modurodam |
Pesawat
Air Asia QZ8501 yang jatuh sekitar satu-dua minggu sebelum saya berangkat, membuat
perjalanan saya kali ini, dari tanggal 5-21 Januari 2015, menjadi penuh kekhawatiran. Apalagi saya naik maskapai
penerbangan Air Asia juga untuk rute Yogyakarta—Kuala Lumpur, ditambah rute
penerbangan selanjutnya yang lumayan panjang dan mendebarkan. Dari Kuala
Lumpur, transit di Pudong China, dan dilanjut ke Amsterdam. Terbaca konyol
memang, tapi untuk sebuah petualangan, perjalanan saya ini tetaplah
mengasyikkan. Apalagi negara tujuan saya adalah Belanda, negara yang akan saya
catat sebagai negara pertama di Eropa yang saya singgahi.
Saya pernah
bermimpi menapakkan kaki di Amsterdam, dan para sore yang sudah gelap itu mimpi saya
terkabulkan. Pesawat KLM mendarat dengan selamat si bandara Schiphol. Mbak Erna
sudah menunggu kedatangan saya lengkap dengan kostum dinginnya. Ia juga yang
mengantar saya ke Leiden, kota cantik di mana saya mengikuti workshop di KITLV
bersama para penulis paper yang lain dari mancanegara. Saya sempat merasa
minder karena mereka semua dosen yang sudah menyelesaikan atau tengah menjadi mahasiswa
PhD. Tapi, di sisi lain saya merasa aman dengan kualitas bahasa dan tulisan
saya, karena saya bisa menjawab, maklum kan belum PhD haha.
Saya
senang karena paper saya dibaca dan direview oleh Pak Martin Bruinessen dan Bu
Mirjam. Pak Martin dengan detil menjelaskan konteks penulisan tema paper saya,
mengulas, dan mengajukan pertanyaan. Saya terpesona, melihat bagaimana ia bisa
bicara lebih fasih dari penulisnya. Saya sampai hanya bisa bergumam, yap, that’s
what I mean, what I want. Mungkin karena pembahasan paper saya mendapat urutan
pertama dan di hari pertama workshop, saya sampai kuwalahan meresponse
pertanyaan dari partisipan. Mereka masih penuh energy untuk berdiskusi. Tapi
saya bersyukur juga, karena itu artinya mereka masih punya banyak kesabaran
untuk mendengarkan kalimat-kalimat saya yang meluncur bak siput di atas tanah
yang becek. Pelan-pelan. Ya maklum, kan belum PhD.
Hari-hari
setelah workshop adalah hari-hari untuk eksplorasi Belanda. Meski
sebentar-sebentar, saya menapakkan kaki juga di Denhaag, Utrecht, dan
Maastricht. Erda dan suaminya menemani saya ke Volundam, tempat wisata yang
biasa para pelancong berfoto kostum dan menikmati ikan mentah; melihat-lihat
suasana malam Amsterdam; berfoto-foto di Modurodam yang memamerkan versi kecil
kota Belanda dan di Utrecht centrum. Selain bertemu Erda, saya bertemu Ibu
Kartini dan Pak Warren beserta Bu Elli, para orang tua angkat Mbak Kiki. Saya
menginap di rumah mereka. Mereka warga negara Belanda, tapi berdarah daging
Indonesia.
Tapi,
satu yang membuat saya merasa belum lengkap berkunjung ke Belanda pada saat
musim dingin. Yap, salju. Haha. Ini bukan berarti suasana salju lebih indah dari
suasana hujan di Jogja. Atau saya akan bangga sudah punya foto guling-guling di
pelataran salju. Bukan. Alasannya simpel saja, saya ingin membuat orang-orangan
salju hehe. Sesuatu yang tidak bisa saya lakukan di Jogja. Meskipun tidak
benar-benar bisa membuat orang-orangan salju, saya bisa melihat langsung hujan
butiran es di Maastricht dan menyentuh pasir salju yang lembut di perbatasan
Belanda, Belgia, dan Jerman. Cukuplah untuk kunjungan kali ini. Cukup sebagai
syarat hehe. Semoga lain waktu bisa benar-benar berseluncur dengan
orang-orangan salju.
touching snows |
3 comments:
kalau aku pun bertemu dengan salju dibelanda selain samaaaa pengen buat boneka salju aku pun akan jingkrak, guilng2an kegirangan hihihi..
Jadi pengin ke Belanda deh... cuma pengin sentuh salju XD
==> winda puspita
hehe sama ya mak, abis di indo nggak ada sih ya ...
==> sari widiarti
ayo ayo mak, cantik sekali. dipasin aja pas winter. sayangnya saya kemarin, saya sampai indo, salju baru turun hehe
Post a Comment