22 June, 2014

4 comments 6/22/2014 07:33:00 PM

Bermalam di Airport

Posted by isma - Filed under ,

Pernahkah teman-teman bermalam di airport? Hoho bagi backpacker, ini bukan pengalaman yang asing tentu. Tapi, buat backpacker semacamku yang biasanya sendirian, sebisa mungkin menghindari nginep-nginep begini. Dan, pengalamanku nginep di airport Malaysia ini adalah pengalaman pertama. Bener-bener, nggak lagi-lagi deh.

Pukul 10.00 malam tanggal 13 Agustus 2013, pakai pesawat Air Asia D7193, aku tiba di airport LCCT Malaysia setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima jam dari Kathmandu Nepal. Aku memang sengaja beli tiket Air Asia, dari Kathmandu-Malaysia lalu Malaysia-Yogyakarta, tentu saja karena alasan lebih murah, biarpun konsekuensinya harus rela bermalam beberapa jam di airport. Sayangnya, waktu itu aku telat membeli tiket pesawat untuk tujuan Malaysia ke Yogyakarta yang berangkat pukul 09.00 esok paginya. Alhasil harus rela menunggu lebih lama lagi di airport hingga pukul 15.00. Lumutan dah!

Bermalam di airport adalah juga pilihanku, karena rasa-rasanya sudah malas duluan untuk keluar airport malam-malam *alasan*. Lagi pula, menurut informasi yang aku temukan di website para backpacker, bermalam di airport merupakan salah satu alternatif jika kemalaman, dan tentu untuk menghemat biaya *haha ini dia motif sebenarnya*. Aku beberapa kali memang sempat menginap di airport. Waktu keberangkatan ke Hawaii, aku dan teman-teman menginap di lounge di changi airport, dan ngemper di kursi tunggu di bandara narita. Tapi, seingatku waktunya tidak sepanjang pengalamanku menginap di salah satu bandara Malaysia ini. Dan, sungguh jangan sampai terulang lagi. Haha. Karena rasanya sangat melelahkan!

Setelah melewati pemeriksaan imigrasi, aku mendorong troli ke pusat informasi. Bertanya, adakah hotel terdekat *barangkali berubah pikiran hehe*. Meski akhirnya aku putuskan untuk menginap di airport. Langkah pertama yang aku lakukan adalah mencari tempat yang aman. Pilihanku jatuh ke starbuck karena kedai kopi itu buka 24 jam dan menyediakan free wifi. Setelah order coklat dan makanan ringan, aku mencari tempat duduk di pojokan. Ternyata aku tak sendirian. Aku perhatiin dua orang malah sudah tidur sambil duduk dengan menutupi mukanya dengan topi. Artinya, aku aman.
menu starbuck

Sebenarnya kantuk sudah menyerangku, dan sepertinya sudah bakalan tewas, ketika tiba-tiba mas penjaga starbuck mendekati sambil menjelaskan bahwa mereka akan segera tutup. What? Lalu apa artinya tulisan buka 24 jam? Ahh, menyebalkan. Ini dia konsekuensi dari menginap di airport, harus siap diusir haha jika ternyata tempat yang dikira nyaman ternyata terbatas jam pemakaiannya, atau malah tempat yang dilarang untuk dikuasai. Mau tak mau aku pun harus hengkang, membawa kembali troli yang aku parkir di depan kedai.

Sambil berputar-putar, aku kepikiran menitipkan koper setelah melihat satu area restoran terbuka yang sudah tutup. Beberapa orang tampak duduk sambil terkantuk-kantuk di sebuah sudutnya. Aku pikir, aku pun bisa meniru mereka. Haha. Jadi strategi selanjutnya adalah perhatikan gerak-gerik dan perilaku orang kebanyakan untuk mendapatkan tempat aman buat tidur. Aku melihat salah satu sudut strategis yang terhalang oleh pilar besar. Aku rapatkan kursi-kursinya sedemikian rupa, dan siap untuk memejamkan mata. Aman.

Waktu itu sudah pukul 03.00 pagi. Aku mungkin sempat terlelap beberapa menit, sebelum tiba-tiba seorang laki-laki berbaju batik menyapa dan meminta izin untuk ikut duduk beristirahat. “Aku dari Macau Mbak,” si mas langsung nyerocos. Gemukan dikit, rambut agak panjang melebihi telinga, dan nyangklong tas kecil. Ia balik bertanya, aku dari mana dan mau kemana. Si mas ini jadi kayak menemukan tetangganya saja. Ia cerita pernah kerja di Hongkong, lalu uangnya ia pakai buat jalan-jalan. Haha hebat sekali. Aku jadi terlibat pembicaraan tentang TKW, dan tiba-tiba dia bilang, “Mbak, ayo jadi TKW saja. Lumayan lho gajinya. Gampang kok.” Aku senyum-senyum saja. Hilang deh rasa kantukku.

Aku pikir, daripada sendirian kayak orang ilang, bisalah beramah-tamah sama sesama penginap airport, hehe ini tips selanjutnya. Si mas lalu pamit mau mencari temannya, dan menemuiku kembali untuk mengajak gabung bersama teman-temannya, duduk-duduk di emperan kedai starbuck. Kulihat kedai itu sudah buka lagi. “Mbak mau mie? Aku belikan ya?” tawarnya. Aku sebenarnya takut, jangan-jangan diapa-apain itu mienya haha. Tapi, nggak enak juga menolak. “Iya deh,” jawabku akhirnya. Kami makan semacam pop mie, dengan rasa yang tidak karuan. Masih terlalu dini untuk makan mie.

Waktu ngemper sambil makan itu, si Mas masih saja menawariku untuk jadi TKW. Aku bilang, aku nggak tertarik. Ini kayaknya salah satu konsekuensi nginep di airport deh, jadi sasaran untuk rekrutmen TKW hehe. Si Mas lalu minta lihat pasportku, setelah ia memperlihatkan passportnya. Aku bisa melihat ekspresi raut mukanya ketika membuka satu per satu lembaran pasportku. “Wah mbak, pernah ke Amerika ya, ngapain?” kagumnya. Mendapat pertanyaan itu aku langsung tersenyum. Hihi, jadi besar kepala nih. Si mas begitu terpukau-pukau mendengar jawaban kalau aku sekolah S2 selama dua tahun, dan waktu kemarin ke India juga dalam rangka sekolah. Sedetik kemudian, si Mas pasang wajah merasa bersalah. “Maaf ya Mbak, ternyata mbake ini hebat,” sesalnya. Aku jadi terpisu-pisu.
siap-siap untuk tidur

Tak berapa lama si Mas berlalu, seingatku penerbangannya ke Jakarta lebih pagi dari jam terbangku. Sementara aku masih menunggu di emperan, tepatnya di depan toilet bersama para bapak-ibu yang lain dari Indonesia. Untuk membunuh waktu aku membuka laptop, main facebook, meski waktu tetap saja berjalan seperti siput. Lamaaa sekali. Mataku juga sudah sepet, haduuuh. Sekitar pukul 11.00 aku bersiap untuk check in dan menunggu penerbangan jam 15.00 di ruang tunggu. Ahhh rasanya sudah nggak kuat untuk tidak terlelap. Ini risiko yang lain menginap di airport, bakalan kurang tidur hehe. Di ruang tunggu, aku sempat terkantuk-kantuk. Diajak ngobrol sama mbak TKW dari Kendal, dan sesekali memperhatikan penunggu yang lain dengan kesadaranku yang tinggal separo. Pinginku cuma satu, tidur!
Continue reading...

07 June, 2014

2 comments 6/07/2014 11:01:00 AM

911 Menyelamatkan Sang Puteri

Posted by isma - Filed under
Waktu itu 7 April 2014. Kami, para peserta Muslim Exchange Program baru tiba di Canberra. Saya tengah membuka laptop untuk upload foto-foto ketika saya mendengar suara panik dari arah kamar mandi. Itu suara Fina. “Piye iki, Mbak. Kok ora iso dibukak,” ucapnya. Saya dengar bunyi gagang pintu yang diputar-putar, tapi tak kunjung terbuka. Gagang pintu itu berbentuk bulat dengan tombol kunci di bagian tengah. Biasanya dengan sekali putar, kunci akan terbuka dan secara otomatis pintu bisa ditarik untuk kita keluar. Tapi, kali ini semua kebiasaan itu tidak berlaku.

Saya segera beranjak, meninggalkan laptop di meja ruang tamu. Pikir saya, barangkali bisa kalau dibuka dari luar. Saya putar, dorong, putar lagi, dorong lagi, tetap saja gagang pintu itu hanya berbunyi glutak-glutuk. “Nggak bisa, Fin,” teriak saya. “Sudah, aku telpon front desk aja ya,” lanjut saya kemudian. Saya yang di luar kamar mandi mungkin masih bisa tersenyum-senyum karena mendapati pengalaman kekunci di kamar mandi, di Ostrali lagi, di Canberra. Kalau di kos-kosan Sapen mungkin sudah biasa. Kelas lokal, bukan internasional. Tapi, ini di sebuah apartemen di negara maju bo’!

Tapi, bagi Fina jelas lain rasanya. Ia mungkin bingung dan panik. Makanya sambil menunggu petugas yang dijanjikan front desk naik ke atas, ia meminta saya memasukkan handphonenya lewat bawah pintu. “Waduh Fin, nggak muat!” teriak saya yang mungkin langsung meruntuhkan harapan Fina untuk mendapatkan teman selama menunggu. Untunglah kamar mandi apartemen Adina itu lumayan luas, jadi membantu Fina untuk bisa mendapatkan pernapasan yang baik.

Petugas yang dijanjikan pun datang. Ia adalah orang kedua yang naik ke atas, setelah si mbak resepsionis naik lebih dulu untuk memastikan kerusakannya dan sekuat tenaga membuka pintu namun tak berhasil. Kembali usaha pembukaan pintu pun dilakukan oleh seorang laki-laki tua teknisi apartemen. Saya agak tidak percaya sama bapak ini. Alih-alih berusaha membuka, ia terus mengomando Fina untuk membuka dari dalam. Seolah menganggap masalahnya bukan di gagang pintunya, tapi cara membukanya. Namun, tetap saja tidak berhasil. Sementara Fina sudah terjebak hampir 1 jam. Saya tidak tahu bagaimana posenya di dalam sana. Bete setengah mati pasti.

Lalu, ketika saya sudah kembali ke laptop untuk beberapa lama, kembali menunggu pertolongan selanjutnya, pintu kamar akhirnya diketuk. Ketika saya buka, hati saya melongo. Mereka kan gerombolan dari 911, gumam saya dalam hati. Tiga orang laki-laki kekar dan tinggi berseragam kuning menyala minta izin untuk masuk. Salah seorang membawa satu kotak peralatan, semacam peralatan bengkel. Langkah kaki mereka jika dibunyikan mungkin “prok prok prok”, merangsek masuk seperti para pangeran berkuda kuning siap menyelamatkan sang putri! Kali ini harapanku begitu besar pada mereka. Kalau urusan mendobrak pintu saja mereka tidak berhasil, mau ditaruh di mana kredibilitas 911 Canberra. Hahaha, sambil saya curi-curi foto aksi mereka.

Benar saja, tak perlu waktu lama. Salah seorang dari mereka meminta Fina untuk menjauh dari pintu. Saya yang menyaksikan ikut berdebar-debar. Apakah yang akan terjadi kemudian. Gagang pintu dibongkar menyisakan suara yang lumayan keras, dan dengan mudah pintu kamar mandi pun bisa didorong terbuka. Oooh, rasanya seperti sedang menyaksikan Superman menyelamatkan korban kebakaran, dan begitu ia berhasil, tepuk tangan riuh menggema. “Selamaaat selamaaat.” Haha, seru sekali. Selama ini hanya melihat pasukan 911 beraksi di televisi dan film-film, tapi malam itu dengan mata kepala sendiri saya melihat aksi kepahlawanan mereka mendobrak pintu kamar mandi. Apalagi ini terjadi di Ostrali, haha jarang-jarang!

Continue reading...