14 March, 2013

3 comments 3/14/2013 03:59:00 PM

Kak Shinfa dan Marah-Marah

Posted by isma - Filed under
Kak Shinfa suka sekali marah. Kalau sudah marah, Kak Shinfa akan bungkam seribu bahasa. Matanya yang kecil akan menatap tajam, dengan bibir mengerucut. Ada saja yang membuat Kak Shinfa marah. Dari hal yang sederhana, misalnya mandinya tidak bareng Dik Atha, sampai yang serius seperti minta dibeliin sesuatu, tapi kelupaan. Saking seringnya, ibarat dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, Kak Shinfa selalu marah.


Biasanya aku bertanya sama kakak, "Kalo diam begini, kakak marah ya. Kakak marah kenapa?" Kadang Kak Shinfa menjawab, dengan suara ditekan dan tidak jelas. Tapi, kadang cuma melirik tajam atau menutup muka. Jadi bingung. "Ibu minta maaf ya, sudah bikin Kakak marah." Tetap saja tidak ada jawaban.

Sampai akhirnya, suatu malam, aku baru pulang dari kerja. Kakak marah-marah, karena apa ya, aku lupa. Usai shalat mmaghrib, Kakak masih saja manyun. "Kakak kok marah terus ya. Kayaknya kalau ada Ibu, kakak selalu deh marah. Ibu takpergi saja po?" pancingku, menunggu reaksi Kak Shinfa. Dia berteriak, "Enggak." "Kalau enggak, kenapa diam begitu. Kakak nggak capek po marah terus begitu. Ibu yang lihat saja capek."

Aku pura-pura pakai celana dan jaket, seperti mau pergi. Kak Shinfa langsung saja menarik tanganku sambil nangis. "Ibu jangan pergi." Aku diam saja, sambil menarik jilbab dari gantungan. Kak Shinfa menangis kencang. "Kakak marah terus sih. Ibu jadi takut kalau di rumah, dimarahi Kakak terus." Kak Shinfa langsung teriak, "Enggak. Enggak," sambil menarik tanganku. "Kak Shinfa coba deh janji enggak akan marah-marah," kataku melunak. Kak Shinfa menganggung-angguk. "Coba itu janjinya ditulis, ditempel ya di dinding."

Tanpa banyak komentar, Kak Shinfa langsung mencari kertas dan menulis: Aku janji nggak akan marah-marah lagi. Nggak akan iri lagi. Membaca tulisan itu, aku tersenyum. Dalam hati aku berharap, ini akan berhasil mengatasi marah-marah Kak Shinfa. Dan, ternyata berhasil. Kak Shinfa selalu memegang janjinya. Setiap kali ada tanda-tanda marah, aku bilang, "Ayo, ingat janji Kakak nggak akan marah-marah?" Lalu Kak Shinfa akan tersenyum malu, "Aku tu nggak marah, aku ngantuk."

Kayak kemarin waktu dia ditinggal di rumah bareng sama sepupunya, karena aku dan ayah mengantar Dik Atha untuk tes penjajagan masuk Kelompok Bermain. Dari sekolahan, kami langsung ke lokasi rumah baru, lalu mmencari bed untuk Kak Shinfa. Praktis hampir seharian, dan begitu sampai rumah, Kak Shinfa sudah manyun. Aku buru-buru minta maaf, dan menjelaskan kenapa perginya seharian. Meskipun Kak Shinfa menangis, tapi dia mau menjelaskan kenapa dia marah dan menangis, dan itu pun tidak berlangsung lama.


Selain "curhat" verbal, Kak Shinfa juga sudah bisa curhat dengan tulisan. Awalnya tanpa sengaja aku menemukan tulisannya di lantai, cerita tentang dirinya. Aku pikir, bagus juga kalau Kak Shinfa aku biasakan menulis. Sampai suatu ketika, Kak Shinfa uring-uringan. Aku tanya, katanya tidak kenapa-napa. "Eh Kak, coba deh kakak cerita di buku ini ya." Taunya, langsung bersambut. Kak Shinfa menuliskan pengalaman kacaunya di sekolah. Tentang temannya, Iesa, yang suka mengejeknya dan membuatnya sebel ples uring-uringan. Meskipun cuma tiga kalimat, tapi asyik sekali membacanya.

Jadi sekarang, kalau melihat Kak Shinfa uring-uringan, aku tinggal bilang, "Diarynya ditulis dulu gih ... "

3 comments:

Lidya Fitrian said...

berawal dari diary nanti ikutna ngeblog kaya ibunya ya :)

nchie hanie said...

Waah Kaka sama donk ma te Nchie kalo lagi marah bawaanya persis begitu deh :D

pengenny diem, diem seribu bahasa
nulis di diary ajah :D

M. Faizi said...

Wah, Kak Shinfa habis nonton perahu kertas :))