Salah satu yang bikin seorang ibu bersedih adalah melihat buah hatinya jatuh sakit. Seperti yang aku alami beberapa hari terakhir. Rasane sediiih banget. Kalau saja bisa, rela rasanya menggantikan posisi Shinfa yang lagi sakit. Meskipun capek, gag papa deh tiap malam gendong Shinfa keliling rumah setelah terjaga gara-gara batuk.
Dulu tiap flu gitu, Shinfa selalu langsung aku bawa ke BKIA di perempatan Gedongan. Ketemu sama DSA, atau diperiksa sama bidan, secara kedatanganku biasanya sewaktu-waktu, jadi pas nggak jamnya si dokter praktik. Cuma kalau merasa perlu biasanya dikonsultasikan sama DSA via telpon.
Tapi, sejak aku baca
artikel ini, aku jadi agak membatasi. Takut kebanyakan antibiotik malah jadi resisten sama obat.. Paling tidak setiap Shinfa demam, tidak secara seketika aku bawa ke dokter. Kebetulan di rumah sudah ada obat penurun panas. Atau kemudian membeli di apotik terdekat.
Dan, selama hampir setengah tahun terakhir, alhamdulillah Shinfa tak ada masalah dengan kesehatannya. Masalah demam dan flu bisa diatasi tanpa harus ke dokter. Berat badannya juga terus naik, sampe-sampe gendong Shinfa jadi pegeeel banget.
Cuma flunya kali ini agak lama bertahannya. Mungkin karena kondisi tubuhnya yang nggak baik, jadi pas akunya batuk pilek, dia ikut ketularan. Apalagi di antara orang serumah, Shinfa paling lengket sama aku. Ya udah. Shinfa melu-melu kena flu dan batuk. Diobati sama obat yang biasa juga belum sembuh. Akhirnya Rabu kemarin aku kepikiran buat memeriksakannya ke DSA. Tapi, masih belum kalakon juga, setelah melihat ada tanda-tanda membaik.
Nah, ternyata sore harinya pas ayah jemput aku, melaporkan kalo pas taktinggal ngantor, Shinfa dibawa buleknya ke Mbah Juminten yang biasanya nyekoi anak yang nafsu makannya kurang.
“Katanya Abieq kena sawan wong mati…,” lapor ayah.
What! Aku terlongong-longong. Jadi, cerita ayah, sambil memijat, Mbah Juminten menebak kalau Shinfa pasti habis diajak melayat. Entah karena menemukan tanda-tanda apa. Dan, memang benar lima hari sebelumnya Shinfa aku ajak melayat ke tetangga yang meninggal.
Hm, jadi mikir juga. Sebenarnya flu batuknya Shinfa sudah mulai sejak aku balik dari jalan-jalan. Trus, kenapa jadi ketambahan penyebab ya? Yah, apa pun itu, berhubung aku nggak paham dengan yang begituan, jalan selamatnya ya manut aja. Aku gak mau sok tahu, padahal sebenarnya gag tahu-menahu.
Jadilah setelah pemeriksaan Mbah Juminten, Shinfa dikenai beberapa ritual. Dari diboboki *mungkin sekalian untuk mendinginkan badan Shinfa yang memang agak demam*, diceko’i *sama kayak postingan yang dulu*, dikasih tapel *kalau Teti bilangnya tapelware hehehe… ini sejenis ramuan jamu yang ditaruh di kapas trus diletakin tepat di atas puser*, meletakkan dua jumput beras yang dibungkus dalam plastic dengan telur bebek, membuat jenang abang putih dari beras jumputan itu untuk dimaem Shinfa dengan lauk telur bebek itu, sampai mandi kembang leson, mawar, dan rempah-rempah yang aku nggak tahu pasti jenisnya apa. Shinfa juga gag boleh dikeramasi sampai hari Jumat, hari di mana harus membuat jenang abang putih.
Hm, ribet banget ya. Tapi, ya itulah aturannya. Mungkin di mata orang-orang modern terlihat lucu dan mistis. Tapi, bagiku sih dijalani nyante aja. Ini aku anggap sebagai bagian dari kearifan terhadap ekosistem, dari yang kasatmata sampai yang tidak, sebagai sesama makhluk Allah SWT. Itu aja.
Dan, pada akhirnya pun karena Shinfa kemudian tak kunjung membaik, Kamis sore aku jadi ke BKIA. Syukur alhamdulillah DSA-nya pas mo mampir sebentar. Ya udah sekalian aja menunggu beberapa menit biar bisa ketemu.
“Cuma batuk pilek biasa kan, Dok?” aku pingin memastikan kondisi Shinfa.
“Iya. Cuma ada alerginya…”
Ooh, pantesan agak lama sembuhnya. Pantesan juga obatnya berjubel, dan yang jelas ada antibiotiknya yang harus habis. Jadi tambah sediiih. Duh, jadi gag tega lagi nih harus nyuapin sirup-sirup itu ke Shinfa.
Belum lagi kalo pas minum yang puyer *tablet yang ditumbuk* pasti ada acara mun-mun. Sudah maemnya susah, eh dikeluarin dengah sia-sia. Kasihaaan banget!
Tapi, biarpun penuh perjuangan, alhamdulillah sekarang sudah terlihat kondisi Shinfa yang mulai membaik. Malah sekarang, Shinfa ikut ngantor ibunya lagi. Sudah bisa senyum, nyanyi-nyanyi, dan teriak-teriak. Duh senengnya… Aku lalu iseng-iseng jadi mikir, ternyata dalam beberapa kasus sakitnya Shinfa, baru bisa sembuh setelah disentuh sama DSA-nya yang ibu-ibu itu. Jadi semacam sugesti gitu ya… hehehe.
Cepat sembuh ya, Shin. Cepet pulih nafsu makannya, biar balik gendut lagi. Trusss, bisa wikenan deh mudik ke Pekalongan. Amiiin.
5 comments:
cepet sembuh ya nduk, biar ikut mudik sama ayah ibu :)
~ameera's mum~
Walah-walah, Shinfa kena flu ampe mandi kembang segala :) Semoga flunya dah sembuh ya...
Agak aneh sih ya bun..btw jalanin aja siapa tau cepat sembuh, kasihan juga klo sakitnya kelamaan.
wah shinfa kok sakit... kan mo berkunjung ke simbah nya ;)
mandi kembang apa gak tambah masuk angin? :P
emang kalo batuk pilek ada alergi harus kasih anti alergi, gapapa kok Is gak usah khwatir Shinfa minum sirup2 itu, demi kesembuhan..:D
Post a Comment