Yuk pro konco dolanan ning jobo
rembulane sing awe-awe
ngajak siro ojo podo turu sore...
Masih ingat lagu masa kecil itu kan? Liriknya kurang lebih seperti itulah. Lagu yang menginspirasi *anggap saja begitu* anak-anak pada masa kecilku untuk berkumpul di lapangan di sebelah rumahku, apalagi saat purnama, untuk main borem/betengan, colong gendero, boyo-boyonan, jamuran dll. Suasana bermain yang secara perlahan mulai ditinggalkan oleh anak-anak jaman setelahku.
Mungkin berangkat dari latar belakang itu *sok tahu banget ya aku*, di lantai dua Taman Budaya Yogyakarta ada yang namanya Kolong Tangga, museum dolanan anak-anak. Sabtu kemarin usai mengikuti bedah buku Rumah Cinta karya Musthafa W Hasyim, aku, Pijer, dan Rabi' menyempatkan diri mampir dan melihat-lihat koleksi museum itu, dengan membayar Rp1000.
Tidak luas memang tempatnya, koleksinya juga tak banyak. Tapi paling tidak, ini masih bisa dikembangkan dan dilengkapi. Ada koleksi alat permainan, ada juga beberapa gambar dan foto dolanan jaman baheula. Aku jadi ingat dolanan semprong bolong, lagunya aku sudah lupa. Seperti dalam gambar. Kepalan tangan yang ditumpuk-tumpuk, lalu mecah satu per satu. Atau, bentik. Seperti dalam gambar juga. Memakai dua bilah kayu yang berbeda ukuran panjangnya.
Itu masa kecil jamanku. Tapi, aku masih bersyukur juga masa kecil Shinfa masih dikenalkan dengan yang namanya dolanan. Terutama oleh Ato dan Uti, juga Pakde Gentur. Yang paling sederhana mungkin dolanan jarik kali ya. Hehe. Sebangsa cilukba *mekso.com* dan lain sebagainya, yang entah masuk kategori dolanan atau enggak.
Atau ada lagi yang ini, kalau di Pekalongan liriknya: "Angkle-angkle, sabrangno kali gede, takopahi ndas lele." Tapi kalau di rumah Jogja menjadi: "Ongkang-ongkang belulang nyaplok...." mbuh ra apal aku. Jadi, Shinfa duduk di kaki sambil berpegangan tangan dan lalu digoyang-goyang. Senang banget kan? Aku juga mau tuh hehe...
Biasanya yang suka ndolani ongkang-ongkang ini Pakde Gentur. Kalau Ato sama Uti spesialisnya lirik-lirik lagu Jowo. Mislanya, kalo lihat Shinfa duduk, Uti nggodani dengan lirik: "Anak wedok, njangan lombok, kambile sitok, lungguhe metotok." Hehe. Tapi, sama Shinfa diganti dengan "lungguhe apik". Kalau Ato ngajari Shinfa lagu judulnya Gareng Pong. Lucu aja kalo dengerin Shinfa nyanyi Gareng Pong. Dengan suara cedal, melafalkan lirik jawa. Aku sih nggak hafal.
SALAM juga termasuk yang ikut melestarikan dolanan dan lirik2 peninggalan jadul. Misalnya kalau nyuruh kumpul, biasanya pakai lirik: "Yo bocah do mreneo, yo bocah do mreneo..." Terusannya aku lupa hehe. Selain tentu saja mengajak main anak-anak dengan dolanan seperti jamuran, cublak-cublak suweng dan lain-lain.
Yah, aku sih berharap sebangsa dolanan itu nggak punah. Meskipun aku juga nggak yakin bener apakah Shinfa bisa menikmati dolanan versi anak-anak SD yang dulu pernah aku nikmati seru dan hebohnya itu atau enggak. Yuk, main sama Ibu aja yuk hehe... jadi kangen deh pingin dolanan.
Continue reading...
rembulane sing awe-awe
ngajak siro ojo podo turu sore...
Masih ingat lagu masa kecil itu kan? Liriknya kurang lebih seperti itulah. Lagu yang menginspirasi *anggap saja begitu* anak-anak pada masa kecilku untuk berkumpul di lapangan di sebelah rumahku, apalagi saat purnama, untuk main borem/betengan, colong gendero, boyo-boyonan, jamuran dll. Suasana bermain yang secara perlahan mulai ditinggalkan oleh anak-anak jaman setelahku.
Mungkin berangkat dari latar belakang itu *sok tahu banget ya aku*, di lantai dua Taman Budaya Yogyakarta ada yang namanya Kolong Tangga, museum dolanan anak-anak. Sabtu kemarin usai mengikuti bedah buku Rumah Cinta karya Musthafa W Hasyim, aku, Pijer, dan Rabi' menyempatkan diri mampir dan melihat-lihat koleksi museum itu, dengan membayar Rp1000.
Tidak luas memang tempatnya, koleksinya juga tak banyak. Tapi paling tidak, ini masih bisa dikembangkan dan dilengkapi. Ada koleksi alat permainan, ada juga beberapa gambar dan foto dolanan jaman baheula. Aku jadi ingat dolanan semprong bolong, lagunya aku sudah lupa. Seperti dalam gambar. Kepalan tangan yang ditumpuk-tumpuk, lalu mecah satu per satu. Atau, bentik. Seperti dalam gambar juga. Memakai dua bilah kayu yang berbeda ukuran panjangnya.
Itu masa kecil jamanku. Tapi, aku masih bersyukur juga masa kecil Shinfa masih dikenalkan dengan yang namanya dolanan. Terutama oleh Ato dan Uti, juga Pakde Gentur. Yang paling sederhana mungkin dolanan jarik kali ya. Hehe. Sebangsa cilukba *mekso.com* dan lain sebagainya, yang entah masuk kategori dolanan atau enggak.
Atau ada lagi yang ini, kalau di Pekalongan liriknya: "Angkle-angkle, sabrangno kali gede, takopahi ndas lele." Tapi kalau di rumah Jogja menjadi: "Ongkang-ongkang belulang nyaplok...." mbuh ra apal aku. Jadi, Shinfa duduk di kaki sambil berpegangan tangan dan lalu digoyang-goyang. Senang banget kan? Aku juga mau tuh hehe...
Biasanya yang suka ndolani ongkang-ongkang ini Pakde Gentur. Kalau Ato sama Uti spesialisnya lirik-lirik lagu Jowo. Mislanya, kalo lihat Shinfa duduk, Uti nggodani dengan lirik: "Anak wedok, njangan lombok, kambile sitok, lungguhe metotok." Hehe. Tapi, sama Shinfa diganti dengan "lungguhe apik". Kalau Ato ngajari Shinfa lagu judulnya Gareng Pong. Lucu aja kalo dengerin Shinfa nyanyi Gareng Pong. Dengan suara cedal, melafalkan lirik jawa. Aku sih nggak hafal.
SALAM juga termasuk yang ikut melestarikan dolanan dan lirik2 peninggalan jadul. Misalnya kalau nyuruh kumpul, biasanya pakai lirik: "Yo bocah do mreneo, yo bocah do mreneo..." Terusannya aku lupa hehe. Selain tentu saja mengajak main anak-anak dengan dolanan seperti jamuran, cublak-cublak suweng dan lain-lain.
Yah, aku sih berharap sebangsa dolanan itu nggak punah. Meskipun aku juga nggak yakin bener apakah Shinfa bisa menikmati dolanan versi anak-anak SD yang dulu pernah aku nikmati seru dan hebohnya itu atau enggak. Yuk, main sama Ibu aja yuk hehe... jadi kangen deh pingin dolanan.