Showing posts with label PhD-Mama. Show all posts
Showing posts with label PhD-Mama. Show all posts

17 May, 2018

1 comments 5/17/2018 08:55:00 PM

Jebakan "Sales" Batman

Posted by isma - Filed under , ,
saya sedang di kantor. mengumpulkan mood untuk menulis, yang tak juga kunjung terkumpul. tiba-tiba ayah menelpon dari rumah. "ini ada orang dari perusahaan gas dan listrik," katanya. saya langsung terhenyak, ada apakah gerangan?

orang yang dimaksud menerima limpahan telpon. ia mulai bicara dengan bahasa belanda. "english?" tanyanya. "yes, english please." lalu dia berganti menggunakan bahasa inggris yang terbata-bata. ia bilang dari perusahaan gas dan listrik dan akan memberikan diskon. "saya sudah pakai Nuon untuk gas dan listrik. apakah bapak dari Nuon?" tanya saya. "ya saya dari Nuon." saya jadi mikir, ini maksudnya apa? saya dapat diskon pembayaran dari Nuon? tapi bukannya biasanya segala pembayaran lewat online. komunikasi juga lewat email atau telpon. tidak pernah ada pengalaman selama pakai Nuon, mereka mengirim seseorang untuk berkomunikasi. sampai di sini saya masih bingung. "okay nanti saya akan kembali, jam 8, bagaimana?" tawarnya. dan saya akhirnya cuma mengiyakan saja.

saya jadi penasaran. saya buka website Nuon, dan menghubungi customer service. setelah menunggu beberapa menit, saya bisa juga berbicara dengan salah satu petugas Nuon. "bisa dibantu alamat dan tanggal lahirnya bu?" tanyanya. setelah saya sebutkan dan dia melakukan pengecekan, ia menjelaskan, "dalam data ibu tidak ada rekaman kalau kami mengirimkan petugas ke rumah ibu. pembayaran juga sudah lunas, dan itu pun didebet langsung dari rekening ibu. besar kemungkinan dia itu sales dari perusahan lain yang mau menawarkan kontrak gas dan listrik."

huff, saya menarik napas panjang. ealah, sales. tapi kenapa dia bilangnya dari Nuon? ini benar-benar menjebak. saya yang sedang mendapatkan hari pertama mens berasa ingin makan chicken way sebanyak-banyaknya, setulang-tulangnya! huh!

saya masih bertahan di kantor, sampai kemudian dapat pesan dari ayah. "ada janji sama tamu tadi, jangan lupa. nanti menyakiti perasaan kalau sampai menunggu." duuh, ini yang tersakiti perasaannya sebenarnya saya ataukah si sales itu ya, saya jadi bingung. sudahlah, lupakan soal perasaan. akhirnya saya sampai rumah sebelum jam 8 dalam keadaan lemas bukan main. berasa ngefly. sepertinya gara-gara minum kopi dua gelas pas kursus bahasa inggris pagi hari haha.

tepat pukul 8, bel rumah berbunyi. "itu bu, orangnya," kata atha yang tergopoh-gopoh masuk kamar, memberitahuku. sambil manyun aku menemui sales penjebak itu, berganti yang semula cowok sekarang cewek. ia bicara dalam bahasa belanda, dan saya bilang, english please. lagi-lagi, sales ini juga tidak bisa bicara dalam bahasa inggris dengan lancar. katanya, "kolega saya datang membuat janji." "iya, betul. tapi saya sudah punya kontrak untuk penggunaan gas dan listrik dengan Nuon. jadi saya tidak perlu kontrak dari perusahaan yang lain," jawab saya tegas. "tapi Nuon mahal," balasnya. "it's okay," potong saya. "so you have money?" haha ini pertanyaan yang bikin aku ketawa dalam hati. dan dengan tegas saya jawab, "yes." cewek sales itu sontak membalikkan badan dengan ekspresi kesal. ia sempat menggerutu, tapi saya tak paham apa maksudnya.

huh, selamat. tapi ini hari kemarin. hari ini, kembali saya dapat telpon dari ayah. kali ini, suara perempuan terdengar dari seberang telpon. tiba-tiba dia bilang, "your heating is old. i will give you 100 euros cashback." saya langsung bingung. "kamu dari perusahaan mana?" tanya saya. dia menyebut nama yang tak cukup jelas saya dengar. "tapi saya sudah punya kontrak heating dengan housing saya," lanjut saya. "ya saya dari housing, dikirim dari perusahaan heating. saya datang untuk memberikan cash back 100 euros," lanjutnya. "tapi biasanya kalau ada cashback, selalu autotransfer ke rekening saya," bantah saya. "saya cuma disuruh ke sini sesuai alamat yang ada di komputer."

sampai di sini saya terdiam. galau saya, ini betulan dari perusahaan heatingnya housing atau tidak. "pakai cash 100 euro juga bisa," rayunya lagi. "lewat suami saya?" suara di seberang mengiyakan. ia kemudian terdengar meminta ID sama ayah, dan langsung saya teriak, "jangan kasih ID yah." sementara suara sales perempuan terdengar gusar, "without ID it is nothing." saya diam. bingung bagaimana menolak sales ini. tapi di sisi lain, saya juga mikir, ada kemungkinan dia bukan sales dan memang dari perusahaan heating yang akan mengembalikan sisa pembayaran heating yang saya bayar lewat housing. tapi, mana yang benar? "sudah pakai identitas saya aja," akhirnya saya bersuara lagi.

ia bertanya inisial huruf nama pertama saya, kemudian family name, alamat rumah, email sampai kemudian bank account. "no. i will not give you my bank account," saya berkata tegas. "kamu bisa kasih cash kan? kenapa perlu rekening?" lagi pula kalau dia dari perusahaan heatingnya housing, bukannya dia seharusnya sudah punya semua data saya. "saya tidak punya cash, saya mau transfer uangnya lewat rekening," balasnya. "lho katanya tadi bisa cash juga? pokoknya saya tidak mau kasih rekening saya," saya tetep kekeuh. "gini saja ma'am, datang saja besok waktu saya di rumah, supaya lebih jelas ..." belum selesai saya bicara, tiba-tiba muncul suara ayah dari seberang telpon, "orangnya sudah keluar, pergi."

huuuh huh huh, saya menarik napas panjang. lega tapi juga sebel. ini sebenarnya lagi di belanda atau di moyudan ya. kenapa ada sales berkeliaran begini masuk ke rumah? rasanya pingin mencak-mencak. cara mereka menjebak benar-benar ampuh. mengakunya dari perusahaan yang memang saya sudah tanda tangan kontrak, dan merayu dengan diskon juga cashback. mana komunikasinya lewat telpon lagi. menyebalkan. wasting time and energy. abis itu saya langsung wanti-wanti sama ayah, kalau mulai sekarang, jangan bukakan pintu pada orang asing. bilang, kalau kita sudah punya semua kontrak untuk penyediaan fasilitas yang ada di rumah. jadi maaf, kami tidak mau ganti. titik.

Continue reading...

23 February, 2017

0 comments 2/23/2017 02:05:00 AM

Terbang Bersama Ara

Posted by isma - Filed under , ,
diantar temen-temen ke bandara schipol

ketika ayah, kak shinfa dan dik atha balik lagi ke indonesia pada awal desember 2016 yang lalu, aku pun kembali menikmati hari-hari di leiden hanya berdua dengan ara. sehari setelah mereka terbang, rasanya nglangut. sepi. biasanya rumah ramai oleh celoteh kak atha juga kak shinfa, guyonan juga pertengkaran, tiba-tiba berubah jadi lengang. karena tidak ada orang lain di rumah yang bisa njagain ara, setiap kali aku harus ke kampus, aku titipkan ara ke tetangga rumah, teman-teman dari indonesia. untunglah hanya satu setengah bulan, yaitu sepanjang akhir desember hingga januari, kami tinggal di leiden, sebelum akhirnya menyusul ayah dan kakak-kakak balik ke indonesia. aku dan ara menempuh perjalanan udara selama kurang lebih sebelas jam dari amsterdam ke jakarta, dan perjalanan ini tentu penuh tantangan. tidak seperti yang aku bayangkan :)

ara masih berusia 7 bulanan. kami mendapat tempat duduk di bagian paling depan kelas ekonomi, menghadap sekat pembatas dengan kelas bisnis. waktu itu kebetulan bersama kami ada juga mas cahyo yang mau mudik, mahasiswa phd dari jogja. jadi lumayan bisa menjadi asisten hehe. mas cahyo bantu memegang ara, misalnya ketika ibunya mau makan dan ke toilet. pas masih di bandara schipol mas cahyo juga ikut bantu membawakan tas bawaan dan jaket yang sebelumya aku pikir akan bisa mengangkut semuanya sendiri. ternyata tidak bisa.

setelah pesawat tinggal landas, pramugari memasang basinet pada sekat pembatas di hadapan kami. box bayi yang bisa dipakai untuk menidurkan ara. untuk box ini, kita tidak perlu meminta karena sudah otomatis ketika kita check in bersama infant, pihak garuda sudah mengatur tempat duduk kita dan layanan basinet untuk infant. tapi, sayangnya ara tidak bisa ditidurkan di basinet. sepanjang penerbangan ara lebih banya terjaga, jika tidak di pangkuan, ya dalam gendongan. atau kalau ia bisa tidur, aku takut kalau ditidurkan di basinet ia akan terbangun. alhasil, tidur pun ara tetap aku pangku.

seperti orang dewasa, agaknya ara juga merasa tidak nyaman selama dalam perjalanan. entah pusing atau berisik dengan suara pesawat. ara jadi agak rewel. meskipun sudah aku gendong sambil mengayun-ayun, menepuk-nepuk juga menyusui, ara tetap kelihatan gelisah. kalau dihitung-hitung, aku berdiri sambil menggendong ara hampir selama separo penerbangan. hufff! sampai aku terkantuk-kantuk dan harus pegangan sandaran kursi untuk menjaga keseimbangan. tapi syukurlah, setelah usaha keras itu, ara pun terlelap. masih sambil memangku ara, aku pun bisa memejamkan mata dengan nyaman.

untuk infant, pihak garuda menyediakan makanan instant berupa dua botol kecil pure wortel dan apel, juga biskuit, dan diberikan sebanyak dua kali. ara mau juga makan pure, meskipun terus terang itu pertama kali ia makan makanan instant begitu hehe. ara juga dapat tas cangklong berbahan plastik yang isinya antara lain diapers dan tissue, juga kantong untung menyimpan diapers yang kotor. waktu itu aku sempat ngganti diapers ara, dibantu oleh mas cahyo.

ara sama pak dhe cahyo hehe

ara yang nggemesin :*

tiba di bandara soekarno hatta, aku berganti kostum, begitu juga dengan ara. pada bulan january suhu di belanda senang dingin-dinginnya. saya memakai dua lapis baju ditambah jaket hangat. begitu keluar pesawat, rasanya gerah bukan main hehe. bangunan bandara juga banyak berubah setelah renovasi dan penambahan gedung baru. biasanya cukup pindah ke lantai 1 dari gate kedatangan, sekarang harus berjalan lumayan jauh juga. untungnya mas cahyo masih bisa jadi asisten bagian bawa-bawa. cuma karena mas cahyo ambil penerbangan satu jam lebih lambat dari jam penerbanganku, jadinya aku kerepotan juga membawa tas dan jaket hangat sambil menggendong ara.

di dalam pesawat jakarta menuju jogja, ara kembali rewel. ia menangis sepanjang penerbangan. aku susui nggak mau. mungkin maunya digendong sambil ditepuk-tepuk. tapi, tidak memungkinkan untuk penerbangan domestik, selain karena beberapa kali ada goncangan dan penumpang harus duduk dengan sabuk pengaman. akhirnya aku biarkan saja ara menangis sampai kelelahan dan tertidur. tapi tidur ara tidak lama. apalagi waktu itu pesawat berputar-putar cukup lama, kira-kira hampir setengah jaman, tak juga mendarat. bukan karena cuaca, tapi landasan yang sibuk. duh rasanya kemrungsung, mana ara mulai rewel lagi. dua orang mas-mas dan seorang mbak-mbak coba ngledo ara supaya nggak nangis. tapi, begitu ledoan mereka berhenti, ara rewel lagi. duuuh, rasanya itu capek lahir batin hehe.

begitu pesawat mendarat dan kemi keluar pesawat, ara tampak lega. ia nggak ngak-ngik seperti sebelumnya. akhirnya, sampai juga, begitu mungkin pikir ara hehe. aku juga lega, bersyukur, berhasil menempuh perjalanan bersama ara dengan aman dan selamat sampai jogja.
Continue reading...

12 October, 2016

2 comments 10/12/2016 11:23:00 AM

yah, begitulah ....

Posted by isma - Filed under , ,

Dulu ketika sekolah di Hawaii, aku bisa fokus bekerja dan menulis juga mengikuti kegiatan ekstra kemahasiswaan, aktif ini dan itu. Tapi jauh dari keluarga rasanya jadi nelongso. Sekarang, tidak merasa nalangsa, bahkan bisa mengajak keluarga merasakan pengalaman tinggal di luar negeri. Tapi, waktu untuk bekerja, menulis dan mengikuti kegiatan kemahasiswaan jadi terbatas. Apalagi sambil merawat si kecil, ahh benar-benar tidak ada waktu untuk keluar lama. Ara selalu menangis menunggui emaknya yang sedang kuliah. Ia nggak suka botol susu. Jadi praktis sampai ia enam bulan, aku harus selalu di dekatnya.

Repot. Sedih. Kemrungsung. Stress. Memang iya rasanya seperti itu. Tapi, pengalaman mengajarkan aku untuk tidak diam. Teruslah berjalan. Optimis. Meskipun pelan dan lambat tapi tetap bergerak. Aku pernah merasakan bagaimana stressnya menyelesaikan pekerjaan dan penelitian waktu di rumah, sambil menjadi ibu rumah tangga, nidurin anak yang akhirnya ikut terlelap dan malas untuk bangun bekerja, keasyikan memasak dan bersantai ria. Dan, tulisan baru bisa selesai setelah berhadapan satu lawan satu dengan deadline, dan nggak bisa endo haha.

Bersyukur punya supervisor yang supportive. Percaya penuh sama mahasiswa bimbingannya. Enak sih, tapi aku harus pintar mengontrol diri untuk tetap on track. Ini yang menantang, tidak mudah. Bersyukur juga ada suami yang sangat mendukung, dan anak-anak yang memang lebih sering bikin ribut haha. Kadang merasa iri melihat kolega seangkatan, kebetulan cowok semua, yang sudah melahap puluhan buku, menulis banyak sampai berbab-bab. Sedangkan aku, ahh proposal saja masih gundul, belum disemai benih apa pun. Merevisi juga jalannya kayak siput. Tunuk-tunuk nggak sampai-sampai. Tidak bisa aktif seperti layaknya mahasiswa PhD. Ikut diskusi sana dan sini, jalan-jalan ke sini dan ke sana.

Ah sudahlah. Setiap orang membawa baggage situasi dan kondisi masing-masing yang tentu tidak bisa dibuat sama. Aku memutuskan field work satu tahun juga dengan pertimbangan baggage itu. Mana yang lebih baik untuk aku dan keluarga. Yang paling penting buatku adalah tetap optimis, live my life, terus mengayuh pedal agar sepeda terus berjalan sampai tujuan. Tak perlu merasa paling bodoh dan kuper, seperti kata artikel itu, pede saja. Lha kalau kenyataannya begitu, mau bagaimana haha. Hargailah usaha dan semangat sendiri, menempuh S3 saat usia sudah lanjut, sambil momong bayi dan menyusui. Sedangkan pada saat dan kondisi yang sama, justru tidak sedikit perempuan yang menyerah.

Terimalah apa adanya, nikmati dan syukuri semuanya, termasuk keterbatasan-keterbatasan, dan percaya, semua akan indah pada waktunya.

Continue reading...

18 July, 2016

15 comments 7/18/2016 06:11:00 PM

Melahirkan di Leiden

Posted by isma - Filed under , ,
bersama farabi, om siaga-nya ara

Secantik apa pun kita membuat rencana, Tuhan tetap yang menentukan.

Well, begitulah inti ceritanya. Sebelumnya saya tak membayangkan melahirkan tanpa ditemani suami atau keluarga. Tapi, justru Tuhan memberikan saya pengalaman yang tak terbayangkan itu di Leiden. Dimulai dengan persoalan dokumen akta nikah yang harus diterjemah karena ada perbedaan pendapat antara KUA Kecamatan dan Kemenag pusat soal tanggal pada tanda tangan yang tertera di buku nikah duplikat. Proses ini cukup makan waktu sehingga memperlambat aplikasi visa keluarga, ditambah lama proses menunggu, dan berbenturan juga dengan liburan hari raya. Saya bahkan harus resechedule tiket untuk suami dan anak-anak sampai tiga kali. Kali pertama dan kedua karena visa belum jadi, sementara kali ketiga karena ayah tiba-tiba sakit dan harus opname. Lengkap sudah.

Rencana yang lain adalah keinginan saya melahirkan normal di rumah saja. Karena dua persalinan sebelumnya juga di rumah dan normal. Tapi, ternyata scenario Tuhan berkata lain. Posisi adik bayi melintang, jadi saya dirujuk konsultasi ke gynecolog dan harus melahirkan di rumah sakit. “Biar sekalian, pengalamannya komplit,” gitu kata teman-teman. Itu pun diputuskan dengan jalan induksi, jika memang sampai HPL belum ada kontraksi alami. Pernah satu kali gynecolog berusaha memutar posisi bayi, namun hasilnya adik bayi kembali ke posisi semula yang melintang. Jadi, sepertinya percuma diputar lagi, kecuali sekalian dilahirkan.

Tanggal 4 July 2016, saya mulai check up di LUMC, dan setelah pemeriksaan, belum memungkinkan untuk dilakukan persalinan karena cervix masih tertutup kuat. Saya diminta datang kembali tanggal 8 July 2016. Hasil pemeriksaan masih sama, dan diminta datang lagi tanggal 11 July 2016. Kali ini sang bidan memberikan saya pilihan, hari apa akan melahirkan dengan induksi. Saya pilih hari Rabu, 13 July 2016. Ia juga menjelaskan prosedur induksi dan alat yang akan digunakan. Semua seperti sudah tergambar jelas. Namun, ketika hari Rabu saya telpon rumah sakit, bagian poliklinik persalinan menjawab kalau belum ada kamar kosong. Saya diminta telpon hari berikutnya, untuk memastikan kamar kosong.

Bersyukur, hari Kamis, 14 July 2016, ada kamar kosong. Saya berangkat ke LUMC diantar Mia dan Farabi. Masuk ke ruangan periksa, saya masih belum yakin apakah jadi akan melahirkan saat itu. Apalagi setelah pengecekan cervix, bidan memberikan saya dua opsi, melahirkan sekarang dengan induksi, atau menunggu sampai hari Minggu supaya cervix lebih matang atau kontraksi alami sewaktu-waktu. Namun jika tidak ada kontraksi, tetap akan dilakukan induksi pada hari Minggu. Daripada menunggu lagi, dan malah lebih berisiko jika ketuban pecah duluan dengan posisi bayi melintang, akhirnya saya putuskan untuk mulai induksi sore itu juga.

Sekitar pukul 6 sore, saya dipindahkan ke ruangan yang lebih luas. bidan bilang, "Kamu akan bermalam di sini sampai bayimu lahir." Ruangan baru ini jauh lebih lengkap peralatannya, juga dilengkapi sofa panjang yang bisa dipakai tidur untuk yang menemani. Selang beberapa menit, bidan memberi saya tablet induksi pertama, dan berlanjut setiap empat jam sekali hingga sore hari keesokan harinya. Kontraksi sudah mulai saya rasakan. Selama proses ini, detak jantung bayi dan ibu terus dimonitor dengan alat yang ditempelkan di perut saya dan rekamannya muncul di monitor yang ada di dalam ruangan dan di ruang jaga perawat.

Perasaan saya campur aduk, tapi cenderung nelangsa. Terbaring di kamar bersalin cuma ditemani kawan-kawan mahasiswa dari Indonesia. “Semangat mbak, semangat!” seru Mia. Tapi bukannya semangat, saya malah nambah nelangsa. Apalagi ketika seorang bidan masuk kamar, tangisan saya benar-benar pecah. “Apa yang membuat kamu menangis?” ia bertanya. “Karena sakit?” Saya menggeleng. Sakit kontraksi setelah induksi tablet atau ketika bidan memeriksa cervix, menurut saya sudah lakunya begitu dan saya masih bisa menikmatinya. Tapi, merasa sendiri dan jauh dari suami dan keluarga saat peristiwa besar begini, rasa-rasanya saya adalah orang paling nelangsa sedunia. Si bidan lalu meraih tangan saya sambil berkata, “Kami di sini akan bekerja dengan baik membantu persalinanmu. Kamu akan aman dan baik-baik saja di sini. Kamu percaya kami kan?” Saya mengangguk pelan.

Setelah habis 4 tablet, Jumat sore, 15 July 2016, dokter memeriksa pembukaan dan memutuskan untuk memulai proses persalinan. Ia ditemani seorang dokter lain, dokter intern, dan perawat. Mereka masih muda dan tampak cekatan bekerja. Dokter pertama, memecah ketuban secara manual, bersamaan dengan dokter yang kedua memutar posisi bayi agar kepala berada di bawah perut masuk ke rongga panggul. Sementara dokter intern dan perawat menyeka dan membersihkan air ketuban yang merembes di tempat tidur. Saya, hanya bisa menarik napas panjang berkali-kali. "Yeay, malam ini bayinya akan lahir," sorak dokter cantik berambut hitam sebahu dengan senang.

Setelah air ketuban habis dan sprei basah diganti, induksi diganti dengan infus. Saya sudah tidak bisa turun dari tempat tidur. Berbaring dengan alat detektor jantung bayi dan ibu juga ritme kontraksi yang menempel di perut. Kekuatan dan ritme kontraksi naik perlahan-lahan. Ini masa-masa yang paling berat, apalagi kata perawat, pembukaan hanya bertambah satu setiap jamnya. Pada cairan infus itu juga terkandung zat untuk relaksasi, rasanya seperti mengantuk, tapi tetap saja tidak bisa tidur karena menahan rasa tidak karuan di jalan lahir. Di sini bedanya melahirkan dengan kontraksi alami. Ketuban akan pecah dengan sendirinya dan disusul dengan pembukaan dan kontraksi hebat yang mengajak ibu untuk mengejan. Bisa jadi dalam satu jam berikutnya bayi sudah bisa lahir.

Tapi, saya musti menunggu dari sekitar pukul 6 sore hingga pukul 10 malam. Beberapa kali memanggil perawat dan bertanya, "Sampai kapan ini akan makan waktu? Kapan dokter akan mengecek lagi?" dan berkali-kali perawat coba menenangkan. Ketika kontraksi kuat datang, saya merasakan tekanan luar biasa di perut bagian bawah, seperti ada batu sebesar kepala bergerak meregangkan jalan lahir, panas dan kuat menekan. Saya cuma bisa menarik napas dan menggenggam erat tangan dua orang teman di sebelah kanan dan kiri saya. Saya terbiasa menahan sakit, dan itu menjadi latihan untuk saya merasakan sakit jelang melahirkan ini.

Kemudian sekitar pukul 10 malam ketika kontraksi menjadi lebih keras dan kuat, saya sudah tidak kuat lagi untuk menahan keinginan mengejan. Akhirnya dokter kandungan datang, memeriksa serviks dan mengatakan kalau sudah ada pembukaan 8 dan sudah mungkin untuk mendorong. Mereka lalu bersiap untuk persalinan. Ada seorang ginekolog, dokter magang, dan seorang perawat dan 3 teman-teman saya. Ada juga monitor yang menampilkan detak jantung saya dan bayi juga kontraksi. sehingga semua orang tahu apakah saya memiliki kontraksi atau tidak. Mereka menyemangati saya untuk mengejan, dan saya beberapa kali coba mengejan meskipun itu tidak mudah. Di tengah proses itu, detak jantung bayi tampak menurun dan itu membuat ginekolog khawatir. Ia coba menarik bayi tapi masih belum keluar. Dari video, saya bisa lihat, ia mau menggunakan alat seperti sendok untuk mengambil bayi, tapi kemudian diurungkan karena akhirnya saya berhasil mengejan, mendorong bayi keluar.

Rasanya lega. Saya menangis sambil memeluk bayi yang diletakkan di dada saya. Bayi perempuan lahir dengan berat 3,7kg. Teman saya, Desty, saya minta untuk mengazani Ara, panggilan untuk Iolana Narashansha, yang kemudian diulang oleh ayah melalui telpon. Ini benar-benar heroic dan epic. Ayah juga melantunkan iqamah lewat telpon. Sebelum tidur, saya mandi dan berganti baju. Baby Ara tidak rewel. Setelah menyusu, ia terlelap sampai pukul 5 pagi. Saya bisa beristirahat dengan baik. Saya meninggalkan rumah sakit sekitar pukul 10 pagi, dijemput oleh Teh Meira dengan mobil.

Saya bersyukur, semua berjalan lancar. Tidak ada komplikasi dan semuanya sehat juga selamat. Saya bersyukur memiliki banyak teman yang baik dan penuh perhatian di sini. Kebaikan mereka membuat saya merasa mudah walaupun saya jauh dari keluarga. Saya juga bersyukur, semua telah dimudahkan oleh Tuhan. Mendapatkan pengalaman ajaib yang tak terbayangkan sebelumnya.

Continue reading...

28 February, 2016

3 comments 2/28/2016 11:37:00 PM

Asuransi di Negeri Asing

Posted by isma - Filed under ,

leiden yang muram

sore itu sore paling dramatis sepanjang minggu-minggu pertama saya di leiden. berjalan gontai keluar dari kantor asuransi zorg en zekerheid (ZZ), dengan mata berair nyaris mengalir di pipi. menengok ke kanan dan ke kiri seperti kehilangan arah di tempat asing sendirian. beruntung pandangan saya mengarah ke sebuah halte bis di sebelah kantor ZZ dan bis no 2 segera tiba di halte beberapa menit kemudian. keinginan saya cuma satu, segera sampai di kamar kos dan menangis selepas mungkin.

selain bis no 2, ada juga bis no 1 yang biasa saya naiki untuk sampai ke tempat kos. cuma karena kali ini saya tidak naik dari leiden centraal, saya masih belum yakin apakah bis ini mengarah ke tujuan yang sama. ini masih minggu-minggu pertama dan saya belum hafal betul jalan-jalan di sekitaran pusat kota. karena takut akan tersesat, di halte prinsessekade saya turun, dan saat itu saya baru sadar kalau bis sebenarnya akan menuju leiden centraal. halte tempat saya turun terletak di gang masuk ke centrum, dan hanya satu halte lagi akan sampai di centraal. ahh, sayang sekali. saya yang sedang sedih, jadi semakin sedih.

saya sudah benar-benar menangis, ketika berjalan menuju bangku di pinggir kanal. duduk sendirian sambil tersedu. sesekali perut saya bergerak, mendapat tendangan kecil dari dalam. oh malangnya nasibmu, nak. hampir tiga minggu tapi belum juga mendapat pelayanan kesehatan dari bidan atau dokter karena aplikasi asuransi yang tak kunjung selesai. dua kali berjalan kaki dari kampus ke kantor ZZ yang lumayan jauh tak juga mendapatkan hasil. saya meruntuki kebetulan-kebetulan, kenapa ketika pertama kali ke ZZ, residence permit belum jadi. kenapa juga data biometric saya bermasalah sehingga residence permit belum jadi begitu saya tiba di leiden. kenapa juga saya tidak mengerti kalau biometric bermasalah dan harusnya ke IND di rijswik, bukannya ke horfddrof. tidak ada selesainya saya menyesali sambil menangis.

sore itu, saya tiba-tiba terpikir untuk mengadukan masalah per-income-an dari ZZ yang notabene suplier insurance untuk kampus kepada international student desk (ISD) dan penanggung jawab kemahasiswaan PhD penerima beasiswa LPDP. pikir saya, harusnya sudah ada MoU dan kesepahaman bahwa tidak semua mahasiswa PhD mendapat income dari belanda, dan tidak menjadi persoalan lagi. saya juga heran, karena ternyata teman saya yang juga PhD beasiswa bisa diterima aplikasinya oleh ZZ lewat online, sementara kenapa aplikasi saya ditolak. rasanya, saya menjadi mahasiswa paling nelangsa seantero leiden.

lonely

setelah menangis di tepi kanal sore itu, saya jadi agak lega. pasti ada jalan, pikir saya. saya mulai mencari informasi, tentang asuransi yang tidak mempermasalahkan income dari belanda. saya browse lewat google dan menemukan website 'home in leiden'. saya iseng berkirim email, bertanya tentang asuransi kepada adminnya. saya juga bertanya kepada senior lain, yang pernah hamil di leiden, dan saya mendapatkan informasi tentang international insurance, juga public dan private dutch insurance. kebanyakan international insurance tidak mengkover biaya persalinan, berbeda dengan public atau private dutch insurance. hanya saja, public dutch insurance mensyaratkan kita mendapatkan income dari belanda, seperti ZZ. jadi, alternatifnya adalah mengirim aplikasi ke private dutch insurance.

saya mulai merasa tenang. sampai saya menerima email dari manager keuangan departemen yang mengabarkan kalau ia mendapat forward email dari 'home in leiden' tentang persoalan asuransi, dan ia memastikan langsung ke penanggung jawab kemahasiswaan, juga ke kantor ZZ. ia memang menawarkan bantuan untuk membuatkan endorsment letter untuk apply ke ZZ, tapi satu hal yang membuat saya kembali tidak tenang adalah semacam 'ultimatum' bahwa jika sampai akhir februari tidak mendapatkan asuransi, saya terpaksa harus pulang ke indonesia. ia juga menambahkan kalau ia mendapat laporan dari penanggung jawab kemahasiswaan, bahwa persoalan asuransi ini terjadi karena saya tidak tanggap dan cepat bergerak. oh my goodness. saya tentu saja kecewa, marah, juga sedih. merasa sudah disalahkan. padahal semua murni kebetulan karena aplikasi asuransi tergantung pada residence permit saya yang belum jadi.

ah tapi sudahlah. toh mereka, dari ISD juga koordinator kemahasiswaan tidak bisa membantu banyak. saya jadi tahu bahwa mereka tidak banyak mengerti tentang asuransi. response yang mereka berikan lewat email justru menyiratkan bahwa saya tidak punya harapan untuk mendapatkan asuransi di belanda karena kehamilan saya dan tidak adanya income. termasuk ibu manager keuangan. alih-alih memberikan alternatif asuransi, ia malah bertanya kepada saya, asuransi mana yang akan saya coba apply selain ZZ. untunglah saya sudah mendapatkan informasi tentang nama-nama asuransi lain, seperti ONVZ dan Allianz. dan ia membantu saya untuk apply asuransi ONVZ sore itu. meskipun tetap saja, keputusan tentang diterima atau tidaknya masih belum bisa dipastikan.

saya tidak berhenti dengan menunggu jawaban dari ONVZ yang membutuhkan waktu sekitar satu minggu. seorang senior memberitahu kalau ada asuransi bernama Interpolis dan ia memberikan diskon untuk pengguna rekening Rabobank. terdorong rasa ingin segera selesai dari persoalan asuransi, saya menelpon Interpolis yang nomornya saya dapat dari chatting dengan Rabobank. di luar dugaan, customer service yang berbicara dengan saya di ujung telepon dengan telaten menjawab setiap pertanyaan saya. jawabannya menyenangkan, terutama soal bahwa saya eligible untuk apply interpolis meskipun tidak mendapatkan income di belanda. ia bahkan menawarkan apakah akan langsung apply saat itu juga. oh my god, rasanya saya tidak percaya. mendengar tawaran itu mata saya berkaca-kaca, bahkan hampir menangis saking bahagianya. tapi saya tidak langsung apply. saya bertanya kepada manager keuangan, what should i do. katanya, semakin cepat saya mendapatkan asuransi akan semakin baik buat saya, dan ia akan membatalkan aplikasi saya ke ONVZ.

badai pasti berlalu

rasanya tiba-tiba mendung winter perlahan menghilang. berganti dengan matahari spring yang hangat dan penuh harapan. mendaftar asuransi Interpolis ternyata jauh lebih simpel karena cukup lewat telpon dan bagian CS yang mengisikan formulir asuransi dari ujung telpon. ia memberikan masukan tentang produk apa yang bisa saya pakai mengingat saya dalam keadaan hamil. setelah urusan administrasi selesai, ia kemudian menyambungkan saya ke bagian maternity care yang membantu saya mencari bidan dan kraamzorg atau perawat pasca melahirkan. ah, akhirnya nak, kamu akan mendapatkan pantauan kesehatan intensive dari bidan atau dokter di negeri asing ini.

berurusan dengan asuransi memang hal baru buat saya, dan saya mendapatkan pelajaran berharga tentang hal-hal administrasi di belanda. seperti temen saya bilang, urusan administrasi di belanda tidak bisa diselesaikan dengan negosiasi, akan tetapi ikuti hitam putih aturannya yang berlaku, dan tak perlu melibatkan banyak orang, misalnya dengan berkirim aplikasi secara online saja. memang benar. aplikasi yang saya ajukan dengan datang langsung ke kantor ZZ terkendala oleh pertanyaan income oleh staffnya, tapi beberapa hari berikutnya mereka menerima aplikasi yang saya kirimkan secara online. karena memang pada formulir pendaftaran tidak ada pertanyaan tentang income. saya bahkan sudah mendapatkan kiriman kartu asuransi dan tagihan premi yang saya forwardkan kepada manager keuangan sebagai bahan koreksi tentang ketidakkonsistenan ZZ. namun, karena nama saya sudah tercatat sebagai calon nasabah yang tidak eligible, saya pikir lebih baik mengancel asuransi ZZ dan tetap memakai Interpolis. Selain, karena penilaian saya terhadap ZZ yang plin-plan dan tidak konsisten berkaitan dengan eligibility calon nasabahnya. Lagi pula, asuransi tidak hanya ZZ, masih ada asuransi lain yang menurut saya tidak kalah lebih baik.

saya sama sekali tidak menyesal dengan skenario 'rumit' tentang asuransi yang harus saya lakonkan. sendiri mencoba selesaikan persoalan dengan berbagai cara, toh akhirnya bisa juga. saya hanya yakin bahwa Tuhan pasti sudah membekali kita dengan perangkat yang kita butuhkan selama melakonkan skenario itu. pemicunya hanya satu, "push your self to do because no one is willing to do it for you" (sipendob lpdp).
Continue reading...