Aku pikir kebiasaan aku dan teman-temanku di pesantren dulu itu sudah mbahnya narsis. Meskipun hanya dengan fasilitas kamera manual, pinjaman lagi, kami biasanya beriuran membeli roll film bareng-bareng untuk memfasilitasi bakat kenarsisan kami. Lalu berjeprat-jepret di setiap sudut pesantren yang menarik dengan gaya dan pose ala foto model amatir. Makanya nggak heran kalau pulang dari pesantren bukannya bawa tumpukan karya tulis, misalnya, melainkan tumpukan album foto. Hehe.
Lah, ternyata pada periode kehidupanku selanjutnya, ada juga dunia narsis yang lain. Dunia blog. Nggak cuma narsis lewat foto, tulisan juga iya. Apa pun deh, silakan ditulis dan dipajang di blog. Sejauh tidak menjiplak murni karya orang atau memaki-maki, silakan bernarsis-narsis.
Tapi, senarsis-narsisnya aku, ternyata masih ada yang lebih narsis. Yaitu, teman seperjalananku ke Demak kemarin. Sapa lagi kalo bukan Hilma. Bayangkan saja, perjalanan dua hari menghasilkan dua cd foto yang isinya didominasi oleh wajah dan gayanya. Ck..ck..ck. Sepertinya bakat narsisnya lebih mendarah daging daripada aku. Dan, karena aku juga terlibat dalam perjalanan itu, akhirnya mau tidak mau bakat narsisku juga ikut terasah. Hayah!
Ini lokasi pertama. Pesantren Ki Ageng Giri di Mranggen mentok atau istilahnya kampung buntu karena setelah kampung ini adalah hamparan sungai dan gunung. Anginnya jangan ditanya, kenceng dan dingin. Cocok banget buat berbulan madu...hihi.
Lokasi kedua, Kalicilik Demak. Ini rumah teman lamaku. Ada hampir delapan tahun tidak ketemu. Dan, begitu ketemu masing-masing sudah punya suami dan momongan. Ada perubahan. Kecuali, semangat untuk tetap narsis. Hehe.
Malam hari, ke Pesantren Al-Amin Mranggen. Kata temenku yang supernarsis itu, ”Selama ini saya cuma mendengar nama Futuhiyyah, dan baru sekarang saya benar-benar menginjakkan kaki di Futuhiyyah ini. Andai saja saya tidak menulis...” Hm... ini narsis juga nggak ya?
Pagi hari kedua, lokasi narsis dilanjutkan ke SMA Ma’arif Nggablog. Lokasinya eksotis, jadi agak malu untuk bernarsis-narsis. Kalah eksotis soalnya. Jalanan tanah berdebu yang akan becek kalau terkena air hujan, ini eksotis. Pasar yang banyak dipenuhi oleh para ibu bakul, juga eksotis. Dan, rumah ala Joglo yang katanya milik seorang bule yang menikah kontrak dengan perempuan kampung setempat, sangat eksotis.
Baru ketika sampai di SMA Mambaul Ulum, welcome back to narsis. Alamnya bagus. Kebetulan lokasi sekolah memang di dataran tinggi. Jadi serasa mendaki ke bukit mana gitu. Terbang dan menari... di rerimbunan pohon. Hehe.
Malam harinya narsis juga must go on. Apalagi arsitektur bangunan di Pesantren Mansya’ul Huda benar-benar unik dan antik. Seperti bangunan lama... Kalau kata teman narsisku, ”Nih kayak di makan siapa gitu ya...” Padahal, itu pintu masjid. Nah, di ending perjalanan ini ternyata banyak juga yang sudah tertular virus narsis...
Lalu, sampailah aku pada momen gongnya. Mampir ke Semarang. Ketemu ibu blogger yang ternyata aslinya lebih cantik dan muda. Kalau tidak percaya, silakan datang ke Semarang. Aku datang diantar para brownis alias brondong manis dari Mranggen. Secara mereka kuliah di Semarang jadi aku yakin tidak bakal nyasar sampai ke rumah Bune. Di pesantren saja bisa narsis, apalagi waktu ketemu ibu blogger yang satu ini. Biar saja Bune terheran-heran dan berkali-kali bilang amit-amit jabang bayi hehe. Selagi batre tidak ngedrop dan ada setting yang bisa dipakai, proyek narsis tetap lanjuuut.
Di Semarang ini aku banyak berhutang nih sama Bune. Hutang belum banyak ngobrol sama Salma yang kata teman narsisku, ”Wajahnya ningrat banget ya,” dan tentu menyamakan wajah ningratku dengan berfoto-foto hihi. Hutang belum ke martabak es. Hutang belum ke lawang sewu. Hutang belum melekan begadang sambil ngrumpi... Semoga lain waktu dan kesempatan, Allah memudahkan aku untuk melunasi hutang-hutang itu. Jadi, nggak saknyuan lagi ya. Terima kasih Bune sudah mau takentek-entekke, sudah mau nganterin, sudah mau meluangkan waktu, sudah mau melayani kenarsisan, njepret-njepret secara aku dan teman narsisku itu memang tidak modal kamera hehe... wis pokoe semua-muanya...terima kasih.
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
12 comments:
yup stujuuu..Bun'e emang lbh muda n lbh cantik. Isma tnyata dikau narsis abis yeee..hihi gpplah drpd minder. gayanya ok bangeeed palagi yg mejeng didkt puun kek suting pelem indihe =))
Hihi... udah 2 cd penuh tetep ya mau nambah.. pa ga pusing tuh nyimpennya?
Anak pesantren ayu² ya...
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa orang yang narsis hehhehehhe. Btw, waktu di Banyuwangi, si Hilma kok enggak narsis2 amat ya?mungkin dia sungkan ada orang yang lebih cantik dari dia *dubrakkkkkkkkkk*
duh aku tertarik sekali sama suasana pesantrennya. kayaknya sejuk dan asri banget.
dulu sempet cita2 ke pesantren, tp gak kesampean
wedan ini bener2 narsis niy postingan...tumben banget banyak skali foto2 dikau..biasanya objek utamanya shinfa..xixi..gpp mending narsis dr pada minder..tul gag:)
Weleh, weleh ternyata Isma bener2 narsis ya. Secara menghasilkan 2 CD foto selama jalan2 =)
hidup narsis hehehe
hahaha..ngakak liat posenya mba Isma..emang TOP kalo soal narsis..aku seehh..munduuurr...hehe...
narsis abiss hehe...btw dah mampir ke semarang kok ga mampir ke aku ni...
dari dulu mbak Ninda itu emangnya cantikkkkkk abissss...
Ha..ha...memang lagi jamannya narsis kali ! Hidup Narsis !!!!
selain narsis, isma ini centil juga klo difoto (ini komentar suamiku lho), kekeke....
Post a Comment