21 June, 2008

9 comments 6/21/2008 04:11:00 PM

Tutup Tahun SALAM 2007-2008

Posted by isma - Filed under ,
sawah di depan SALAM


Tanpa terasa sudah satu tahun Shinfa bersekulah di SALAM. Malam Jum'at kemarin adalah malam tutup tahun, sekaligus bagi-bagi rapor, sekalian memperingati sewindu berdirinya SALAM. Aku dan Shinfa yang dasarnya memang sudah beberapa minggu absen, dikabari Mbak Maya tentang malam acara ini. Dan, sepulang nguli hari Kamis, aku langsung bablas ke SALAM, menemui Shinfa yang diantar sama Bulik dan Mbaknya.

Acaranya sebenarnya sudah dimulai sejak hari Rabu, dilanjut hari Kamis siang, dengan bermacam permainan anak-anak. Malamnya, anak-ibu-bapak berkumpul di ladang tempat main, di depan bangunan SD SALAM. Dimulai dengan makan malam bersama, lalu menyalakan oncor alias obor. Untung ada Shane, jadi Shinfa punya keberanian untuk ikut menyalakan oncor. Bu Wahya yang sebagai ibu pengasuh SALAM kemudian didaulat untuk memotong tumpeng, dan Shinfa juga jadi berani karena ada Shane ikut berdiri menerima potongan tumpeng itu. Pokoknya semua deh dengan Shane hehe. Sampai mereka pada rukun minta pangku aku yang imut, sampai-sampai kesemutan.


Rapor Shinfa bunyinya bagus. Ada perubahan positif, paling tidak untuk keberanian berteman dan bercerita dengan fasilitator. Meskipun sekali waktu masih mbok-mboken juga. Nggak papalah, besok di kelas B, nambah berani ya Shin. Sekarang saatnya berlibur deh... met libur juga ya buat teman-teman semua...
Continue reading...

12 June, 2008

14 comments 6/12/2008 12:15:00 PM

Ups! Shinfa Bilang: Ahyal Pacalku...

Posted by isma - Filed under ,
Lima hari kemarin, sejak Sabtu sampai Rabu, aku mudik lagi ke Pekalongan untuk acara pernikahan adikku, Muhammad Istifaul Kamul. Aku mudik bareng buntutku yang selalu ngintil hehe, Shinfa Labieq, dan ayah juga tentunya. Bertiga, kami melengkapi formasi keluarga besar Mbah Idah di Pekalongan. Yang pasti ramai dan full anak-anak, dan ini sangat mengenakkan buat aku yang tidak harus mengawal Shinfa ataupun ngajak bermain. Shinfa sudah tidak takut-takut lagi sama sepupu atau tetangga kecilnya.

“Iki de’e sopo?” selalu begitu pertanyaannya, setiap para penyumbang melihat seliweran anak-anak di rumah.
“Iki anake Ismah,” jawab Mbah Idah.
“Oh, wis gede o...,” balas si penanya. Kalau di Pekalongan akhiran setiap kata biasanya memang pakai o. Seperti di Jogja yang pakai e.
Dan lalu aku muncul, sambil tersenyum, semanis mungkin.
“Iki Ismah yo, walah nambah langsing, ayu...”
Gubrak! Aku pingsan dulu aah! Hehe. Harap maklum. Bisa jadi tuh ibu terakhir melihatku pas nyumbang acara nujuh bulananku tiga tahun yang lalu. Waktu itu kan berat badanku yang semula 43kg jadi melar 68kg. Nah loh. Jadi pas lihat aku dengan bobot 45kg, ya iyalah jadi langsing. Hehe.

Ah, tapi kalau soal ramai anak-anak dan berbagai komentar karena jarang melihat, itu sudah biasa. Yang sangat tidak biasa adalah ketika suatu sore, hari Selasa, 9 Juni 2008, aku yang lagi duduk-duduk sama ayah juga saudara-saudara yang lain dikagetkan oleh tangisan Shinfa.

Kalau Shinfa sudah nangis gitu, pawangnya mau nggak mau harus tandang gawe. Aku mendekati Shinfa yang sedang berlinang air mata, dikelilingi para sepupu kecil dan anak-anak tetangga. Mereka malah pada cekikikan.
“Adik kenapa?”
“Huhuhu... Ahyal nggak boleh duduk situ.”
“Kan nggak papa duduk di situ.”
“Nggak boleh... Ahyal... Ahyal...”

Akhirnya demi biar suasana kembali aman, aku bilang, “Ahyar duduknya pindah ya, jangan di situ.”
Eeh, Ahyar malah ketawa-tawa, begitu juga anak yang lain. Aku agak nggak ngeh.
“Ahyal... Ahyaaal...,” Shinfa masih memangil-manggil.
“Ahyal kenapa, Dik?” tanya Dewi, adikku sambil senyum-senyum.
“Huhuhu... Ahyal pacalku...”
What! Gubrak! Aku kaget. Sementara anak-anak yang ada di situ juga ngakak. Tak ketinggalan Ahyar yang ketawa-tawa senang. GR kali dia dibilang pacarnya sama Shinfa yang cantik hehe. Hayah!

“Ahyal nakal ya, Dik?” tanyaku lagi, agak was-was.
“Enggak,” Shinfa menggeleng.
“Lha terus... Oh, nggak boleh duduk di situ ya?”
“Iya. Ahyal mau takjak duduk di sini....”

Aku geleng-geleng kepala. Duuh, Shinfa... Apa to yang kamu rasain waktu itu. Kok bisa pingin duduk bareng Ahyar. Pakai istilah pacar segala. Bener-bener bikin ati was-was. Apalagi pas tangis Shinfa pun makin menjadi, ketika Ahyar beranjak pergi. “Ahyal... Ahyal... Sini. Mau takjak duduk di sini...,” rengeknya sambil berlinang-linang air mata. Menatap Ahyar yang berjalan menjauh sambil tertawa-tawa bersama teman-temannya. Acting Shinfa bener-bener kayak perpisahan di teluk bayur deh... (alah!)

Yang kaosan ijo tuh yg namanya ahyar hehe...

Tapi, bersyukur Shinfa mau takrayu, takgendong untuk masuk rumah karena sudah maghrib. Dalam hati aku berharap, ini hanya seliweran yang sesaat. Bisa jadi tadi anak-anak kecil itu pada ngolok-ngolok Ahyar pacarnya Shinfa, dan lalu Shinfa ikut-ikutan padahal nggak paham apa itu yang namanya pacar.

Dan, ternyata memang benar. Setelah aku berhasil mengalihkan perhatian Shinfa sore itu, dan selanjutnya tidak lagi menyebut-nyebut Ahyar atau istilah pacar, sampai sekarang dia sudah tidak menyebut-nyebut Ahyar atau pacar. Malah kemarin pas aku bercerita tentang kejadian itu dan tiba-tiba Shinfa njedul, dia cuma senyum-senyum cuek. Ngelus dada deh jadinya...
Continue reading...

03 June, 2008

17 comments 6/03/2008 07:03:00 AM

Biang Korek

Posted by isma - Filed under
Korek apa kerok ya?
Tepatnya korek kali ya, secara yang satu ini bisa menyulut api kemarahan, kejengkelan, sekaligus kegemesan. Koreknya terserah deh, korek jres atau korek gas hehe. Yang jelas bisa menyulut api. Ah, tapi sebenarnya marah dan jengkelnya nggak gitu-gitu amat. Malah yang tersisa kemudian adalah gemes dan kemekelen. Hm, kira-kira apa atau siapa sih si biang korek ini?

Ups! rapi bener to shinfa pake lipstiknya hehe. Ibue aja kalah!

Hihi, siapa lagi kalau bukan Shinfa dengan seluk-beluknya akhir-akhir ini. Memasuki usia 3 tahun, usia pembangkangan, ngeyel, dan sudah bisa menentukan karep. Sekarang dia sudah punya jawaban balasan pas aku mbengok dengan gemes, “Adik, dengerin Ibu dong,” gara-gara pas aku omong dicuekin alias nggak digubris. Jawabnya, “Ya Ibu itu yang dengelin Dik Abik.” Hihi, telak deh!
“Ya Dik Abit itu,” balasku.
“Ya Ibu itu...,” Shinfa juga tetep ngeyel.

Pernah juga aku minta tolong Shinfa untuk ngidak-ngidak punggungku.
“Adik, tolong idak-idak punggung Ibu dong, pegel.”
“Yoh,” jawabnya mantap. Tapi, baru dua langkah, tiba-tiba dia bilang, “Aku ki la oleh ngidak-ngidak ibuk e.”
“Sapa yang nggak ngolehi,” tanyaku sambil mesem.
“Nak Dola.”
Kontan aku ngakak. Mau bilang nggak mau ngidak-ngidak aja pakai pinjam legitimasi dari boneka Dora yang biasanya memang dianggap sebagai anake Shinfa, jadi manggilnya Nak Dora. Hahaha.

Yang benar-benar bikin judek itu kalau hubungane sama ganti baju. Dari mandi pagi, coba-mencoba, copot-mencopot, sudah dimulai. Mending kalau pas udele bolong, disuruh ambil sendiri, dia mau. Tapi, kalau lagi rapet, walah... kalau dibiarin bisa satu jam cuma mondar-mandir dengan celdam dan kadal alias celana dalam dan kaos dalam. Dipilihin nggak mau, ambil sendiri juga nggak ndang milih. Nah loh. Belum lagi, kalo dalam sehari dia bisa ganti baju 3 sampai 5 kali. Dengan alasan yang kadang cuma pingin ganti aja. Sebel deh!

Ditambah, ndelidisnya Shinfa yang memang lagi ndlidis-ndlidisnya. Jadi, kalau di rumah ada yang ngerasa kehilangan barang, pasti pada jawab, “Tekok Abik kae lho.” Hehe. Soalnya memang dia yang suka make buat mainan, terus pindah tempat deh entah di mana. Dari jepet rambut, pulpen, dompet, sampai peralatan kosmetik, apalagi deodoran, bedak, sama lipstik. Walah, harus benar-benar diumpetin. Kalau nggak, bisa dibuat masak-masakan tuh atau ditugel sampai bonyok kayak yang menimpa lipstikku.
“Ini tu tepung e, Buk,” katanya sambil ngabul-abul bedak. Dan, deodorannya dioles-olesin, buat campuran buncis yang ia ambil dengan merengek-rengek, yang sedianya mau aku tumis. “Dikit aja ya, Dik. Ambilnya. Kan mau dimasak.”
“Emoh. Ibu nakal. Yang banyak,” jawabnya dengan ekspresi kesal, mecucu.
Hihi, kalau yang ini niru aku banget deh!

Tapi, aku kadang jadi kasihan juga sama Shinfa. Gara-gara kedelidisan dan biang korek kehilangan ini, sering kali apa-apa yang dituduh memindahkan ya Shinfa. Tapi, memang banyak benarnya sih. Hihi. Misalnya, Uti sudah muter-muter lima puluh kali (enggak segitunya kaliii) nyariin staples. Tanya ke sana ke sini nggak ada hasil. Sampai akhirnya nanya Shinfa. Eh, ternyata tuh anak dengan cepat sudah kembali dengan membawakan staples untuk Uti.

Memang sekali waktu, apalagi kalau lagi capek atau stres (waduuh!), aku jadi suka teriak-teriak kalau Shinfa lagi jadi biang korek. Terutama yang kaitannya sama hal-hal yang membahayakan, dan Shinfa ngeyel nggak mau dengar. Kemarin pernah tuh, dia main tisu, terus dicuil-cuil, lalu dimasukin ke dalam hidung. Alah, aku langsung teriak! Saking paniknya. Soalnya biar sudah bersin-bersin, cuilan tisunya nggak mau keluar. Aku lansung ambil cutton bud buat ngakali itu cuilan. Salah-salah malah masuk ke dalam kan berabe. Alhamdulillah bisa aku ambil. “Adik! Besok lagi nggak boleh masukin tisu ke hidung lho ya!” ucapku jengkel campur kesel. Duuh, Shin, tahu nggak sih kalau ibu khawatir banget.

Belajar sabar deh pokoknya. Marahnya jangan diluapkan, dikendalikan dengan sifat welas dan sayang, ingat kalau Shinfa tuh anak-anak yang lagi butuh banyak mencoba dan bebas bereksplorasi. Betul to. Biarpun susehnya minta ampun.
Continue reading...