan. Aku sih nggak survey keenam-enamnya. Cuma tiga swalayan, secara tiga yang lainnya sudah pernah aku selidiki beberapa waktu yang lalu. :> *rajin banget yak! Hehe biasalah, hobi terpendam, jadi asyik ajah!*
Jadi, kalau kemudian ada istilah harga susu itu turun naik, aku setuju banget. Lha gimana enggak. Swalayan tempat aku langganan beli susu Shinfa kalo pas kehabisan, yang menurutku paling murah, ternyata hasil survey semalam justru berubah, memasang harga yang paling mahal. :-O Untungnya aku survey dulu. Coba kalo enggak. Tiwas borong akeh buat sebulan, tibakno tonggo swalayan jejer persis, luwih murah 1200. Dikalikan 5 dus kan sudah bisa beli bensin sakliter hehe. :)>- Oleh karena itu pesen aku sih, survey harga sebelum membeli. Alah!

Yang kedua soal permen. Biang manis yang disukai banget sama Shinfa.

Sejarah Shinfa seneng sama permen itu gara-garanya dikasih sama bulek Teti. Ditambah, tiap kasir swalayan berlomba-lomba memasang ornamen permen yang macam-macam. Akhirnya jadi keterusan. =P~ Malah kalo nangis, begitu diiming2i permen, langsung deh… diam dan senyum2.
Sebenarnya Shinfa tergolong anak yang manis. Tiap ngantri di kasir, paling dia cuma bisik-bisik: “Bu, itu…”
“Itu apa…”
“Itu, Bu…,” matanya melirik ke permen lollipop.
“Jangan ya, nanti giginya gatoten.”
Shinfa cuma diam, dengan muka memelas, berbisik lagi: “Bu…” Gag pakai acara nangis njempling-njempling. Jurus yang justru membuat aku merasa kasihan.
“Tapi nanti gosok gigi ya?”
“Ya.” ;)
Besok-besoknya kalo Shinfa aku kasih izin beli permen, Shinfa ngoceh sendiri, “Nanti gosok didi ya… ya…” Cuma ya, tetep. Harus aku batasi, secara kandungan dalam permen tuh kan aneh2. :-w Mana manisnya sakarin lagi…
Dan, semalam, seperti biasa Shinfa nunjuk ke lollipop. Aku ambilin satu. *kadang dia minta dua lho, dengan alasan: “Yang satu belum…,” sambil nyodorin tangan kirinya hehe!* Habis itu kita keluar menuju parkiran. Tapi tiba-tiba Shinfa bilang:
“Bu tumbas pelmen kado…”
“Permen kado apa to…”
“Itu…” :-/
Karena sudah kadung di parkiran, aku minta ayah yang nganterin Shinfa untuk masuk swalayan lagi. Eh, pas balik lagi, dia sudah menggenggap tiga permen kadonya. Berbentuk kotak bujur sangkar kayak Sugus jaman dulu, tapi gak ada kucirannya. Aku ngakak. =)) Secara aku gag paham sebelumnya mana itu permen kado.
“Kayak kado…,” jelas Shinfa.
Hehe. Pinter juga kamu Nduk, mengasosiasikan permen kotak seperti kado. Kok bisa sih. Atau jangan-jangan beberapa nama permen yang kemarin, juga hasil asosiasi Shinfa. Jadi, ada namanya: permen payung: coklat berbentuk payung karena ada gagangnya; permen sate: jelly kering ada gula pasirnya, ditusuk kayak sate…
Jadi endingnya, meminjam melodi Joshua: :- “Permen ada banyak, ada permen kado, ada permen payung, ada permen sate… Diobok-obok permennya diobok-obok…* Hehe.
Continue reading...

04 June, 2007

18 comments 6/04/2007 09:17:00 AM

Nasib Ayunan Shinfa

Posted by isma - Filed under



Long wiken aku cs gak ke mana-mana. Kecuali jadwal rutin tiap Sabtu mengantar Shinfa ke SALAM. Laporan terakhir, Shinfa sudah mau duduk sendiri menempel ke meja kecil yang ditata di tengah ruangan. Sudah mau angkat dan goyang-goyang tangan, juga sudah mau ikut lomba lari bolak-balik menata kaleng… hehe senengnya akuh!
Sementara akunya, dapat model-model baru masakan sayur, menu “snack time” yang disuguhkan SALAM, yang ternyata didoyani sama Shinfa. Senengnya lagi, pas aku coba bikin di rumah, hoho Shinfa juga doyan. Bahan dasarnya adalah jagung manis, bisa dikombinasi sama bayam, wortel, sawi, atau kocokan telor. Bumbunya cuma bawang, garam, sama gula. Tanpa penyedap! Tapi, berhubung aku pemasak pemula, cerita-cerita soal resep masakannya segitu aja ya hehe.

Aku mo cerita soal pengecoran halaman rumah Ato-Uti… yang berhasil menggusur ayunan ban mobil punya Shinfa… sedih deh!


Jadi, sebelum minggu kemarin, halaman rumah Ato-Uti masih berupa tanah berpasir. Kalo panas membuat debu-debunya beterbangan, kalo hujan menyisakan aroma khas tanah basah. Dipinggiri oleh semacam aliran air sawah yang disebut dengan kalen. Nah, di sebelah selatan halaman ada pohon rambutan, yang ukurannya tidak kecil juga tidak besar. Tapi, cukup kuat untuk menahan sebilah bambu tempat ayunan Shinfa menggantung, yang dipasang memanjang dan diikatkan pada batang bambu lain yang ditancapkan sejajar dengan si pohon rambutan. *Eit, tunggu! Silakan membayangkan hehe!*
Ayunan Shinfa terbuat dari ban mobil. Dibikin sendiri oleh ayah setelah melihat ayunan serupa punya Naja, tetangga Shinfa. Kayaknya asyik banget, selain bisa dipake buat nyuapin daripada jalan-jalan. Apalagi kalo pas main tempat Naja, sukanya pada rebutan. Ada Shinfa, Naja, Fahma, sama Aurel. Padahal yang namanya anak kecil, susaaah banget diminta untuk gantian. Akhirnya yang punya ayunan, ya dia yang berkuasa. Tuh kan jadi kasihan deh sama Shinfa.

Dan, semenjak punya ayunan sendiri, Shinfa suka digoyang-goyang duduk di atasnya dengan dikasih alas bantal, biar gag terlalu dalam *kan cekung*. Kalo pas rewel, ayunan bisa juga aku pakai buat mengalihkan perhatiannya atau buat meninabobokan Tapi, ternyata eh ternyata gag cuma Shinfa lho yang seneng sama tuh ayunan. Para manuda *manusia usia dewasa* juga gag mau ketinggalan.
Ya bulek, mbak-mbak, pakde-bude, juga ayah. Malah pernah, gara-gara aku naiki sama Shinfa, tali gantungannya patah! Hehe…
Eh, ayunan semacam itu juga musim lho di Pekalongan. Jaman cilikan SD dulu, tiap istirahat sekolah aku sama temen sekelas biasanya beramai-ramai nyatroni tetangga sekolahan yang punya ayunan ban itu. Biasanya kita pinsut, untuk menentukan giliran make. Dan, pas giliran diayun, aduh-aduh rasane makserrrr, lha wong bisa-bisa nyampe genteng coba!
Yah, tapi saiki semua tinggal kenangan nih. Mana ayunan Shinfa sudah digusur. Gara-gara halaman rumah sudah dicor, ditablek pasir semen, yang mengharuskan bambu penahan ayunan Shinfa dicabut. Tinggal pohon rambutannya aja. Memang sih sekarang kalo hujan gag becek, atau kalo nyapu gag harus nyeret-nyeret batu kerikil, dan halaman jadi keliatan jembar. Tapi, aku bakal kehilangan aroma khas tanah basah nih… juga ayunan Shinfa.
“Masih bisa dipasang lagi kok!” timpal ayah kemarin pas aku berkeluh kesah soal ayunan.
“Dipasang di mana, pohon yang sebelah rambutan itu kuat pow?”
“Saking kuate,” Pak De Gentur nambahi.
“Tapi kudu mindah tanaman bakung itu ya… Dipindah ke mana ya?”
Hm, atur aja deh, Yah. Yang penting aku sama Shinfa terima beres aja ya hehe…

Continue reading...