14 August, 2013

7 comments 8/14/2013 08:59:00 AM

Perempuan Cantik

Posted by isma - Filed under ,

Aku menyebutnya perempuan cantik. Ia memang sudah tidak muda lagi, tapi gurat kecantikannya masih tergambar jelas pada bidang wajahnya yang putih bersih. Diam-diam aku suka sekali memperhatikan rambut hitamnya yang panjang sebahu. Diikat oleh jepit plastik sederhana. Saat ia tengah membelakangiku, saat ia sibuk membereskan wajan dan panci pressure cooker, saat aku sedang duduk menunggu di meja makan bersama anaknya, saat aku merasa seperti menjadi anak perempuan lagi.

Dengan tangannya yang cantik, bergelang hijau dan berjam tangan kecil, aku lihat kuku-kukunya terpotong rapi dengan kutek warna pink lembut, ia terlebih dahulu membasuh piring tembaga besar untuk anaknya dan piring melamine kecil untukku, dengan cipratan air. Begitulah aturannya, sebelum ia menyendokkan nasi ke atas piring kami masing-masing. Tentu saja bagianku tak sebanyak bagian untuk piring tembaga besar, meskipun demikian aku sering kali musti berseru, “Cukup, cukup. Ini terlalu banyak.” Dan, ia akan tersenyum dengan binar bahagia.

Biasanya aku yang menjadi dirinya, melayani anak-anakku, dan sesekali suamiku. Sekarang, aku dilayani. Bahkan, sampai urusan sayur, lauk-pauk, dan air minum. Ia akan meletakkan sesendok dua sendok sayur ataupun daging ke dalam mangkok-mangkok kecil untuk kami berdua. Mengisi gelas-gelas kami dengan air panas separo, lalu ditambah dengan air dingin tak sampai penuh. Ia lalu akan berbicara dengan bahasanya, memastikan segala sesuatunya, dan aku akan bertanya pada anaknya, tentang maksud dari pembicaraannya dan barulah aku mengerti. “Ibu bilang, makanlah pelan-pelan. Jika ada yang kurang, panggil saja, ia akan datang.”

Aku benar-benar tersanjung. Seumur-umur aku menjadi anak perempuan di dalam keluargaku, aku belum pernah dilayani sedemikian patuhnya. Dan ia melakukannya dengan sepenuh hati, sepenuh cinta, sepenuh pengabdian untuk keluarganya. Aku bilang pada anaknya bahwa aku bosan dengan makanan serba ayam dan kari yang disediakan dining room selama satu bulan ini. Aku lalu ditawari daging kambing dan kerbau, dan akan dimasak dengan mengurangi kunyit oleh perempuan cantik itu. Tentu saja aku girang bukan main. Pernah juga aku bilang pada anaknya bahwa aku perlu air panas untuk merendam kakiku yang pegal karena banyak berjalan, dan biarkan aku memasaknya sendiri. Ternyata, perempuan cantik itu justru yang melakukan. Memasak air panas untukku, menyiapkannya dalam baskom biru, dan meminta anaknya mengantarkannya untukku.

Menurutmu, adakah ia seorang malaikat yang menyamar menjadi perempuan cantik dan membuat hatiku berbunga-bunga selama tiga hari menjadi anak perempuan lagi?

Sayangnya tiga hari sudah selesai. Saatnya aku meninggalkan rumah surganya. Pagi itu, ia membuatkan roti untuk aku bawa selama di perjalanan. Kami sempat berfoto bersama, di dapur dan di ruangan tempatku menginap. Ia berdandan lebih cantik dari biasanya. Memakai kurta dan celana kombinasi warna merah dan hijau, dengan selendang, kalung dan gelang berwarna senada. Bibirnya tampak merah cerah oleh lipstick. Di antara dua alisnya, ia sematkan tika merah bulat. Aku sempat memperhatikan kuku-kuku kakinya, yang juga terpotong rapi dan berkutek pink lembut. Oh, aku yang lebih muda saja masih kalah jauh dengan perempuan cantik ini. Aku tampil polos, tidak fashionable, bahkan bermata bantal dan bermuka selimut. Aha! Ia benar-benar cantik.


Waktu aku akan berpamitan, ia tiba-tiba berbicara dalam bahasanya bahwa ada sesuatu untukku. Tak berapa lama ia kembali membawa syal merah bertuliskan abjad tibet, apel dan pisang. Ia tersenyum sambil menyematkan syal merah ke leherku, dan berkata, “Hati-hati di jalan.” Aku benar-benar terkejut, mendengar ia berbicara dalam bahasaku. “Ini symbol doa untuk seseorang yang akan bepergian, semoga selamat sampai tujuan,” jelas anaknya. Aku tersenyum dan mengamini doa mereka penuh takzim.

Aku lalu melangkah meninggalkan rumahnya, sementara ia mengiringi di belakangku. Ada rasa berat tiba-tiba menahan hatiku untuk beranjak. Ia seperti sudah menjadi ibuku, dan aku tiba-tiba berharap, bahwa aku akan bisa kembali lagi mengunjunginya suatu saat. Ya suatu saat. Lebih-lebih ketika aku mendengar bahwa perempuan cantik itu menyukaiku, dan menyimpan kedekatan denganku. “Kamu berhati baik, dan wajahmu selalu dipenuhi senyum dan kebahagiaan. Ia menyukaimu.”
Continue reading...

10 August, 2013

2 comments 8/10/2013 05:40:00 AM

Lebaran Tanpa Takbir Keliling

Posted by isma - Filed under
Tahun 2013 ini aku merayakan idul fitri di Bangalore India. Berbeda dengan Umat Islam di Indonesia yang merayakannya pada tanggal 8 Agustus, di Bangalore, idul fitri jatuh pada tanggal 9 Agustus, hari Jumat. Aku berkehendak hati mengikuti lebaran versi Indonesia. Karena buatku sama saja apakah hari Kamis atau Jumat, karena di Bangalore ini aku dan perempuan muslim yang lain tidak bisa mengikuti shalat ied di Masjid. Dengan mengikuti waktu lebaran Indonesia, paling tidak aku bisa ikut merasakan gegap gempita lebaran di kampung, meskipun cuma secara virtual.

Maka pada pagi hari Kamis, 8 Agustus, aku bangun pagi untuk mandi sunnah dan memakai gamis yang aku bawa dari rumah. Meskipun aku tidak melakukan shalat ied, karena tidak ada jamaah, imam dan khotib, aku sudah merasa sedang berhari raya. Aku juga tidak lagi berpuasa pagi itu, dan ikut bergabung dengan teman-teman di dining room untuk sarapan. Jika di kampung halaman keluargaku menikmati menu spesial ketupat opor, di Bangalore menu pagiku cukup dengan idli, saos, dan pepaya.

menu makan pagi lebaran

kue tart lebaran

aku dan ayessa memotong kue

menikmati kue bersama

menu makan siang

acara wisuda

foto bersama

Hari itu kebetulan hari terakhir program Monsoon School. Setelah presentasi grup terakhir, kami mengikuti semacam penutupan dan wisuda. Tapi, ada yang special hari itu. Ketika break time, teman-teman memberikan ucapan selamat hari raya idul fitri dan menghadiahi kue tart untuk dinikmati bersama. Aku dan Ayesha memotong kue itu dan membagi-bagikannya ke seluruh peserta. Sicillia sempat memberiku sekotak coklat dan aku bagi-bagi juga bersama teman-teman. Menyenangkan sekali. Siang harinya, aku menikmati menu opor ayam dengan bumbu ala India dan nasi putih. Menu makan siang seperti hari-hari yang lain. Tidak ada yang berbeda.

Setelah makan siang, kami mengikuti acara penutupan dan wisuda. Edwin, seorang kawan dari Uganda bilang, “Hari ini hari spesialmu ya Isma. Kamu merayakan idul fitri bertepatan dengan hari wisuda.” Aku tertawa. Benar juga, jadi bisa dan mudah untuk dikenang. Usai penutupan, semua teman-teman sudah bersiap-siap dengan acara pulang kampung masing-masing. Dari membeli oleh-oleh, packing, sampai memastikan jam taksi ke bandara. Hal ini tentu saja berbeda dengan suasana lebaran di rumah, suasana lebaran dengan kesibukan menerima kunjungan sanak saudara dan tetangga.
Continue reading...

04 August, 2013

4 comments 8/04/2013 06:03:00 AM

Puasa di Bangalore

Posted by isma - Filed under
salah satu masjid di bangalore

Menjalankan ibadah Ramadhan di Indonesia mungkin akan terasa menyenangkan. Sore hari setiap masjid dan mushala akan menjadi layaknya pusat keramaian. Anak-anak dan remaja berkumpul untuk ta’jilan dan berjamaah maghrib bersama. Beranjak malam, para jamaah datang berduyun-duyun untuk melakukan ibadah shalat isya, tarawih dan witir. Suara mengaji dan ceramah seolah saling berlomba antara satu masjid dengan masjid yang lain. Ramadhan di Indonesia begitu terasa, dan rasanya begitu khas dan berbeda dari bulan-bulan yang lain. Tapi, bagaimana dengan puasa di Negara minoritas Muslim seperti di India? Suasana khas seperti apakah yang akan dirasakan?

Pukul 4 dini hari, seseorang mengetuk pintu kamar saya. Buru-buru saya membuka pintu, khawatir Sicillia, seorang teman Indonesia yang sekamar dengan saya akan terganggu. Begitu pintu terbuka, seorang perempuan berwajah khas India berdiri dengan selempangan kerudung sambil tersenyum, “Karlijn dan Jette sudah menunggu di kamarku, mereka mau ikut sahur juga,” ucapnya. Aku mengiyakan, kemudian mengambil makananku dan menyusul langkahnya menuju ke kamar sebelah.

Namanya Ayessa, ia lahir dan tumbuh di India bagian selatan. Nenek moyangnya berasal dari Afghanistan, dan sudah lama beranak pinak di India. Saya dan Ayessa dipertemukan oleh program Monsoon School on Pluralism and Human Development di Training Center National Law School University of India, yang terletak di Nagarbhavi Bangalore, India bagian selatan. Kegiatan ini berlangsung dari pertengahan Juli sampai Agustus 2013. Selain kami, ada empat belas peserta dari Indonesia, Belanda, India, dan Uganda yang mengikuti program ini.

Ini malam kesekian kami menikmati malam sahur bersama. Namun, kali ini kami tidak hanya berdua. Ada Karlijn dan Jette yang berkebangsaan Belanda menemani kami. “Saya ingin merasakan bagaimana makan pagi-pagi sekali lalu tidak makan seharian,” jelasnya. Aku dan Ayessa tersenyum-senyum melihat ekspresi mereka. Apalagi ketika tiba-tiba Karlijn bertanya, “Jam berapa besok kami boleh makan lagi?” Padahal puasa belum juga dimulai. Kami pun tergelak bersama.

suasana sahur berempat

menu sahur

gadis berjilbab

Menikmati Ramadhan di India memang jauh berbeda dengan ketika saya di Indonesia. Sekarang saya menjadi bagian dari minoritas, apalagi di antara peserta Monsoon School hanya saya dan Ayessa yang berpuasa. Kami seperti menjadi orang “aneh” pada saat makan pagi dan siang. Karena kami tidak melakukan hal yang sama dilakukan oleh mayoritas peserta. Tekad untuk berpuasa juga harus dibangun dengan kuat, karena kami tidak tinggal di lingkungan muslim yang mungkin berperan melakukan dorongan sosial untuk berpuasa. Jadi, menjadi minoritas memang tidak mudah.

Saya tidak menemukan suasana Ramadhan di Nagarbhavi. Tarawih dan tadarus saya lakukan di kamar sendirian. Sahur pun biasanya hanya berdua dengan Ayessa. Untuk menu sahur, tergantung makanan dan lauk-pauk yang disediakan oleh koki dapur pada waktu makan malam. Tapi yang pasti mereka selalu menyediakan nasi olahan bumbu-bumbu khas India, ayam kari, roti nan, dal, sambar yaitu olahan sayuran dengan bumbu khas India juga, dan nasi putih. Saya dan Ayessa cukup mengambil seukuran satu porsi, dan menyimpannya di kamar. Dan kami akan menikmati makanan kami pada saat sahur, meskipun dalam keadaan dingin. Lalu bagaimana dengan buka puasa? Praktis tidak ada masalah, karena waktu buka puasa bersamaan dengan jam makan malam. Sementara untuk tarawih, kami melakukannya di kamar masing-masing.

Pada awal kedatangan saya di Bangalore, saya sempat menggagas untuk shalat Ied bersama di masjid dekat-dekat training center. Namun, Ayessa menjawab sambil menggeleng-gelengkan kepala, “Oh, perempuan tidak dibolehkan shalat di masjid.” Saya terperangah dan tidak percaya. Ayessa lalu bercerita bahwa hampir semua masjid di India memberlakukan aturan yang sama sehingga ia pun tidak pernah merasakan shalat di masjid.

Ketika saya melihat-lihat kota Bangalore dengan trishaw, semacam bajaj, saya melihat banyak perempuan memakai penutup kepala, baik berbentuk jilbab ataupun berjubah panjang dan bercadar. Satu pemandangan yang tidak saya duga sebelumnya. Saya juga melihat banyak masjid lengkap dengan speakernya, seperti layaknya masjid di Indonesia. Saya lalu menjadi penasaran. Betulkan di antara masjid-masjid itu tidak ada satu pun yang membolehkan perempuan untuk shalat di dalamnya?

Saya bertanya tentang masjid yang bisa saya masuki pada supir trishaw yang seorang muslim. Ia memakai kupluk haji berwarna putih. Ia menjawab bahwa tempat perempuan untuk melakukan shalat adalah di rumah masing-masing. Saya juga bertanya pada penjual baju di dekat training center yang kebetulan muslim. Ia menjawab, “Perempuan melakukan namaz di rumah, dan lebih banyak bekerja di rumah. Sementara laki-laki pergi ke masjid dan bekerja di luar.” Saya bertanya lagi mengapa bisa begitu. “Begitulah yang berlaku dalam keluarga kami. Aturannya memang seperti itu,” jawabnya telak.
trishaw yang ngebut

dinner pas ada masak bersama

suasana dinner yg lain

Tahu kalau saya begitu kecewa dengan aturan masjid itu, beberapa hari kemudian Ayessa mengirimkan link berita tentang gerakan foto yang dilakukan oleh Hind Makki sejak tahun 2012. Dia memposting foto-foto dalam web Side Entrance untuk menggambarkan bagaimana perempuan melakukan shalat di masjid di berbagai belahan dunia, sebagai bentuk protes dari larangan perempuan untuk shalat di masjid.

Tinggal untuk sementara waktu selama bulan Ramadhan di Nagarbhavi Bangalore memberikan pengalaman yang sangat berharga buat saya. Saya tahu bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya harus mengabaikan perasaan saya bahwa saya orang asing di depan orang lain. Saya mencoba untuk melakukan kegiatan yang tidak menyulitkan dan membuat masalah bagi mayoritas. Saya tidak memiliki ruang publik untuk mengekspresikan keberagamaan saya seperti apa yang saya dapatkan di Indonesia.

Akhirnya, saya mengerti bahwa afiliasi kelompok memiliki kekuatan yang besar di mana saya mungkin berani untuk mengekspresikan identitas saya dan mendapatkan apa yang saya harapkan dan inginkan. Memang, saya sering membaca beberapa artikel tentang bagaimana minoritas berjuang untuk hak-hak mereka. Tapi, sekarang saya mengalami sendiri apa yang mereka rasakan, meskipun belumlah seberapa.

Sumber: NU.ONLINE
Continue reading...
5 comments 8/04/2013 03:07:00 AM

Kebetulan dan Intuisi

Posted by isma - Filed under

aku suka sekali menemukan buku anak yang unik. dulu ketika di hawaii, bersama roma, aku pergi ke goodwill untuk menyortir buku anak harga $1 sampai $3. goodwill adalah supermarket barang bekas dengan kondisi barang yang masih bagus dan berkualitas. dari pakaian, sepatu, buku, sprei, sampai alat-alat rumah tangga.

waktu itu aku kalah pintar dalam memilih, sehingga roma mendapatkan buku-buku anak dengan design yang unik. misalnya, buku tentang hewan purba dengan mata bulat timbul yang tembus dari halaman belakang sampai belakang. bola mata timbul itu bisa bergoyang-goyang jika buku diayun-ayunkan. lucu sekali, dan aku sangat suka karena pasti anak-anak akan juga menyukai buku itu. tapi, aku cuma bisa berharap bahwa mungkin aku akan menemukan buku unik yang lain. namun pucuk dicinta ulam pun tiba. roma tiba-tiba berubah pikiran, "aku nggak jadi beli buku-buku ini, is. aku mau beli barang yang lain saja buat oleh-oleh." senangnya hatiku. akhirnya, aku beli beberapa buku anak pilihan roma yang tidak jadi ia beli.

hari ini ketika aku dan teman-teman pergi ke toko buku gangaram di bangalore india, aku langsung menghambur ke koleksi buku anak. ada banyak pilihan, dan semuanya berbahasa inggris. aku telisik satu per satu. beberapa cerita, seperti the three little pigs dan the rapunzel, sudah ada versi e-booknya di tablet dan sering didengarkan oleh kak abiq dan atha. aku ingin mencari cerita yang lain, dengan harga terjangkau, dan tidak aku temui di indonesia.

just for boys, written by matt crossick

aku menemukan buku "just for boys", berisi informasi tentang pubertas bagi remaja laki-laki. hmmm, ada versi for girls-nya tidak ya? pikirku. aku lalu bertanya pada pramuniaganya, tapi sayang persediaannya sedang kosong. okay, aku lalu mencari lagi. membuka-buka, sambil bertanya berapa harganya ketika aku menemukan buku menarik. salah satunya adalah serial nancy, yang berjumlah empat buku dalam satu box. kak abiq sudah punya salah satu judul yang bercerita tentang nancy dan kawan barunya yang berasal dari paris, edward. tiga yang lainnya kak abiq belum punya. tapi, kupikir-pikir, harganya lumayan mahal juga, tujuh ratus lima puluh rupee.

sambil berputar-putar, aku menajamkan pandanganku. untung aku sendirian di pojokan toko buku itu. jadi aman mengeksplorasi dan bebas. sampai aku menemukan buku yang lain daripada yang lain. bentuknya panjang, dan bisa ditarik memanjang ke atas, seperti model lipatan kertas lontar jaman dulu. ilustrasi buku itu berupa lukisan khas india, bercerita tang hensparrow. aih, menarik sekali. ternyata ia bersebelahan dengan buku sejenis yang bercerita tentang tsunami, dengan ilustrasi lukisan dan puisi. hmmm, super creative! tapi aku memilih cerita yang pertama, karena rencananya buku itu setelah aku ceritakan sama kak abiq dan dik atha, akan aku gantung di ruang tamu yang sekaligus perpustakaan. kalau ceritanya tentang tsunami, jadi nggak sesuai saja dengan suasana bahagia yang ingin aku sebarkan di ruangan tersebut.

hensparrow turns purple written by gita wolf and pulak biswas

yeay, aku semakin semangat! di bawah tumpukan buku gantung itu, ada lagi buku anak khas india dengan ilustrasi yang juga khas india. benar-benar merebut perhatianku. aku langsung keluarkan semua koleksinya, dan aku bandingkan satu per satu. ada kurang lebih 10 buku anak dengan drawing style india. tapi aku cuma ambil 7 buku. and i was amazed by the drawing style! oh ... aku benar-benar jadi jatuh cinta dengan buku-buku itu. unik dan cantik. hmmm, ini seperti kebetulan. kebetulan yang dimulai dengan intuisi bahwa ada sesuatu yang menarik di antara rak-rak itu. yes ... dan aku menemukannya!

tiga di antara 7 buku

under the neem tree, written by p.anuradha

page 11-12 of the neem tree book

the great race, written by nathan kumar scott and jagdish chitara

we all born free, published by the universal declaration of human right

following my paint brush, written by gita wolf on dulari devi

drawing from the city, original tamil text by saali selvam,
english by v. geetha and gita wolf

Continue reading...