Melihat penampilan para bapak dan ibu yang memenuhi lobby hotel Grand Mercure siang itu membuat langkah kaki saya sedikit tertahan. Saya hanya memakai baju lengan pendek bertutupkan blazer hitam lengan panjang dan jeans kodore lebar yang saya beli di Godwill beberapa minggu sebelum saya meninggalkan Hawaii. Dengan sepatu sandal hitam dan ransel biru yang setia menemani petualangan saya, mungkin saya lebih terlihat seperti backpacker daripada seorang eksekutif apalagi kelapa sekolah.
“Aku sudah dapat kamar. Kamu antri saja di sana,” saya menghentikan aksi banding-bandingan penampilan ketika seorang teman, Musthofa, menghampiri dan menjelaskan alur registrasi. “Mereka belum pada dapat kamar?” tanya saya memastikan. Musthofa mengangguk, sebelum akhirnya berlalu menuju kamarnya.
Saya mengedarkan pandangan. Selain Musthofa, wajah-wajah itu tampak masih asing di mata saya. Saya taksir usia mereka rata-rata di atas 40-an tahun. Dengan kemeja rapi, berbatik, atau memakai jas, sepatu hak tinggi dan warna yang mengkilat, menarik-narik koper sambil menenteng tas berisi laptop, mereka terlihat seperti eksekutif. Sesekali gelak tawa berderai-derai, menyelingi obrolan dan cipika-cipiki penuh keakraban menandakan bahwa beberapa bapak dan ibu itu sudah saling mengenal.
Bagi saya, terlibat dalam forum ini adalah pengalaman pertama. Lebih tepatnya forum para Kepala Sekolah berprestasi, para penilik dan pengawas, dan para pegawai kependidikan. Kami dipertemukan oleh Pusbangtendik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan SSQ-AUSAID untuk workshop penulisan Buku Panduan Utama bagi Kepala Sekolah di Indonesia dari jenjang SD sampai SMA. Panduan penulisan BPU ini adalah Peraturan Menteri no 13/2007 tentang standar kompetensi Kepala Sekolah. Dengan meningkatkan profesionalisme Kepala Sekolah, program ini bercita-cita untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekolah di Indonesia.
“Ibu dari sekolah mana?” tanya seorang bapak, saat break time. Pertanyaan yang sama yang entah untuk ke berapa kalinya saya dengar dari orang yang lain. “Saya dari Sekolah Menulis Matapena, Pak,” jawab saya sambil berharap si bapak akan langsung mengerti. “Sekolah bagaimana itu?” kejar si bapak. “Ini semacam ekskul Pak. Jadi kelas menulis untuk remaja. Kegiatannya berupa workshop dan pelatihan jurnalistik,” jelas saya, dan rupanya berhasil. “Wah, saya mau dong mengundang Ibu dan Matapena ke sekolah saya di Sleman.”
Saya memang bukan Kepala Sekolah, seperti Pak Setiyo yang ngobrol dengan saya, atau Bu Sujarotun yang kebetulan satu kamar dengan saya selama program berlangsung. Saya terpilih untuk ikut forum ini karena background saya sebagai Direktur Sekolah Alternatif Matapena dan writing skill yang saya miliki. Paling tidak penilain itulah yang diberikan oleh adviser saya setelah membaca tulisan opini saya tentang Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Profesionalisme Kepala Sekolah. Dan, saya merasa sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikiran bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Dalam penulisan BPU ini, saya memilih tema Sekolah Berwawasan Lingkungan untuk Kepala Sekolah jenjang SMA Level 3 atau expert. Alurnya, kami lebih dulu mempelajari BPU SBL untuk Kepala Sekolah SD yang sudah ada. Saya bersama teman-teman satu team membaca, mempelajari, dan menuliskan rekomendasi untuk sistematika dan materi BPU SBL untuk Kepala Sekolah jenjang SMP, SMA, dan SMK.
Awalnya saya masih meraba-raba, namun setelah satu hari proses, lebih-lebih setelah saya membaca BPU tema Kurikulum, saya bisa juga memahami alur penulisannya. Metode pembelajaran dalam BPU ini memakai model in1-on-in2. Kalau saya coba menerjemahkannya adalah preparation-action-evaluation, yang dijabarkan dalam topik-topik kegiatan yang akan dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk memenuhi tagihan kompetensi yang sudah ditentukan. Jadi, BPU adalah buku pintarnya Kepala Sekolah. Keren kan?
Penulisan tahap pertama ini dilaksanakan dari tanggal 04-08 Maret 2013 itu. Dan, akan dilanjutkan dua tahap selanjutnya, yang mungkin akan dilaksanakan bulan Mei dan Juni. Jika pada mulanya saya cuma bisa banding-bandingin penampilan saat pertama kali bertemu dengan bapak ibu kepala sekolah itu, sekarang saya sudah bisa mengucapkan kata “salam” sandi para Kepala Sekolah. Yaitu, “Salam in-on-in!”
1 comments:
The origin And History Of this Ukiyo-e Involving Japan
Visit my site ... affair
Post a Comment