Showing posts with label memori. Show all posts
Showing posts with label memori. Show all posts

01 February, 2017

0 comments 2/01/2017 12:12:00 PM

Merawat Bayi di Belanda

Posted by isma - Filed under , ,

kelahiran baby ara memang menjadi pengalaman melahirkan yang ketiga bagi saya. tapi meskipun ketiganya lahir normal, setiap kelahiran ada kisahnya sendiri-sendiri. demikian juga dengan perawatan bayinya, apalagi karena kali ini melahirkannya di belanda. segala urusan perawatan bayinya tentu saja berbeda dari dua pengalaman saya sebelumnya merawat kak abiq dan kak dek atha.

ara lahir tengah malam setelah melewati perjuangan induksi sepanjang hampir dua hari sebelumnya. ketika akan memutus tali pusar, dokter mempersilakan salah satu di antara saya dan teman-teman yang menunggui persalinan untuk memotong. buatku ini hal baru. karena pengalaman bayi kak abiq dan kak dek atha, bidan yang melakukannya. semula dokter mempersilakan saya, tapi posisi saya tidak memungkinkan untuk memotong tali pusar. "coba desty, kamu yang potong," saya meminta seorang teman. meski agak ragu, desty pun memotong tali pusar ara.

sebelum melahirkan, saya sempat bertanya tentang ari-ari. saya bilang, kalau di Indonesia, ari-arinya kami masukkan wadah khusus yang terbuat dari tanah liat lalu dipendam di tanah. jawab bidan, di sini tidak ada tradisi itu. plasenta dibuang, tentu sesuai aturan medis yang berlaku. saya tidak bertanya detil lagi, bagaimana dan ke mana membuangnya. lagi pula, saya pikir, andai ari-ari mau dipendam di belakang apartement, bisa jadi malah menimbulkan masalah baru. karena tanahnya juga bukan milik saya, haha nanti malah kena pasal, repot!

ara dibiarkan di dada saya untuk beberapa lama. ia menangis dan saya mendekapnya. kulit kami bersentuhan. rasanya lega sekali. hilang semua penat dan lelah menggendong perut besar selama 9 bulan. kemudian perawat memindahkan ara dan meletakkan di meja ganti. ara tidak dimandikan. badannya dilap dengan kain untuk dikeringkan. perawat memakaikan popok celana, jamper, lalu setelan kaos lengan panjang dan celana, serta penutup kepala. setelah saya susui, ara ditidurkan di box berselimut hangat. tidak dipakein gurita atau dibedong. tidak juga memakai minyak telon, bedak, atau minyak wangi. ara tertidur lelap, sementara perawat yang lain mengganti sprei bed dan selimut. saya bisa tidur sampai sekitar pukul 5 pagi.

19 juli 2016

esok hari sekitar pukul 10.00 kami pulang ke apartement diantar teh meira pakai mobil. saya lupa apakah pada hari itu kraamzorg sudah datang, atau keesokan harinya. harus membuka buku laporan kraamzorg dulu ini hehe. tapi begitu ia datang, ia bertanya, apa saja yang bisa saya kerjakan? saya bilang, "saya tidak tahu. bagaimana biasanya saja." akhirnya ia sendiri yang menentukan dengan terlebih dahulu bertanya apa yang saya butuhkan. biasanya ia akan membuatkan air lemon hangat, jus buah, atau irisan buah untuk aku sarapan. lalu menyapu lantai dengan vakum, sambil memasukkan cucian ke mesin. atau kadang ia akan pegang ara, dan menyilakan aku untuk istirahat atau tidur.

kraamzorg akan melakukan pengecekan kondisi ibu, suhu badan dan bekas jahitan. lalu akan memeriksa juga suhu dan kondisi bayi. ia bertanya detil, seperti, berapa kali minum asi, berapa kali BAB dan pipis yang sempat bikin saya senewen. lha kan pakai diapers, gimana caranya tahu ia pipis berapa kali? haha. pokoknya detil. lalu akan ia catat dalam buku diary kraamzorg. ia tidak memandikan ara setiap hari. tapi dua hari sekali. kalau cuaca panas, ara malah cuma pakai jamper lengan pendek, tanpa celana atau kaos kaki. sementara penutup kepala, harus terus dipakai. katanya melindungi bagian ubun-ubun. cara ia menggendong ara juga enteng banget. tidak seperti di indonesia yang harus ditidurin cara gendongnya, kraamzorg menggendongnya dengan tangan satu, atau ditaruh di pundak.

selain kraamzorg yang datang selama satu minggu setiap harinya, pengecekan rutin juga dilakukan oleh bidan dan petugas centrum voor jeugd en gezin atau bagian tumbuh kembang anak. kita tidak usah bingung bagaimana menghubungi mereka. karena sistem data di belanda sudah terkoneksi satu sama lain. karena kita juga sudah register ke gementee, data kelahiran ini akan bisa dilihat juga oleh instanti-instansi terkait. jadi tinggal tunggu di rumah, mereka akan menelpon kita satu per satu. siapa, dari mana, kapan akan datang, dan akan melakukan apa. saya tidak tahu apakah semua ini gratis atau tidak. karena kalaupun bayar, sudah diurus langsung ke asuransi hehe.

catatan mbak kraamzorg untuk pesanan alat pompa asi

bidan akan mengobservasi terutama kondisi ibu. sementara petugas atau perawat dari centrum voor jeugd en gezin lebih banyak berhubungan dengan bayi. pertama, seorang petugas datang mengambil darah ara. tujuannya untuk deteksi dini kemungkinan ada penyakit bawaan. ini pun sebelumnya saya ditanya, apakah saya mengizinkan? saya bilang, silakan. dan nanti jika ada masalah mereka akan menghubungi saya. sampel darah yang sudah diambil harus kita kirimkan ke alamat tertentu yang ditunjukkan oleh petugas. ia juga melakukan test pendengaran dan penglihatan ara. ia membawa alat cek yang ditempelkan di telinga. alat itu akan mendeteksi apakah pendengarannya baik atau ada gangguan. ara dapat testnya sebanyak dua kali karena pada test pertama belum bisa terdeteksi. ini mungkin terjadi karena telinganya masih kotor barangkali sisa-sisa dari kotoran yang dibawa ketika lahir. tapi pada test kedua pada hari yang lain, hasilnya positif.

dari centrum voor jeugd en gezin juga akan menghubungi kita terkait imunisasi dan pemeriksaan rutin bayi. mereka akan memberikan buku sehat untuk selalu dibawa ketika kontrol, dan juga kartu imunisasi yang dikirimkan oleh pemerintah kota ke alamat apartement kita. setiap kali kontrol buat janji, dan harus ditepati. kalau tidak, akan kena denda :) untuk pemeriksaan awal, ada seorang perawat datang ke rumah, menjelaskan tentang konsep tumbuh kembang anak yang baik, mencakup aspek ekonomi, kesehatan, psikologis, dan sosial. kita bisa berkonsultasi apa pun berkaitan ketiga aspek itu.

setiap satu bulan sekali saya memeriksakan kesehatan ara ke centrum voor jeugd en gezin. berselang, jika bulan ini konsultasi sama perawat, besoknya sama dokter. kadang pas jadwalnya imunisasi, kadang tidak. BB, lingkar kepala, dan panjang ara diukur. dokter juga memeriksa semua aspek kesehatan bayi, misalnya, kecenderungan penglihatan, jika tidak center, maka arah meletakkan kepala ketiga tidur atau menyusui harus diseimbangkan. saya juga ditanya-tanya tentang keadaan di rumah, "are you happy?" "do you have enough sleep?" dll.

mereka tidak memberikan resep obat atau vitamin. malah pernah ara sedang flu berat, cuma dikasih cara tradisional dengan menggunakan bawang merah haha. waktu ara panas karena cacar dan saya telpon huisart untuk bikin janji, bukannya hari itu juga dikasih waktu tapi dikasih jadwal empat hari kemudian. dan ternyata tanpa obat apa pun, cacar ara bisa sembuh dengan sendirinya. paling banter obat andalan dokter di belanda adalah parasetamol. sama seperti ketika usai melahirkan, saya cuma dikasih parasetamol untuk menghilangkan keluhan nyeri apa pun. makanya jangan heran, kalau beberapa teman selalu membawa obat-obatan pasaran di indonesia untuk bekal di belanda hehe.

jadi sejauh pengalaman saya, merawat bayi di belanda itu mudah-mudah saja. segala hal sudah ditangani dengan baik dan sistematis.
Continue reading...

04 January, 2017

1 comments 1/04/2017 11:18:00 AM

Hamil di Belanda

Posted by isma - Filed under , ,

surprise kehamilan yang saya dapatkan memberikan pengalaman luar biasa soal hamil dan melahirkan di belanda. tentu ada bedanya, karena berbeda kebiasaan, sistem, juga budayanya.

pertama soal perawatan kehamilan. di indonesia begitu tahu hamil, kita bisa langsung datang ke bidan atau rumah sakit seperti umumnya orang sakit yang periksa ke dokter. tapi, tidak dengan di belanda. kita harus memastikan dulu soal asuransi, apakah mengcover biaya persalinan atau tidak. soal ini bisa dibaca di sini. karena biaya pemeriksaan rutin dan persalinan di belanda cukup mahal. begitu tulis beberapa blog yang saya baca. kalau asuransi kita mengcover, berarti semua aman :)

terkait perawatan, hal kedua yang harus dipastikan adalah huisart (dokter keluarga). soalnya pas saya daftar ke bidan atau rumah sakit, pasti ditanya siapa huisart-nya. tapi memang begitu kita tiba di belanda, kita harus mendaftar ke huisart terdekat sebagai rujukan saat kita mau periksa karena sakit. jadi kita tidak bisa sembarang periksa, kecuali emergency bisa langsung ke rumah sakit. tapi itu pun pasti akan ditaya siapa huisart kita dan akan ada report yang dikirim rumah sakit ke huisart.

kalau huisart sudah beres, kita mencari bidan yang akan menangani kehamilan kita. di belanda tenaga medis pertama yang kita rujuk untuk pemeriksaan kehamilan adalah bidan, midwife. mereka praktiknya di klinik. baru kalau misalnya ada masalah pada kehamilan kita, bidan akan membuat surat rujukan untuk kita melanjutkan pemeriksaan ke rumah sakit. sampai kemudian normal lagi, kita kembali kontrol ke bidan. tapi, kalau ada masalah lagi dan perlu penanganan dokter, ya kita dirujuk lagi ke dokter. seperti kasus saya, dari bidan kemudian dokter, lalu kembali kontrol ke bidan, tapi karena jelang lahir janin saya diketahui posisinya melintang, akhirnya kembali dirujuk ke rumah sakit.

informasi tentang bidan saya dapatkan dari pihak asuransi. ketika saya apply asuransi pertama kali, saya bilang kalau sedang hamil. kemudian mereka menghubungkan saya dengan bagian, apa ya namanya saya lupa, tapi ia memberikan saya informasi tentang nomor-nomor yang perlu saya hubungi, salah satunya bidan. ia membantu saya mencari klinik bidan mana yang paling dekat dengan lokasi saya tinggal. termasuk juga rumah sakit jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

salah satu sudut ruang tunggu klinik

setelah sukses mendaftar menjadi pasien di klinik bidan, kontak lain yang harus dihubungi adalah jasa kraamzorg (perawat maternitas). ini adalah perawat yang akan datang ke rumah kita pasca melahirkan. ia akan membantu merawat bayi, membersihkan rumah, memasak, juga mengajari kita tentang seluk beluk perawatan dan tumbuh kembang bayi sesuai sistem di belanda. usai menghubungi mereka, biasanya akan ada satu orang dari penyedia jasa ini yang datang ke rumah kita untuk observasi. ia akan melihat keadaan rumah dan fasilitas untuk memastikan alat-alat tambahan yang dibutuhkan.

pihak kraamzorg punya aturan misalnya tinggi tempat tidur harus sepersekian inchi untuk memudahkan kerja kraamzorg. jika bed-nya rendah, maka dibutuhkan alat untuk meninggikan bed yang kita sewa dari penyedia alat-alat tersebut. selain alat ini, diperlukan juga botol penghangat suhu yang diletakkan di dekat bed bayi. karena suhu tempat tidur bayi ada aturannya harus sepersekian derajat. jasa penyewaan ini juga menyediakan tempat duduk untuk mandi si ibu. nah untuk menyewa ini, kita harus kontak perusahaanya melalui website dan telpon. lalu barang-barang akan diantarkan dan dibantupasangkan di rumah oleh mereka.

selain membahas tentang alat-alat ini, kraamzorg yang datang ke rumah juga menjelaskan tentang tugas-tugas, jam kerja, juga biaya yang harus kita tanggung. seingat saya, mereka bekerja selama 50 sekian jam, dan 24 jamnya ditanggung oleh asuransi. sisanya kita bayar sendiri. per jamnya sekitar 4 euro. ia juga menjelaskan dalam satu hari kraamzorg akan bekerja selama berapa jam. sesuai pengalaman saya, kerja kraamzorg yang datang ke rumah waktu itu selama seminggu. tiga hari full dari jam 8 pagi sampai jam 5, kemudian dikurangi hingga hari terakhir cuma tiga jam-an.

kita juga diminta untuk mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan peralatan ibu dan bayi pasca-persalinan, seperti alas plastik, perban puser, termometer dll. kita bisa order ke website kraamzorg yang biasanya sudah dikemas satu paket peralatan maternitas. atau ada juga pihak asuransi yang menyediakan, jadi kita tinggal telpon dan bilang kita membutuhkan paket alat-alat tersebut. paket alat-alat ini juga dibedakan antara ibu yang akan melahirkan di RS dengan yang akan melahirkan di rumah. saya tidak tahu persis perbedaannya karena yang saya order waktu itu untuk persalinan di rumah sakit. kalau yang persalinan di rumah mungkin harus lebih lengkap lagi peralatannya.

ohya, melahirkan di rumah sudah biasa dilakukan oleh ibu-ibu di belanda. nanti begitu bidan ditelpon, ia akan datang ke rumah. saya sebelumnya ingin melahirkan di rumah. tapi karena kondisi bayi melintang dan suami belum tiba di belanda, saya putuskan untuk melahirkan di rumah sakit. selain itu, bidan atau dokter akan berusaha untuk membantu ibu melahirkan secara normal. misalnya kasus saya, meskipun bayi posisinya melintang, mereka melakukan cara untuk bisa melahirkan normal.

setelah semua pihak berwajib (hehe) sudah dihubungi, kita bisa melakukan kontrol rutin dengan tenang ke klinik bidan. pertama kali menghubungi biasanya kita diminta mengisi formulir, lalu akan dibuatkan janji kapan untuk mulai kontrol. usai kontrol pertama akan dibuatkan janji untuk kontrol selanjutnya. kita harus mengingat dan menepati janji ini. karena kalau lupa dan nggak datang akan kena denda hehe. kalau misalnya kontrol selanjutnya kita harus ke rumah sakit, nanti bidan yang akan menghubungi RS dan membuatkan janji. pokoknya di sini serba scheduling dan harus ditepati.

di ruang periksa RS waktu memutar posisi bayi

berbeda dengan di Indonesia, di belanda bidan atau dokter tidak akan memberikan vitamin atau obat untuk ibu hamil. mereka juga tidak pernah menganjurkan untuk minum susu hamil. waktu saya tanya tentang anjuran makanan dan minuman, jawaban bidan, banyak-banyak makan sayur dan buah. dalam memeriksa kandungan bidan tidak menggunakan USG. ia mendengarkan detak jatung dengan alat dengar detak jantung, meraba perut si ibu untuk memastikan posisi janin, dan mengambil darah untuk pemeriksaan jika dibutuhkan.

dari pemeriksaan darah itu kalau ditemukan misalnya kurang zat besi, bidan kemudian akan memberikan resep tablet zat besi untuk dibeli di apotik. jika ada masalah gula, kita akan dirujuk ke RS untuk bertemu ahli gizi yang akan membantu kita melakukan diet gula. waktu itu saya harus bolak-balik ke RS untuk masalah ini. padahal diagnosanya baru "potensi gula" karena ada turunan gula dari bapak saya. itu saja sudah diantisipasi sedemikian rupa dengan skema diet makanan bergula. saya bolak-balik untuk pengambilan darah, sebelum dan sesudah melakukan diet. sehari bisa diambil dua kali sesuai interval waktunya.

saya kontrol bidan satu kali sebulan. tapi kemudian menjadi dua minggu sekali, apalagi ketika menjelang hari perkiraan lahir dan kondisi janin masih melintang, saya jadi sering datang ke rumah sakit. kalau sudah hamil tua, yang harus dipegang adalah nomor telpon bidan atau gebortehuis (ruang bersalin) di RS, dan nomor kraamzorg untuk memberitahukan kalau sudah melahirkan. begitu ada tanda-tanda, segera hubungi nomor tersebut. untuk kasus saya karena tidak ada kontraksi dan akan dipacu, saya masih bisa menunggu. waktu saya telpon gebortehuis, mereka tidak ada kamar kosong yang tersedia dan meminta saya untuk telpon lagi esok harinya.

usai melahirkan, jika di rumah sakit dan tidak ada masalah, kita sudah dibolehkan pulang beberapa jam setelahnya. saya waktu itu melahirkan pukul 12 malam, esok harinya pukul 10 saya sudah pulang. lalu kraamzorg akan mulai bekerja pada hari pertama kita sampai di rumah. lain harinya lagi bidan akan melakukan pemeriksaan rutin kepada bayi juga ibunya. dan tak ketinggalan, huisart kita juga akan mengirimkan kartu ucapan selamat atas kelahiran bayi kita.

sepajang pengalaman saya merasakan hamil di belanda, entah ya, rasanya menyenangkan sekali. rasanya kehamilan itu suatu anugerah dan setiap orang yang saya jumpai ikut merasakan kebahagian mendapatkan anugerah ini. apalagi bidan dan para dokter. mereka bisa membuat saya yang hamil sendirian di negeri orang merasa tenang, aman, dan nyaman. sepertinya, mungkin karena semua sudah dipersiapkan dan dihandle oleh bagiannya masing-masing. saya tidak pusing dan was-was soal biaya, karena sudah diselesaikan oleh asuransi. saya tidak bingung soal keadaan saya, karena diagnosa dan tindakan mereka dilakukan berdasarkan pemeriksaan yang valid.

Continue reading...

29 January, 2016

2 comments 1/29/2016 11:23:00 PM

Berangkat ke Leiden

Posted by isma - Filed under ,
satu hal yang aku tahu tentang leiden pertama kali adalah tentang kotanya yang cantik, tenang, dan enak buat belajar. begitu cerita salah seorang mas senior yang sempat berkunjung ke sana. lalu muncullah gambaran-gambaran tentang kincir angin, kanal, dan sepeda. memang kayaknya bakalan asyik belajar dan tinggal di leiden. dan ketika ternyata nasib membawaku ke kota ini, aku tentu saja merasa senang dan bersyukur, mendapat kesempatan untuk mengalami sendiri kisah yang dituturkan oleh senior itu.


minggu, 24 januari 2016, pukul 15.00 wib, aku sudah siap di bandara adi sucipto. pertahanan diri agar tidak menangis sudah jebol ketika ibu, bulik, dan budhe melepas keberangkatanku di halaman rumah. mungkin mereka tidak tega melepas ibu hamil melakukan perjalanan sendirian. meskipun itu bukan alasan satu-satunya. siapa pun ketika dihadapkan pada perpisahan, apalagi mendengar 4 tahun masa studi, akan merasa sedih juga. aku juga merasa sedih apalagi waktu kak abiq dan dik atha berlomba menangis. waduh. aku berusaha untuk tegar. namun gagal juga ketika sudah masuk untuk check in, aku sesenggukan di tengah lalu lalang orang-orang. juga ketika di ruang tunggu, menunggu boarding. aku kehabisan tissue untuk menyeka air mata.

perjalanan jogja ke amsterdam airport menggunakan tiket langsung dan transit di soeta airport jakarta. jadi aku nggak perlu ambil bagasi dan check in lagi di jakarta. aku bawa ransel dan koper kecil ke kabin. waktu mau boarding di jogja, mungkin karena ukuran koper saya terlihat agak besar, petugas maskapai memintaku untuk menaruhnya di bagasi. tapi, tidak demikian untuk penerbangan jakarta ke amsterdam.

waktu transit lumayan lama, dari pukul 5 sore hingga 11 malam. simak dan adik-adikku sengaja menemuiku di bandara. sama seperti ketika aku akan berangkat ke hawaii. kami duduk menunggu sambil ngobrol di koridor lantai dua terminal. aku tidak tahu persis bagaimana perasaan simak waktu itu. tapi beberapa kali dia sempat memastikan, "jadi kamu sendirian di belanda, hamil begini?" atau "gimana nanti ya, di sana." haha aku juga masih tidak tahu akan bagaimana nanti. aku juga tidak menyangka akan hamil. ini benar-benar kejutan yang mau tidak mau harus dijalani.


tak berapa lama, beberapa teman yang juga akan berangkat ke belanda, berdatangan. mereka juga diantar oleh sanak keluarga. di antara kami, hanya aku yang masa studinya akan lama. sementara yang lain, karena ambil master, masa studi mereka sekitar satu tahun. mereka masih muda-muda dan penuh semangat. tidak seperti aku yang sudah "senja" dan sepertinya telat untuk sekolah lagi :D sekitar pukul 9 malam, simak dan adik-adikku pamit duluan, sementara aku masih harus menunggu karena pesawat delay hingga pukul 1 dini hari.

ketika tiba saatnya masuk ke ruang tunggu, rasanya seperti de javu. terakhir aku masuk ke ruang tunggu keberangkatan internasional tepat satu tahun yang lalu ketika akan ke leiden untuk conference. bedanya, waktu itu aku lebih santai karena hanya bepergian untuk lima belas hari. tapi kali ini, aku harus menunggu satu tahun untuk kembali lagi ke indonesia, paling cepat. beban kerjanya juga tentu akan berbeda. bayangan tentang tantangan menjadi mahasiswa PhD yang banyak digambarkan di komik-komik juga sudah membayang-bayang di kepala. menghapus bayang-bayang indah tentang suasana yang sempat aku dengar dari pengalaman seorang senior.

dan ketika suara pengeras suara mengumumkan para penumpang GA88 untuk segera boarding, seperti biasa, aku cuma bisa berbisik, terjadilah apa yang akan terjadi ...
Continue reading...

25 September, 2011

7 comments 9/25/2011 08:24:00 AM

keberuntungan yang 'sesuatu' banget' ...

Posted by isma - Filed under
aih, satu bulan absen cerita nih ...

anyway, liburan sudah selesai. aku sudah kembali lagi ke Hawaii, bergulat dengan tugas dan lepi, kadang semangat, sering juga aras-arasen. terhitung sejak 17 Agustus, kurang seminggu lebaran, aku bersama tiga temenku terbang ke tengah-tengah samudera pasific via Philippine. rute yang sama kami lalui ketika kami mudik pertengahan Mei yang lalu.

honolulu airport, mau mudik

Philippine airline menunya cocok di lidah indo ...

ngomong-ngomong soal perjalanan balik, ada cerita keberuntungan yang lucu sekaligus mendebarkan. bermula dari kebijakan Philippine airline (PAL) yang waktu mudik membolehkan kami membawa dua koper dengan berat @35kg, ples carry on dan backpack yang dibawa ke kabin. tentu dong, aku senang sekali, dan sudah siap dengan berbagai muatan untuk dibawa lagi ke hawaii. lumayan, dengan $100 bisa buat beli bahan bumbu dan sembako selama 1 tahun. aku bawa ketumbar, kemiri, bawang putih, bawang merah goreng, ikan asin, indomie, tauco, bumbu2 instant ... sabun dan shampo, odol sikat gigi, obat-obatan ... persis kayak mau buka toko. biar saja, daripada membayar mahal di hawaii, karena harganya bisa 3 kali lipat hehe.

tapi, tiba-tiba ada berita kalau kami hanya boleh membawa 23kg per koper. mulai deh, aku kalang kabut, dan berniat mengurangi muatan. tapi karena muatanku yang separo lebih sudah aku kirim duluan ke tempat adikku di jakarta, aku tidak ada pilihan selain hadapi dulu counter penimbangan, baru dikurangi muatan *gubrak*. akhirnya, terjadilah ada yang musti terjadi. di depan counter PAL, tak cuma aku, ketiga temenku juga membongkar koper masing-masing, untuk memenuhi prasyarat 23kg. punyaku lebih hampir 5kg dan aku sudah kebingungan mau dikemanakan kelebihan itu secara adikku sudah kembali ke rumah duluan, dan carry on juga back packku juga sudah penuh dengan buku-buku. secara aturan, dua tasku ini juga sudah melebihi muatan :(


manila airport, makan mie bersama

bersyukur alhamdulillah, si mbak lalu menginstruksikan kami untuk mengembalikan barang2 ke koper kembali, dan dinyatakan lolos timbang. tanpa menunggu, aku buru-buru merapikan koper dan yap. selamatlah dua koperku yang penuh muatan itu meluncur ke bagian bagasi. meski sempat heran, kenapa si mbak tiba-tiba berubah pikiran. "mungkin dia malu, karena kita ramai-ramai membuka koper di depan counter. takut orang-orang mengira kita diapa-apakan," begitu kata pak zul. aku senyum-senyum saja, sambil bersyukur dalam hati.

however, masih ada masalah lagi. carry on dan back packku juga melebihi muatan, apalagi ketika aku lihat, salah seorang temenku diminta menimbang dua tasnya yang dibawa ke kabin. mati deh! dan benar juga, tiba giliranku untuk menimbang koper kecilku. duh, bersyukur, beratnya 8kg -an, yang artinya tidak lebih banyak dari 7kg yang disyaratkan. lalu bagaimana dengan back packku? tempat semua buku-buku aku simpan. dijamin tak akan lolos timbang. kali ini aku diam saja, ranselku aku biarkan tetap di atas troli, dan memang posisinya agak di belakangku. hihi, aku kembali bersyukur, karena si bapak ternyata tidak memintaku menimbang ransel. alhamdulillah. selanjutnya, aku minta temenku yang hanya membawa satu ransel kecil untuk tukeran dengan ranselku yang besar. dengan demikian, aku yang membawa satu koper carry on dan ransel kecil punya temenku akan terlihat normal dan sesuai muatan.

sepanjang jalan, aku berdoa dan berdzikir, semoga diberikan kemudahan. karena ternyata begitu akan memasuki ruang tunggu, kembali ada petugas bersiaga. aku yang pertama kali melewati para petugas, dan selamat tanpa ada masalah. tapi begitu aku berjalan menuju tempat duduk, dua orang temanku yang berdiri di belakang tertahan. seorang teman diminta kembali ke counter karena tasnya terlihat melebihi muatan, dan tanpa label lolos muatan. sementara seorang lagi, terpaksa harus membayar satu harga bagasi, karena dia memang membawa tiga ransel. $100 melayang!

manila airport, setelah pemeriksaan minyak cendana hehe

ini benar-benar kejadian yang mendebarkan, dan bersyukur aku masih diberi keberuntungan. tapi, tidak pas di Manila airport. sebelum memasuki pesawat yang kedua, kembali ada pemeriksaan, kali ini malah sangat ketat. setiap tas dan kopper carry on dibuka satu-satu. dan, apes buat minyak cendana yang aku taruh di dalam koper. aku lupa meletakkannya di koper bagasi. dengan terpaksa, aku harus merelakan petugas memungutnya dan melemparkan benda mujarab buat pijetan itu ke tong sampah. Hiks! sayang sekali.
Continue reading...

18 September, 2008

6 comments 9/18/2008 02:26:00 PM

Mari Tersenyum...

Posted by isma - Filed under
pelatihan skenario: sakri dan nahwa. Aku masih culun...

sriwijaya: pas world book day 2007.
seneng aku lihat senyum gak ada beban ini.

sriwijaya: zaki dan ruslan. berasa seumuran mereka deh!

stand matapena: with hilma. senyum ala matapena.
Continue reading...

01 September, 2008

5 comments 9/01/2008 09:49:00 AM

Melepas Kangen II

Posted by isma - Filed under
“Kotak sandalnya sudah diganti, Mbak. Bagian pintunya,” jelas adiknya Uqi yang item manis. Tapi, tak mengurungkan niatku untuk membuka kotak nomor tiga dari kanan, baris pertama dan kedua. Seingatku, di antara kotak-kotak itulah jatah kotak sandalku, dan di bagian dalamnya aku sempat menulis, “Ndang boyong!” Hihihi. Penyakit lamaku selama di pondok adalah pingin cepet boyong alias keluar. Alasanku karena tidak kerasan. Tapi, anehnya tidak kerasan kok sampai tujuh tahun yak. Panteslah kalau kemudian aku jadi punya migrain akut karena memendam keinginan itu. Kesian deh!

Selesai berkangen-kangen dengan Jamilah 4, Uus ganti mengajakku ke Kompleks Masyitoh A, menengok adiknya. Posisi kompleks ini tepat di atas bangunan kamar mandi alias jeding, bagian penting yang selalu dikunjungi Ninik tiap ke Al-Fathimiyyah. Hehe. Njuk ngopo yo. Mengenang antri jeding sambil ngantuk-ngantuk ya. Apalagi kalau kepepet jam jama’ah dan harus buru-buru. Mandi bebek pun jadi biasa. Atau mengenang roan alias bersih-bersih. Tapi masih mending roan jeding daripada mbersihin sapiteng yak! Hehehe.


Aku dan Uus belum sempat mampir jeding, juga ke kamar Masyitoh A. “Eh, Us. Kamu nggak bawain adikmu jajan po?” bisikku tiba-tiba. Uus mengangguk, dan mengajakku ke kantin Ar-Roudhoh. Tapi, karena jajanannya tidak lengkap, aku mengajaknya ke warung Kang Madi. “Masih ingat Kang Madi ya, Mbak. Sekarang yang jualan sudah ganti,” Uus tertawa. Dan, dari gedung sekitaran kamar mandi, kami menuju warung Kang Madi.

Kang Madi itu penjaga warung di kantin kompleks Al-Amanah. Warung itu dulu anggaplah sebagai warung grosir segala kebutuhan santri. Dari permen, sabun, sampai afdruk foto. Eh iya, jangan heran kalau aku narsis dan banci foto hehe. Jaman belum ada camera digital, biasanya aku dan mbak-mbak di kamarku iuran beli rol film untuk foto-foto. Satu bulan mesti adalah gerakan narsis bersama ini. Dan, Kang Madi menyediakan rol film sekaligus jasa mengafdrukkannya ke pasar Jombang.

Warung ini posisinya berdekatan dengan kantor LPS alias markas bulletin Insaf yang di komen di bawah itu disinggung-singgung sama Ninik. Kalau malam-malam kelaparan gara-gara lembur bulletin, warung Kang Madi adalah lumbung untuk cari camilan. Tentunya Nico, aku ingat malam di mana aku main drama jadi pacarmu yak, pas jumpa fans Insaf di depan mushala. Aku punya fotonya kok. Bareng Noqilah, Yulia Fitrin, Kokom, Aroh... hahaha kangen aku!


Dari warung Kang Madi, aku ngajakin Uus untuk showan Neng Ida. Puteri Yai Jamal ini termasuk motor dan konsultan penerbitan di Al-Fathimiyyah. Ngobrol dengan Neng muda ini rasanya tak ada habisnya. “Saya tuh senang Mbak kalau ada teman ngobrol gini. Jadi semangat lagi,” jelas Neng Ida. Makanya, dia absen ngimami demi kesempatan yang katanya tidak tiap hari ini. “Nak, bilangin Mbak-Mbak ya, suruh ngimami. Ibu ntar jamaah sama Mbak Ndalem aja.”

Neng Ida banyak bercerita tentang Abah dan Gus Kholik yang produktif menulis. Uus bercerita tentang kegiatannya di dunia dakwah juga buku-buku yang sudah ia tulis, sementara aku menimpali dan menjawab soal penerbitan dan perbukuan yang ia tanyakan. Obrolan itu seperti tak akan berakhir kalau saja tidak karena waktu shalat maghrib yang semakin bergerak ke waktu isya’. “Coba ya kita bisa rutin reunian seperti ini. Sama Ninik, juga alumni-alumni yang lain,” Neng Ida mengusulkan. Aku dan Uus juga setuju saja usulan itu, meskipun realisasinya just wait and see... maklum, agak ribet juga kalau urusan mengumpulkan orang dengan seabreg kegiatan masing-masing.

Selesai shalat maghrib di kamar Masyitoh A, aku dan Uus ke Ndalem Barat, showan Bu Salma. Lumayan lama juga kami harus menunggu, sambil was-was memperhatikan pergerakan jarum jam di dinding. Karena, kami masih harus kembali ke Tebuireng, apakah dengan angkot atau transportasi apa kami belum tahu. Alhasil kami tidak bisa ngobrol berlama-lama dengan Bu Salma. Sekitar sepuluh menit berbincang, kami pun mohon pamit.

Ternyata benar saudara. Aku, Uus, dan Mila kehabisan angkutan menuju ke Tebuireng. Sudah jam 07.30 malam. Alternatifnya, bertiga kita naik satu becak, turun di ringin contong. Bapak becaknya kuat juga yak. Ndorong tiga orang gendut-gendut. Terutama aku yang sudah ibu-ibu dengan BB 50kg. Weeeeks! Pantesan si Bapak menolak dikasih 15rb. Maunya 20rb. Hehe. Tapi, sampai ringin contong, ternyata bus yang menuju ke Malang sudah habis. Dan, mau tidak mau kami bertiga ngojek dua motor. Satu motor cenglu, alias bonceng dobel, satunya lagi sendirian. Capek boooow, pas giliran aku didobel sama Uus hehe.

Tapi, tak mengapalah. Lagipula jarak menuju Tebuireng tidak terlalu jauh. Buktinya aku, Uus, dan Mila meskipun tak memakai helm, aman-aman saja dari Pak Polisi. Lho! Apa hubungane? Entahlah. Yang jelas perjalanan malam dengan ojek itu mengakhiri lawatanku ke Tambakberas. Masih kurang puas sebenarnya, belum sowan ke Yai Sulton, main ke MTs Plus, ke Muallimat, ke Yu Nur... Belum juga dapat nomor kontak Mbak Lilik Gresik yang sempat diceritakan sama Bu Salma... Hai, piye kabare Reeeek! Yah, lain waktu semoga masih ada kesempatan. Amiiin.
Continue reading...

28 August, 2008

6 comments 8/28/2008 02:48:00 PM

Melepas Kangen I

Posted by isma - Filed under
Sekian tahun aku tak lagi berkunjung ke Tambakberas. Tepatnya ke Pondok Pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum. Biasanya masih ada kegiatan semacam pelatihan tulis-menulis, tapi praktis setelah menikah aku tak lagi ikut ambil bagian dalam acara itu. Kalau dihitung-hitung ada tiga tahunan aku tak lagi menginjakkan kaki di bumi almamaterku itu. Terakhir road show Matapena tahun 2005.


Sampai, pada tanggl 22-23 kemarin, ketika ada undangan untuk mengikuti acara Halaqah Kebudayaan Pesantren di Tebuireng, aku berkesempatan melepas kangen ke Tambakberas bareng sama Uus, anak Bumiayu yang juga peserta halaqah dan ternyata alumni Al-Fathimiyyah tahun 2002.

Sore usai pembukaan halaqah, aku dan Uus ngangkot menuju Tambakberas. Aroma khas sungai yang manis karena limbah pabrik gula, mengiringi perjalanan kami. Di dalam angkutan aku mendengar perbincangan khas Jombang yang keras dan lantang. Aku jadi tersenyum, teringat logat bicaraku yang kurang lebih seperti itu. Sebelum kemudian berganti menjadi logat Jogja yang ndono-ndene.

Sampai di pasar, kami ganti angkot warna hijau yang ternyata ngetemnya lumayan lama. Aku sempat mengeluh, karena waktu kami tak banyak. Jika berlama-lama, bisa ketabrak waktu maghrib, dan kami tidak tahu harus naik angkutan apa untuk kembali ke Tebuireng. Perlahan angkot kedua yang kami tumpangi pun berjalan, sesekali berhenti untuk menaik-turunkan penumpang. Aku benar-benar menikmati perjalanan sore itu. Perjalanan menuju lepas kangen yang terpendam bertahun-tahun.


Di depan pintu gerbang Bahrul Ulum, kami turun. Berasa seperti santri yang akan kembali ke pondok. Secara aku dan Uus memakai bawahan rok selain jilbab tentunya, kostum khas pasa santri. Melangkah di jalanan Bahrul Ulum, pandanganku langsung tertuju pada gedung sekolah Tsanawiyah. MTs Bahrul Ulum. Tiga tahun aku belajar di sana. Sekarang sudah berganti menjadi MTs Plus Bahrul Ulum. Sayang, sudah sore. Tidak bisa sekadar mampir dan menampakkan perubahan wajahku. Isma yang imut sekarang sudah ibu-ibu.


Perubahan kedua, sisi kanan kiri jalan sekarang tak ada lagi jeda tanah. Penuh oleh toko kebutuhan sehari-hari. “Ini kan warung puteri solo itu ya?” aku mengingat-ingat. “Iya, Mbak.” “Ah, tapi masak sih...,” aku masih ragu. Ahh, kalau saja tidak kepancal sore, ingin sekali aku mencicipi rujak cingur puteri solo yang legit pedas. Kami menjuluki penjualnya dengan puteri solo karena memang gerak-geriknya yang lemah gemulai.

Sebelum ke Al-Fathimiyyah, mampir dulu ke rumah Mila, penulis Ning Aisya. Janjian, kalau dia mau ikutan ke Tebuireng malam itu bareng kami. Lalu, mampir ke warung Mbak Sus. Hai, perempuan ibu-ibu itu tetap saja cantik dan putih. Hampir tak ada perubahan pada dirinya. Waktu aku dan Uus mengatakan itu, dia tersipu-sipu. “Masak sih, Mbak?” Hihi. Aku berharap mendapat diskon harga gula teh untuk pujian kami, ternyata tidak. Hihi. Ada-ada saja.

Melewati warung Mbak Sus, mataku tertuju pada kantor KAMTIB alias keamanan dan ketertiban dan KPM BU (Kelarga Pelajar Madrasah Bahrul Ulum). Kalau KABTIB, aku nyaris tidak ada kenangan.

Tapi di KPM BU, aku jadi teringat Mbak Ida dari Bojonegoro, Cak Munib dari Paciran... mereka partnerku di Majalah Dinding LANA. Hai, where r u, and how r u... Kenangan lucu dan seru ala santri tiba-tiba hadir. Komunikasi antarkru putera dan puteri bisa dilakukan lewat surat, dan baru esok harinya aku dan Mbak Ida ngecek balasan. Tidak cuma soal LANA, ada juga urusan bikin album kenangan. Karena kebetulan krunya sama, jadi sekalian aja surat-suratannya di KPM-BU. Hihi... antik deh!


Ini gedung MI. Aku tak ada kenangan dengan gedung ini selain sebagai gedung tempat lomba-lomba ketika jelang Haflah pesantren, nonton film Rabiah al-Adawiyah, dan tempat aku praktik ngajar di akhir sekolahku di Muallimat. Eh, ada lagi. Aku teringat Titin, adikku dari Jember yang tidak tahu bagaimana rimbanya sekarang. Dia sekolah di gedung itu, dan biasanya kita akan berpapasan pas jam istirahat. Miss u, Diiiik...

Dan, sampailah aku dan Uus di pintu gerbang Al-Fathimiyyah. Di pintu gerbang ini aku dulu biasa menerima wesel dan paket dari rumah. Gerbang ini jadi pintu utama mobilitas santri, masuk dan keluar pesantren. Gerbang ini juga sempat aku tuliskan di Jerawat Santri, sebagai tempat menunggu teman-teman Una sebelum berkegiatan Posyandu di kampung penduduk.

Dulu, jaman aku masih mondok, gerbangnya belumlah sebagus itu. Masih berupa pintu kecil. Itu pun cuma pintu luar saja. Sementara sekarang, setelah gerbang ini, masih ada gerbang lagi yang menuju ke asrama puteri. Sejak kapan, aku sendiri tidak tahu persis.


Memasuki AL-Fathimiyyah, tujuan pertama kami sebenarnya sowan Bu Salma. Tapi, pengasuh kami itu sedang tidak ada di tempat. Aku pun mengajak Uus untuk mampir ke kamar Al-Jamilah 4. Kamar yang kutempati selama hampir 7 tahun di pesantren. Dan, sampai 2008 pun ternyata tak ada perubahan yang berarti. Selain pergantian para penghuninya. “Bisa ketemu ketua kamar?” Ini kalimat pertama yang kutanyakan. Aku bingung mau ketemu siapa. Secara aku sudah tidak lagi punya kenalan ataupun saudara.


“Mbak siapa?”
“Mmm... alumni. Ada yang dari Pekalongan?” tanyaku kemudian.
Dan, mereka pun tergopoh-gopoh menggelar selimut untuk aku duduk. Dengan wajah sumringah mereka duduk melingkar. “Ini adiknya Mbak Umi Hanik, Anis,” salah seorang dari mereka memperkenalkan temannya. “Ini Anis? Dulu masih dua tahun lho. Walah-walah... wis gede,” aku terkaget-kaget. “Kalau ini adiknya Mbak Ulum, Eva.” Kembali aku membelalak. “Kalau ini adiknya Uqi, ponakannya Mbak Zum... ini juga...”

Hmm... aku mengangguk-angguk sambil melebarkan senyum. Benar-benar seperti terlempar ke beberapa tahun silam. Aku mencari-cari dan mengingat-ingat posisi almari kecilku, juga kotak sandalku. Kaca besar itu juga masih terpasang kokoh di dinding. Tulisan Sunan Kalijaga juga tetap tak terhapus. Aku resapi setiap lekuk bangunan kamar lamaku itu penuh rasa. Paling tidak aku coba menyatakan semua mimpi yang bercerita tentang masa-masa indah dan sedihku di pesantren, mimpi yang sampai sekarang kadang masih menemani malam-malamku....

To be continued
Continue reading...

18 January, 2008

6 comments 1/18/2008 11:40:00 AM

Si Manis dan Puteri Ayessa*

Posted by isma - Filed under



Si Manis adalah nama seekor kelinci yang berbulu putih bersih. Ia tinggal di sebuah taman istana raja Syahrazad yang sangat luas. Setiap pagi, bersamaan dengan terbitnya sang mentari, si Manis berlari-lari mengitari taman yang penuh dengan beraneka macam bunga yang berwarna-warni. Sesekali ia melompat tinggi-tinggi menghindari lemparan bola Ayessa, puteri raja yang berumur hampir 7 tahun, yang datang menyusul untuk bermain-main dengannya.

Si Manis tak pernah berwajah murung atau sedih. Bibirnya tak pernah lupa untuk tersenyum, memamerkan deretan gigi-gigi kecilnya yang putih. Atau suara gelak tawanya tak akan lupa diperdengarkan ke telinga puteri Ayessa, setiap kali mereka bemain bersama. Bulu-bulu putihnya juga selalu tampak berseri-seri, akan terasa lembut dan licin jika dibelai. Lihatlah matanya, yang kecil runcing berwarna putih dengan bulatan hitam di tengahnya, pasti ia akan bergerak jenaka membuat gemas setiap tatapan yang memperhatikannya.

Si Manis memang benar-benar kelinci yang manis. Pantas saja jika ia sangat disayang, tidak hanya oleh keluarganya yang terdiri atas ayah, ibu, dan kakaknya, tetapi juga oleh seisi istana, terutama sang Puteri.

Namun, pada suatu hari si Manis tampak lain dari biasanya. Ia duduk termenung di pinggiran taman. Wajahnya tertunduk lesu. Bibirnya terkatup mungil dengan mata menekuni rerumputan tempat kaki-kakinya berpijak. Padahal sang mentari belum sepenuhnya menampakkan diri. Artinya, sebenarnya masih banyak waktu tersedia bagi si Manis untuk bergembira seperti biasanya. Tetapi tidak hari ini.

Tiba-tiba seorang tukang kebun datang mendekatinya.
“Hai, Manis. Kenapa bersedih? Sudah tiga hari belakangan ini kuperhatikan kamu tampak berbeda dari biasanya.”
Si Manis masih tetap pada sikapnya semula. Ia bergeming.
“Ayolah, ceritakan kepadaku ada masalah apa. Ada baiknya rasa sedih itu jangan kamu pendam seorang diri. Jika begitu, apa gunanya sahabatmu yang tua renta ini, Manis,” rayu si tukang kebun.

Beberapa saat si Manis tetap diam. Namun tak lama kemudian, si Manis mulai bersuara. “Sudah tiga hari ini sang Puteri tidak bermain bersamaku,” ucap si Manis dengan suara parau. “Aku jadi sedih.”

Si tukang kebun tampak mengerutkan keningnya. Memang benar kata si Manis, dia pun tidak lagi melihat puteri Ayessa berlarian bersama si Manis tiga hari ini. Apakah ia sakit? Tapi siapa pun pasti akan mendengar berita itu. Atau sedang keluar kota? Juga tidak ada kabar tersiar kalau keluarga baginda sedang pergi.
“Kamu sudah cari tahu kenapa?”

Si Manis menggeleng, lalu berkata: “Belum. Tapi aku yakin sang Puteri pasti sudah bosan denganku. Aku tak lagi menarik untuk dijadikan teman.”
“Eh, Manis,” kata tukang kebun menyela, “jangan berpikiran seperti itu. Belum apa-apa kok sudah berprasangka jelek. Itu tidak baik. Siapa tahu sang Puteri sedang ada urusan tertentu. Kenapa kamu tidak coba cari tahu?”
“Siapa sih aku ini!” tanya si Manis seolah mengejek dirinya sendiri. “Aku hanya seekor kelinci, mana bisa masuk ke dalam istana.”

Kali ini si Manis benar-benar tertunduk sedih. Matanya redup dan lamat-lamat ada genangan air di pelupuknya. Si Manis hampir menangis.
“Aduh, Manis. Sepertinya kamu tidak lagi bisa melihat betapa manisnya dirimu. Padahal sebenarnya banyak teman-temanku iri melihat kamu begitu akrab dengan sang Puteri. Kalau kamu tidak istimewa, kenapa sang Puteri mau bermain denganmu?”
Sebelum si Manis menimpali, tukang kebun menambahkan: “Kamu kelinci yang baik dan menyenangkan. Itulah kenapa sang Puteri menyukaimu. Kamu adalah sahabat sang Puteri, dan karena itu kamu berhak masuk ke dalam istana, untuk menanyakan bagaimana keadaan sahabatmu itu.”

Si Manis masih tertunduk. Dia hanya mendengarkan saja kata-kata si tukang kebun, dengan kedua telinganya yang berwarna putih kemerahan.
“Kamu harus percaya diri. Karena aku yakin raja dan pengawalnya tidak akan melihat apakah kamu kelinci atau manusia, tetapi bagaimana kamu bersikap dan berbicara baik di depan mereka. Sungguh aku berkata benar.”
Si tukang kebun sudah cukup banyak berbicara. Dan melihat si Manis yang hanya diam, dia pun akhirnya bersiap-siap untuk pergi, untuk kembali bekerja. Tetapi, di luar dugaan, sebelum dia berdiri, si Manis mengangkat kepalanya, dan bertanya: “Betulkah begitu?”

Tukang kebun mengangguk sambil tersenyum. Sepertinya si Manis berhasil memahami kata-katanya. Dan tanpa menunggu lama, si Manis pun melesat pergi meninggalkan tukang kebun setelah mengucapkan terima kasih kepadanya. Ia berniat menemui puteri Ayessa di istana.

Sebisa mungkin si Manis menjaga sikap dan kata-katanya agar sang raja dan pengawalnya berkenan menerimanya. Dan memang benar apa yang dikatakan oleh tukang kebun, akhirnya si Manis diizinkan untuk menemui sang Puteri.
“Maafkan aku, Manis,” kata sang Puteri ketika menemui si Manis di kamarnya. “Hari ini adalah hari di mana aku genap berusia tujuh tahun. Dan setelah hari ini, setiap pagi aku harus mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru-guru istana. Jadi aku tak bisa lagi berkeliling taman di pagi hari,” jelas sang Puteri.

Si Manis mengangguk-angguk tanda maklum. Kemudian ia mohon diri, tentu dengan hati sedih karena esok ia tak bisa lagi bermain-main dengan sang Puteri. “Aku dan sang Puteri memang berbeda,” ratapnya dalam hati.

“Mau kemana kamu, Manis?” tanya sang raja.
“Hamba mohon pamit, Baginda. Terima kasih baginda sudah mengizinkan hamba untuk menemui sang Puteri. Semoga sang Puteri selalu bahagia.”
Dan si Manis siap beranjak, namun…
“Kamu kelinci yang baik dan hebat,” kata sang raja. “Kedatanganmu ke istana menunjukkan betapa kamu peduli kepada Ayessa, puteriku. Tinggallah di sini, Manis. Puteriku pasti akan menerimamu dengan senang hati.”

Si Manis tercengang. Antara percaya dan tidak, ia mendengar kata-kata baginda. Belum selesai ia dengan rasa bingungnya, sang Puteri sudah meraihnya ke dalam pelukan, sembari berkata: “Terima kasih, Ayahanda. Ini benar-benar hadiah ulang tahun yang sangat istimewa buat nanda.”

Si Manis tak tahu harus berkata apa. Tetapi matanya yang indah itu tampak berbinar bahagia. Tentu saja, ia bahagia karena ternyata sang Puteri tetap menyayanginya. Memang, seharusnya ia tak berprasangka buruk. Akhirnya, si Manis pun tetap bersahabat dengan sang Puteri untuk selama-lamanya.


__________________________________

*Beberapa hari ini aku iseng-iseng membuka file lama yang tersimpan di server. Tidak dinyana aku banyak meyimpan cerpen, baik yang masih bakal atau yang sudah jadi. Hihi. Lucu juga rasanya, pas aku membaca kembali tulisan lamaku itu. Karena aku sudah lupa bagaimana jalan cerita dan endingnya. Jadi seperti membaca tulisan orang.

Ini tulisan tanggal 15 Januari 2004. Contoh cerita buat teman-teman Oegi Studio. Dan, karena cerpen itu memang hanya jadi koleksi pribadi dalam arti belum dipublikasikan, tak ada salahnya aku posting saja di sini. Siapa tahu ada yang ingin membaca... hehe :) Hepi wiken semua...
Continue reading...