25 January, 2015

3 comments 1/25/2015 01:00:00 PM

Sepekan di Belanda

Posted by isma - Filed under ,
belanda
modurodam
Pesawat Air Asia QZ8501 yang jatuh sekitar satu-dua minggu sebelum saya berangkat, membuat perjalanan saya kali ini, dari tanggal 5-21 Januari 2015, menjadi penuh kekhawatiran. Apalagi saya naik maskapai penerbangan Air Asia juga untuk rute Yogyakarta—Kuala Lumpur, ditambah rute penerbangan selanjutnya yang lumayan panjang dan mendebarkan. Dari Kuala Lumpur, transit di Pudong China, dan dilanjut ke Amsterdam. Terbaca konyol memang, tapi untuk sebuah petualangan, perjalanan saya ini tetaplah mengasyikkan. Apalagi negara tujuan saya adalah Belanda, negara yang akan saya catat sebagai negara pertama di Eropa yang saya singgahi.

Saya pernah bermimpi menapakkan kaki di Amsterdam, dan para sore yang sudah gelap itu mimpi saya terkabulkan. Pesawat KLM mendarat dengan selamat si bandara Schiphol. Mbak Erna sudah menunggu kedatangan saya lengkap dengan kostum dinginnya. Ia juga yang mengantar saya ke Leiden, kota cantik di mana saya mengikuti workshop di KITLV bersama para penulis paper yang lain dari mancanegara. Saya sempat merasa minder karena mereka semua dosen yang sudah menyelesaikan atau tengah menjadi mahasiswa PhD. Tapi, di sisi lain saya merasa aman dengan kualitas bahasa dan tulisan saya, karena saya bisa menjawab, maklum kan belum PhD haha.

Saya senang karena paper saya dibaca dan direview oleh Pak Martin Bruinessen dan Bu Mirjam. Pak Martin dengan detil menjelaskan konteks penulisan tema paper saya, mengulas, dan mengajukan pertanyaan. Saya terpesona, melihat bagaimana ia bisa bicara lebih fasih dari penulisnya. Saya sampai hanya bisa bergumam, yap, that’s what I mean, what I want. Mungkin karena pembahasan paper saya mendapat urutan pertama dan di hari pertama workshop, saya sampai kuwalahan meresponse pertanyaan dari partisipan. Mereka masih penuh energy untuk berdiskusi. Tapi saya bersyukur juga, karena itu artinya mereka masih punya banyak kesabaran untuk mendengarkan kalimat-kalimat saya yang meluncur bak siput di atas tanah yang becek. Pelan-pelan. Ya maklum, kan belum PhD.

volundam, dutch costum
Hari-hari setelah workshop adalah hari-hari untuk eksplorasi Belanda. Meski sebentar-sebentar, saya menapakkan kaki juga di Denhaag, Utrecht, dan Maastricht. Erda dan suaminya menemani saya ke Volundam, tempat wisata yang biasa para pelancong berfoto kostum dan menikmati ikan mentah; melihat-lihat suasana malam Amsterdam; berfoto-foto di Modurodam yang memamerkan versi kecil kota Belanda dan di Utrecht centrum. Selain bertemu Erda, saya bertemu Ibu Kartini dan Pak Warren beserta Bu Elli, para orang tua angkat Mbak Kiki. Saya menginap di rumah mereka. Mereka warga negara Belanda, tapi berdarah daging Indonesia.

Tapi, satu yang membuat saya merasa belum lengkap berkunjung ke Belanda pada saat musim dingin. Yap, salju. Haha. Ini bukan berarti suasana salju lebih indah dari suasana hujan di Jogja. Atau saya akan bangga sudah punya foto guling-guling di pelataran salju. Bukan. Alasannya simpel saja, saya ingin membuat orang-orangan salju hehe. Sesuatu yang tidak bisa saya lakukan di Jogja. Meskipun tidak benar-benar bisa membuat orang-orangan salju, saya bisa melihat langsung hujan butiran es di Maastricht dan menyentuh pasir salju yang lembut di perbatasan Belanda, Belgia, dan Jerman. Cukuplah untuk kunjungan kali ini. Cukup sebagai syarat hehe. Semoga lain waktu bisa benar-benar berseluncur dengan orang-orangan salju.

touching snows 
 Saya kembali ke Jogja melewati rute perjalanan yang juga tak kalah panjang. Eits, tidak usah protes atau bertanya kenapa. Ini sudah terlanjur terjadi. Saya transit di Beijing dan bermalam di Guongzu China. Tiba di Kuala Lumpur, berlanjut ke Singapore untuk berkunjung ke rumah Pak wo. Fiuh! Capeknya lumayan. Tapi seru, mengamati bangunan-bangunan kota yang berbeda, dari bentuk cantik semacam kastil di Belanda, bangunan khas China, lalu Singapore yang cenderung modern dengan sentuhan Melayu. Dari bahasa Belanda, China, lalu Singlish. Di Belanda saya harus berkali-kali mengatakan saya tidak bicara bahasa Belanda. Di China saya sering mendengar orang mengatakan, no English, no English, lalu bingung ke mana harus bertanya. Dan di Singapore saya jadi suka menambah kata “lah” sebagai akhiran. Haha, benar-benar dunia yang plural!

3 comments:

winda puspita said...

kalau aku pun bertemu dengan salju dibelanda selain samaaaa pengen buat boneka salju aku pun akan jingkrak, guilng2an kegirangan hihihi..

sari widiarti said...

Jadi pengin ke Belanda deh... cuma pengin sentuh salju XD

isma said...

==> winda puspita
hehe sama ya mak, abis di indo nggak ada sih ya ...

==> sari widiarti
ayo ayo mak, cantik sekali. dipasin aja pas winter. sayangnya saya kemarin, saya sampai indo, salju baru turun hehe