05 February, 2007

1 comments 2/05/2007 02:29:00 PM

…Ulillah, Ono Lindu

Posted by isma - Filed under


Kalo sudah ujan-ujan gini, kadang gempa-gempa kecil kembali terasa di wilayah sekitar Jogja. Cuma, intensitasnya memang nggak sesering gempa susulan beberapa hari pascagempa 27 Mei taon lalu. Biar begitu, bisa bikin jantung deg-degan juga, bagi yang merasakan getarannya. Jadi suka kepikiran, kalo Shinfa lagi tidur di rumah, ada yang jagain nggak ya? Duuh, jadi takut deh!

Mengenang kejadian waktu itu, pagi jam 06.00 alhamdulillah Shinfa sudah bangun. Malah sudah main-main bareng buliknya di halaman depan. Waktu itu aku sama ayah Shinfa lagi ngobrol di depan pintu sambil ngelipeti cucian yang udah kering. Kebetulan hari Sabtu, hari libur ngantor. Tiba-tiba aja ada suara getaran, kenceng banget. Si ayah langsung teriak, “Lindu-lindu.”

Aku waktu itu langsung ambil langkah seribu, ndak pake sandal, nginjak mainan bebek-bebekannya Shinfa sampai remuk, lari meraih Shinfa. Di jalanan cor-coran, yang relatif lapang, kami berpelukan erat. Melihat genteng rumah kami juga rumah Mbah Mo berjatuhan, kayak orang menggigil-ndrodok mpe menjatuhkan peci yang lagi dipakai.
Mbah Uti sama Akungnya Shinfa waktu itu masih di rumah belakang. Jadi was-was juga. Syukur, tidak ada yang cedera. Padahal, Akung terjebak di ruang makan, ndak bisa keluar. Soalnya susah buat nggerakin kaki, sama penglihatan yang agak kabur.

Seumur-umur tinggal di jogja, baru kali itu ngerasaain gempa yang kuat banget ples lama. Tapi, anehnya kita semua nggak ‘ngeh’ kalo akibat gempa ternyata bisa separah itu. Tahunya setelah ndengerin radio batere sama nonton tv jam 13.00 siang setelah listrik mati. Jadi, kami juga nggak panik sama ribut-ribut tsunami seperti di kota-kota. Ternyata ada hikmahnya juga ya tinggal di daerah terpencil.

Malamnya, kita tidur di halaman, tanpa atap. Kayak pengungsi gitu. Di sekeliling kasur yang digelar ditaburi garam, biar ndak ada ular yang mendekat. Tapi, tengah malam kita ramai-ramai pindah ke rumah Mbah Mo, soalnya hujan turun. Malam itu praktis kita ndak bisa tidur nyenyak, karena bentar-bentar ada getaran.

Malam berikutnya kita belum berani tidur di kamar. Kita tidurnya di ruang tamu, setelah mbersihin rontokan semen tembok yang lumayan tebal yang nyisain debu. Tapi, agak was-was juga dengan kerangka atas rumah yang agak anjlok. Takut kalo ada gempa susulan yang besar, bisa-bisa anjlok beneran. Rata-rata rumah tetangga di kampung Shinfa emang nggak ada yang parah kerusakannya. Yang retak total paling tiga rumah.
Juga, dengan kantorku. Padahal, aku sempat takut pas lihat tayangan tv, gedung STIKER yang megah itu aja bisa miring, gimana dengan tempatku megawe?


Sekarang, alhamdulillah semua sudah dibetulin. Juga, ambrolan tembok dan kuda-kuda rumah Shinfa. Aku nggak tahu apa Shinfa masih mengingat kejadian waktu itu ya. Tapi, yang jelas gara-gara gempa Shinfa suka nyeletuk:
“Ulillah, ono lindu,” (Alhamdulillah, ada gempa)
atau “Ayo uci, ayo uci.” (Ayo ngungsi, ayo ngungsi)

Pas posting ini, Jogja juga lagi ujan derews banget. Dalam kondisi yang seperti ini, mang hanya satu yang bisa kita lakukan, selalu waspada dan berdoa mohon perlindungan Allah SWT. Jagalah kami selalu, gusti. Amiin.

1 comments:

Nia said...

Mudah-mudahan Jogja gak kena gempa lagi ya Bun, amin...