Seorang raja tak sengaja melihat seorang putri yang cantik dan baik, demikian drama ini dimulai. Sang raja atau Rajo Nan Panjang yang kala itu tengah menempuh perjalanan bersama dengan dua pengawalnya langsung jatuh hati pada Putri Sabai. Dia lalu mengutus Palimo untuk bertemu dengan Sadun Saribai dan Rajo Babandiang, orang tua Sabai. Rajo Nan Panjang ingin menjadikan Sabai sebagai istrinya. Tapi sayang, lamaran itu ditolak karena Sabai sudah bertunangan dengan orang lain. Penolakan ini tentu saja membuat Rajo Nan Panjang naik pitam. Ia menantang Rajo Babandiang untuk bertarung. Malang tak bisa ditolak, Rajo Babandiang kalah dalam pertarungan itu. Sebelum ia meninggal, Sabai datang menemukannya. Puteri yang lemah lembut itu sangat terpukul. Hatinya terbakar, ia pun bertemu dengan Rajo Nan Panjang. Ia ingin, agar tak ada korban lagi. Lupakan semua tentang lamaran, dan kembali ke kehidupan yang sebelumnya. Sang Rajo dengan apa yang ia miliki, demikian juga dengan Sabai. Tapi, Sang Rajo tidak terima. Ia ingin Sabai menjadi istrinya, apa pun yang terjadi. Jika ia tak bisa mendapatkan Sabai, tidak juga orang lain. Sang Rajo menyerang Sabai, dan terjadilah pertarungan di antara mereka. Rajo Nan Panjang yang besar dan kekar akhirnya mati terbunuh oleh keris di tangan Puteri Sabai.
Elegan dan sempurna. Itu komentarku usai menonton pementasan Randai semalam yang lalu di Kennedy Theater. Elegan dari penampakan kostum yang dipakai, juga dari musik yang dimainkan, yang merupakan perpaduan seruling, gamelan, rebana, kecapi dan drum. Belum lagi ditambah dengan suara nyanyian yang ber-rhythm Minang, dengan liukan dan cengkoknya yang menawan. Padahal hampir semua penyanyi itu bukan dari Indonesia. Aku suka sekali dengan para penari Martial Art, yang berdiri membentuk lingkaran tepat di tengah panggung. Tarian mereka seperti menjadi jeda antara satu scene dengan scene berikutnya, dan di antara para penari itu adalah para tokoh drama Randai.
Randai adalah seni traditional drama dan tari yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Tarian mereka tampak dinamis dan kompak, seperti gerakan silat, dan orang Minang menyebutnya dengan “silek”. Celana yang mereka pakai juga dibuat khusus. Ia seperti rok tapi memiliki dua sisi kanan kiri yang terpisahkan. Jika kedua kaki dibuka lebar, kain di bagian tangah di antara dua kaki akan terbentang dan jika ditepuk akan menghasilkan suara seperti kendang. Tepukan ini merek sebut dengan “tapuak”.
Aku pertama kali mendengar Randai ketika tahun lalu aku ambil kelas di Departemen Theater. Belajar tentang sejarah drama dan performance yang ada Asia Tenggara, dan salah satunya adalah Randai. Jujur, sebelumnya aku tak pernah tahu apalagi mendengar tentang Randai. Bagi aku yang Jawa, Randai seperti kabar yang tak pernah tersampaikan. Tapi di Hawaii sini, Randai adalah master piece, dikagumi, dipelajari bahkan sampai mengundang guru randai dari Minang, Pak Katik dan Pak Jas, dan mementaskannya. Randai mungkin kurang dikenal di Yogyakarta, tapi di Hawaii Randai adalah Sabai yang elok dan rupawan, sekaligus gesit dan cekatan. Randai adalah Rajo Babandiang yang bertarung mati-matian demi tradisi dan adat Minang. Randai adalah cermin kekuatan perempuan dalam system masyarakat matrilenial masyarakat Minang. Dan tentu saja, Randai adalah Indonesia.
Sayangnya di Kennedy Theater, penonton tidak diperbolehkan merekam atau memfoto pertunjukkan. Jadi, yang aku sertakan di sini adalah preliminary performance Randai di depan art gallery East West Center. Ini dia.
6 comments:
waow, i love Indonesia. kaya akan budaya. :)
belum pernah dengar juga :D
tapi pasti keren banget. kebayang musik pengiringnya. aku suka deh kalo denger musik2 tradisional daerah di indonesia.
jd mkn kangen indonesia kan neng....budaya indonesia smg berjaya di dunia yak hehe (lg error)
jadi makin cinta aja sama Indonesia nih.. Apalagi yg bermain itu bukan org Indonesia? *bangga bgt deh..*
wah ternyata masih banyak pejuang budaya diluar negri sana ya. . . .. salut buat kalian. .
Mba Isma...aku juga ga tau spal Randai sebelum baca postingan ini #ngaku nih, malu ya...orang Indonesia malah ga tau:(
Hmmm...perfomance-nya must be great as u said...
Post a Comment