Alhamdulillah, Shinfa sudah 4 tahun 6 bulan. Pas aku ke Jepara kemarin ayah bilang, “Tahu nggak Bu, Abiq sekarang tambah cantik lho...” Agak tidak paham sih apa maksudnya, secara ukuran tambah cantik itu kan agak repot juga. Lain dengan tambah gemuk atau kurus. “Besok lihat saja sendiri,” gitu jawab Ayah ketika aku bertanya lebih lanjut.
Kalau Shinfa suka dandan, itu sudah sejak lama. Maklum, anak-anak itu peniru sejati. Dan, di rumah hampir semuanya perempuan, selain Ato dan Ayah. Jadi, ada Bulek, Mbak Uyung, Mbak Uwik, ditambah Mbak Tami yang klop kalau diajak bereksperimen soal dandan. Kalau Shinfa dan Tami sudah masuk kamar berdua, pintu ditutup, dijamin sedang terjadi sesuatu dan propertinya adalah piranti kecantikan punya mbak-mbak mereka. Makanya begitu ada yang melihat mereka sudah glenak-glenik menuju kamar, langsung pada nanya, “Hayooo pada ngapainnnn...” Dan, mereka akan menjawab, “Enggak ngapa-ngapain koooook,” sambil keluar dari kamar dengan kecewa karena kepergok sebelum beraksi. Hehe.
Setiap kali selesai mandi putriku ini menolak disisiri. “Dik Abit mau sisiran sendiri,” tegasnya. Kalau ayah biasanya suka nggak sabar, apalagi kalau lihat sisiran Shinfa nggak rapi. Tapi, buatku itu justru hal positif, dia sudah mulai mandiri. Soal sisiran yang nggak rapi, biarkan saja, namanya juga anak-anak. Aku malah asyik memperhatikan cara dia sisiran. Rambut depan dibelah pinggir, dan poninya disisir ke depan dengan posisi miring. “Model apa itu, Dik. Disisir miring gitu?” aku bertanya. Jawab Shinfa, “Lha Mbak Tami kalau sisiran juga begini.” Hehe, meniru poni para artis di sinetron tuh.
Satu lagi yang membuat aku nggumon, kalau Shinfa mengikat rambut atau bikin kuncir. Kadang diikat satu, kadang dua di kiri kanan, atau atas bawah. Kadang sudah terlihat rapi, kadang masih acak adut. Tapi, dengan poni yang disisir rapi seperti pagar itu, wajahnya yang mungil jadi terlihat imut dan jelita... hehehehe gubrak.
Kemarin ketika aku ajak jalan-jalan ke Ram**ana bareng Dewi, adikku, di bagian baju anak-anak Shinfa langsung menunjuk sebuah baju rompi berwarna pink dan kaos putih. Tapi, sayang waktu dicoba di kamar pas, panjangnya jauh di atas lutut. Kira-kira kalau lewat satu bulan gitu sudah kelihatan congklangnya. “Ini aja Dik, bagus juga,” usulku menunjukkan model baju yang lain. Sambil berjalan mendekat ke arahku, dengan gaya sok dewasa, dia menjawab, “Dik Abit itu mau milih sendiri, Buuuu.” Dan, dia menunjuk pada rok warna ungu ala seorang puteri. “Dik Abit mau yang ini.”
Awalnya rok itu terlihat biasa dan kuno. Tapi, setelah dicoba, weleh pas sekali melekat di tubuh Shinfa. Seperti seorang puteri karena bagian bawahnya memang berbentuk balon. Njebubuk istilahe. Dan, sampai di rumah, rok itu terus dipakai selama dua hari. Setiap kali berjalan, kedua tangannya akan menaikkan sisi kanan dan kiri rok, seolah takut menyentuh tanah saking panjangnya. Hehe padahal panjangnya cuma sebawah lutut. Apalagi kalau rambutnya diikat ke belakang, seperti yang Shinfa lakukan siang itu. Jadi seperti puteri beneran deh... wekekekekek!
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
3 comments:
wah jan, shinfa gaya tenan kalo dandan. Cantik dewh
Wah wah wah ayu lan kenes, nurun sopo yo???
aihhh .. cantiknyaaa ^.^
kok mirip aku waktu kecil ya?
matanya bulet, pipinya pingin minta dicubit. senyumnya nekkkkk .... ^.^
Post a Comment