29 May, 2008

9 comments 5/29/2008 09:02:00 AM

Dolanan

Posted by isma - Filed under ,
Yuk pro konco dolanan ning jobo
rembulane sing awe-awe
ngajak siro ojo podo turu sore...

Masih ingat lagu masa kecil itu kan? Liriknya kurang lebih seperti itulah. Lagu yang menginspirasi *anggap saja begitu* anak-anak pada masa kecilku untuk berkumpul di lapangan di sebelah rumahku, apalagi saat purnama, untuk main borem/betengan, colong gendero, boyo-boyonan, jamuran dll. Suasana bermain yang secara perlahan mulai ditinggalkan oleh anak-anak jaman setelahku.

Mungkin berangkat dari latar belakang itu *sok tahu banget ya aku*, di lantai dua Taman Budaya Yogyakarta ada yang namanya Kolong Tangga, museum dolanan anak-anak. Sabtu kemarin usai mengikuti bedah buku Rumah Cinta karya Musthafa W Hasyim, aku, Pijer, dan Rabi' menyempatkan diri mampir dan melihat-lihat koleksi museum itu, dengan membayar Rp1000.


Tidak luas memang tempatnya, koleksinya juga tak banyak. Tapi paling tidak, ini masih bisa dikembangkan dan dilengkapi. Ada koleksi alat permainan, ada juga beberapa gambar dan foto dolanan jaman baheula. Aku jadi ingat dolanan semprong bolong, lagunya aku sudah lupa. Seperti dalam gambar. Kepalan tangan yang ditumpuk-tumpuk, lalu mecah satu per satu. Atau, bentik. Seperti dalam gambar juga. Memakai dua bilah kayu yang berbeda ukuran panjangnya.

Itu masa kecil jamanku. Tapi, aku masih bersyukur juga masa kecil Shinfa masih dikenalkan dengan yang namanya dolanan. Terutama oleh Ato dan Uti, juga Pakde Gentur. Yang paling sederhana mungkin dolanan jarik kali ya. Hehe. Sebangsa cilukba *mekso.com* dan lain sebagainya, yang entah masuk kategori dolanan atau enggak.


Atau ada lagi yang ini, kalau di Pekalongan liriknya: "Angkle-angkle, sabrangno kali gede, takopahi ndas lele." Tapi kalau di rumah Jogja menjadi: "Ongkang-ongkang belulang nyaplok...." mbuh ra apal aku. Jadi, Shinfa duduk di kaki sambil berpegangan tangan dan lalu digoyang-goyang. Senang banget kan? Aku juga mau tuh hehe...

Biasanya yang suka ndolani ongkang-ongkang ini Pakde Gentur. Kalau Ato sama Uti spesialisnya lirik-lirik lagu Jowo. Mislanya, kalo lihat Shinfa duduk, Uti nggodani dengan lirik: "Anak wedok, njangan lombok, kambile sitok, lungguhe metotok." Hehe. Tapi, sama Shinfa diganti dengan "lungguhe apik". Kalau Ato ngajari Shinfa lagu judulnya Gareng Pong. Lucu aja kalo dengerin Shinfa nyanyi Gareng Pong. Dengan suara cedal, melafalkan lirik jawa. Aku sih nggak hafal.

SALAM juga termasuk yang ikut melestarikan dolanan dan lirik2 peninggalan jadul. Misalnya kalau nyuruh kumpul, biasanya pakai lirik: "Yo bocah do mreneo, yo bocah do mreneo..." Terusannya aku lupa hehe. Selain tentu saja mengajak main anak-anak dengan dolanan seperti jamuran, cublak-cublak suweng dan lain-lain.

Yah, aku sih berharap sebangsa dolanan itu nggak punah. Meskipun aku juga nggak yakin bener apakah Shinfa bisa menikmati dolanan versi anak-anak SD yang dulu pernah aku nikmati seru dan hebohnya itu atau enggak. Yuk, main sama Ibu aja yuk hehe... jadi kangen deh pingin dolanan.
Continue reading...

26 May, 2008

8 comments 5/26/2008 03:09:00 PM

Sapa Kangen

Posted by isma - Filed under
“Piye Is, kowe isih ngatukan ra?” suara sopran itu menyapa pagiku.
Aku ngakak. Tiba-tiba teringat kebiasaan mudaku *alah!* waktu di pesantren dulu. “Masih, Mbak. Kalau malam jam tujuh aku sudah mapan turu,” jawabku menegaskan. “Tapi, biar ngantukan aku kan pinter, Mbak.”
Kali ini Mbak Mike yang terbahak, dan aku bisa membayangkan pasti matanya yang sipit itu akan semakin menyipit bahkan terpejam.

Dia teman satu bangku waktu aku kelas VI Muallimat Tambakberas. Usianya mungkin dua tahun di atasku. Parasnya ayu. Matanya yang sipit terbungkus kacamata minus. Kulitnya putih bersih. Tinggi, dan aku yang kecil imut ini hanya seukuran bahunya kalau berdiri. Dia keibuan, dan sebagai ibu yang baik tugas rutinnya adalah menjagaku saat aku terlelap ngantuk di kelas, atau membangunkan aku saat Pak Sarmin berkali-kali menyindir aku yang selalu terlelap saat jam pelajarannya.

Aku memang bisa dipastikan akan meletakkan kepalaku di atas meja pas pelajaran Ekonomi, Geografi, dan bahasa Inggris. Tapi, untuk nilai pelajaran yang terakhir aku masih mending. Dibanding ekonomi dan geografi yang di raport aku pernah dikasih 4 alias nilai merah. Sama seperti pelajaran Ilmu Falak yang hitung-menghitung waktu dan penanggalan itu. Pelajaran yang dulu menjadi faknya Pak Zuhdi, yang sekarang jadi suami Mbak Mike. Dan sampai sekarang, jujur saja aku masih harus membuka kedua tanganku, untuk tahu jam 22.00 itu jam berapa. Kebangeten!

Pagi ini suara Mbak Mike menyapaku. Ketika aku baru beraksi dengan naskah dalam page maker. Suara tinggi yang biasa ia pakai untuk melantunkan ayat suci Al-Qur’an dengan indah itu tak akan terlupa oleh telingaku walau jarak waktu 11 tahun tak pernah bertegur sapa. Kehilangan jejak. Seperti juga dengan teman-teman pondokku yang lain. Tapi, pagi itu ada Pak Kiai Abdillah yang berbaik hati mau memenuhi permintaan Pak Zuhdi, suami Mbak Mike, untuk melacak keberadaanku di kampung, di Pekalongan sana. Pak Abdillah yang ternyata betetanggaan kampung denganku, bertemu Pak Zuhdi di sebuah lokakarya di Semarang. Dan, karena kebaikan itu aku dihubungi adikku, untuk ngobrol dengan Pak Abdillah, dan lalu dengan Pak Zuhdi dan Mbak Mike, meski baru sebatas suara dan pendengaran.

“Jadi, Is. Aku nyuruh kiai nyariin alamatmu gara-gara kepentok kangen,” kata Pak Zuhdi yang juga guruku di Muallimat itu. “Koe isih ayu to?”
Aku ngakak. “Ya iyalaaaah,” narsisku keluar.
“Eh, koe saiki wis sepiro, mundak duwur ora?” kali ini Mbak Mike menyahut.
Lagi-lagi aku tertawa. “Isih tetep, Mbak. Imutku awet. Makanya aku awet enom,” balasku nggak tanggung-tanggung. Obrolan pun seketika melompat ke masa-masa lucu dan wagu bareng Mbak Mike dulu. Masa-masa yang menorehkan kedekatan dalam kebersamaan.


Yah, waktu terus berjalan. Kenangan terus berubah. Setiap orang punya jalan dan rencana hidup masing-masing. Jika satu waktu bisa bersama, itu pun karena ada satu persamaan dan kebersamaan yang terikat waktu. Pada saatnya nanti, setiap orang akan kembali pada relnya masing-masing. Aku tidak bisa memaksa Titin, misalnya, adik kecilku, untuk tetap bertahan di dekatku ketika memang waktu itu sudah tidak ada lagi. Meskipun aku coba mengais jalan kedekatan apa pun. Juga, nama-nama yang lain. Hm, akankah kalian juga masih mengingat namaku, dan lalu berkenan memburuku seperti Mbak Mike dan Pak Zuhdi? Owh... senangnya aku!
Continue reading...

23 May, 2008

3 comments 5/23/2008 12:53:00 PM

Guru Ngaji Shinfa

Posted by isma - Filed under ,
Jadwal Shinfa tiap abis jamaah Maghrib adalah mengaji iqra’. Lalu, siapakah gurunya? Biasanya sama Bulek. Tidak bener-bener rutin sih, tapi berkala. Kala-kala mau, kala-kala enggak. Namanya juga anak-anak. Selain karena menurutku, belajar huruf untuk seumuran Shinfa sifatnya hanya pengenalan saja. Biarpun Bulek dan orang rumah sepertinya begitu mewanti-wanti, aku masih biasa-biasa saja menyikapinya. Kasihan juga kan kalau terjadi pemaksaan.

Seperti kemarin maghrib. Aku sampai rumah pas Ato mau ngimami shalat. Karena lagi prei, aku tiduran sejenak di kamar. Tiba-tiba Shinfa masuk dengan kostum shalatnya, memakai rukuh hijau dengan kepala memakai peci rajutan (hahaha...kebayang nggak sih, badung banget yak!).

“Dik, shalat dulu!” aku mengingatkan.
“Lha ibu nggak shalat,” balas Shinfa nggak mau kalah.
Hihi. Aku ngikik lalu beralasan, “Ibu kan baru datang. Ntar nyusul.”
“Aku mau sama ibu kok,” jawab Shinfa yang di tangannya sudah pegang 2 bungkus wafer.

Kali itu dia tidak tergoda sama suara Ato yang sudah membahana mengimami shalat sampai dua rakaat. Kali kangen tuh sama ibunya. Hehe. Dan, ketika ayah ngajakin shalat di kamar, Shinfa mengiyakan. Tapi, ya gitu. Sambil lirak-lirik, manyun ke kanan ke kiri, muter-muter, lalu ngakak karena aku lihatin. Dan, satu paket sama shalat, malam itu Shinfa ngajinya juga sama ayah.


Meja yang sedianya buat naruh iqra’ malah dia naiki. Lalu, mulailah dia menghafal al-Fatihah, an-Nas, al-Falaq, sampai al-Ikhlash. Biarpun masih kebolak-balik apalagi hafalannya disambi main. Aku cuma ngelihatin sambil sesekali menimpali pas dia kelupaan. Ini sudah surprise banget buat aku yang memang masih menganggap usia Shinfa cukuplah dikenalkan. Belum saatnya diajak serius. Lihat saja, biarpun mulutnya terus menghafal, tetap saja dia jungkir balik naik kasurlah, ambil bedaklah, muter-muterlah.... hehe. Kalau nggak sabar, dijamin main gebrak meja deh merasa diduakan ya Shin.

Lalu berlanjut membaca iqra’. Lagi-lagi aku dibuat surprise. Pas ayah udah bosen nungguin Shinfa yang nggak serius ngaji, aku mbede’i Shinfa huruf-huruf berharakat dengan pulpen yang aku pakai sebagai telunjuk.
“Ini bacanya gimana?”
“Tsa...”
“Kalau ini,”
“Za...”
“Hm, Adik sudah bisa sampai ‘a ya?” tanyaku agak nggak percaya.
Shinfa mengangguk.

Kejutan deh buat aku. Sekaligus syukur alhamdulillah. Karena ternyata setiap orang dalam keluarga ini sama memberi perhatian, layaknya ibu, terhadap tumbuh kembang Shinfa. Termasuk soal ngaji dan menjadi guru ngajinya. Jadi, beruntunglah kamu, Nak... jadi bagian dari keluarga ini.
Continue reading...

21 May, 2008

10 comments 5/21/2008 07:31:00 AM

Teman di PAUD dan di SALAM

Posted by isma - Filed under
Soal pertemanan ini, pada pertemuan PAUD 3 minggu yang lalu, aku kasihan banget melihat Shinfa nggak dikolom *nggak diajak main* sama Naja, Fahma, dan Urel. Padahal, hanya dengan mereka Shinfa biasa main. “Besok takbeliin gambar ya, Naja. Abik nggak usah,” kata Fahma ke Naja. Atau pas berdiri berkeliling bikin lingkaran, “Aku mau sama Naja kok,” tolak Urel waktu Shinfa mau pegang tangannya. Untung Shinfa anak baik. Dia cuma memelas, lalu berjalan nelongso ke arahku. Kasihaaan banget.

Aku sih memandang biasa kejadian kayak gitu. Namanya anak-anak. Cuma pas Pakde denger ceritaku, dia langsung nggak terima, “Wis. Ra usah melu PAUD.” Hihi segitunya. Soalnya beberapa hari kemudian, Urel main juga ke rumah. Pinjam sepeda stobelinya Shinfa, muter-muter. Waktu itu, Teti sempat bilang, “Mbak Urel kemarin kok nggak mau gandengan sama Dik Abik di PAUD kenapa?” Urel nggak jawab, cuma cengar-cengir. Lalu, mulai deh Urel diceramahin sama Teti kalau ia nggak baik milih-milih teman seperti itu. Dan bagaimana dengan Shinfa melihat Urel diceramahanin gitu? “Mbak Ulel nggak nakal kok ya,” ia ternyata membela Urel. Hehe.

Lain di PAUD lain lagi di SALAM. Setelah beberapa Sabtu absen sekolah karena ibunya nggak bisa nganterin, kemarin Shinfa kembali bisa bermain-main bareng Shane dan Dida di SALAM. Sabtu kemarin adalah Sabtu kedua Shinfa mau main sama Shane dan Dida. Ini perkembangan positif yang bikin aku seneng banget. Meskipun perlu pengondisian pada menit-menit pertama, yang berarti Shinfa masih ngelendot ke aku, pada menit berikutnya dia mau berpindah tempat atau berjalan keliling kelas bareng Shane dan Dida.

“Temanku mana, Ma?” tanya Shane ke mamanya
tiap kali ia kehilangan jejak Shinfa.
“Itu Shinfa,” kata Mamanya.
“Temenku gini,” ia menunjukkan dua jarinya.
Berarti dia mencari teman satunya.
“Itu Dida,” Mamanya ganti menunjuk ke arah Dida.
Hehe. Lucu ya. Shane itu anaknya pemberani dan nggak mau ngalah. “Jadi kalo sama Shinfa dan Dida yang pendiam, dia cocok,” jelas Mamanya. “Shinfa itu ngemong ya anaknya. Kemarin Shane rebutan mainan sama Shinta, trus Shinfa bilang, ke sana aja yuk Shane,” tambah Mama Shane. Mendengar anakku dipuji, aku jadi tersipu dong hehe.

Sabtu kemarin Shinfa dan teman-temannya panen kedelai di kebun. Seru banget tuh. Ramai-ramai mencabut tanaman kedelai yang sudah menguning, dipetiki satu per satu, lalu direbus untuk dimakan bareng pas snack time. Menemani kolak biji salak yang disiapkan sama Shinfa buat teman-teman. Ini salah satu alasan kenapa aku suka mengajak Shinfa ke SALAM. Selain temannya baik-baik, setiap hari selalu ada yang baru, dan didekatkan dengan lingkungan dan lokalitas.

Continue reading...

15 May, 2008

11 comments 5/15/2008 11:51:00 AM

Main Plastik

Posted by isma - Filed under

Ini hobi barunya Shinfa, main plastik. Sebelumnya ia minta plastik cuma buat ditiup trus dijeblukke *Indonesiane opo yo... hehe, mosok diledakkan kayak bom wae...*. Atau kalau mau mandi, plastik itu buat main air di dalam bak. Tapi, sekarang... kreativitasnya semakin nambah. Plastik yg sudah nggak bisa dipakai buat kantong gara-gara dijeblukke tadi, ia pakai buat bikin balon-balon kecil lalu dipites pake jari, dan terdengarlah bunyi, "cetik". Sebelum tuh plastik dedel duwel dan berubah dari bentuk aslinya, dia bakalan terus berkarya dengan balon-balon kecilnya itu.

Main plastik ini juga bisa jadi terapi buat Shinfa kalau pas dia nangis atau marah-marah. Kejadiannya waktu itu, Shinfa lagi keluar manja dan rewelnya. Maunya aku menemani dia bobok pagi di depan tivi, nggak boleh masak. Akhirnya dengan terpaksa, aku sanding aja dia duduk di bangku panjang di dapur sambil merengek-rengek. Tahunya, Uti punya jurus ngasih Shinfa plastik. Ternyata manjur. Shinfa langsung terdiam, ganti asyik main sama plastik.


Aku agak heran aja, melihat Shinfa bisa bikin balon2 kecil gitu. Balon kecil bikinannya lumayan kencang juga. Terbukti pas dipites, terdengar bunyi cetik. Tapi, kebisaan ini ada banyak enaknya buat orang dewasa di rumah. Karena para orang dewasa di rumah, nggak perlu repot melayani Shinfa minta dibikinin balon kecil dari plastik. Iya kan. Pinter deh Nak.

Trus, sampai kapan ya kira-kira Shinfa bakal hobi main plastik gini... Tau deh!
Continue reading...

09 May, 2008

11 comments 5/09/2008 09:04:00 AM

Sketsa Shinfa

Posted by isma - Filed under

Usia 3 tahun, ngejeans-nya Shinfa makin menjadi. Apalagi kemarin dari Jakarta aku bawain 3 pcs celana jeans. Walah, tiada hari tanpa celana jeans. Aku dan orang serumah cuma bisa geleng-geleng kepala gemes, tiap kali mau mandi Shinfa sudah merequest: “Ini dipakai lagi?” ucapnya sambil menunjuk celana jeans yang tengah ia pakai.
“Aduh, Dik. Ganti dong. Ini udah bau. Ntar kaki Dik Abit jamuran loh,” jawabku.
“Kayak siapa?” ia coba mencari teman. Atau lebih tepatnya butuh bukti.
“Kayak Bulek,” ucapku asal, sambil senyum-senyum. Soalnya kalau Buleknya denger bisa naik tensi dia. Hehe.

Nah, pada suatu ketika, giliran ayahnya yang meledek Shinfa. “Dik Abit ki nganggo katok jeans nggak pernah ganti. Bauuuu,” katanya.
Dan, Shinfa menjawab, “Ayah kuwi yang nggak pelnah ganti. Pakai salung sama kaos telus!”

Hahahaha. Kontan semua pada ngakak. Lucu mendengar balasan telak Shinfa, biarpun agak maksa dikit. Memang, ayah sering pakai sarung sama kaos. Tapi, tiap harinya kan selalu ganti, Shin. Dasar Shinfa!


II


Kalau Shinfa ikut shalat maghrib berjamaah di rumah, itu sudah kebiasaan lama. Tapi, bukan Shinfa kalau nggak ada yang lucu. Hehe.
“Ayo shalat, Nok!” ajak Uti yang sudah siap dengan mukenanya.
“Dik Abit mumet. Lasane mubeng-mubeng,” jawab Shinfa beralasan.
Kontan deh si Uti ngakak. Kok pake acara mubeng-mubeng segala hehe.

Lalu, Ato pun mulai mengimami shalat. Waktu itu Shinfa asyik aja tidur-tiduran di kasur. Sampai Ato mengucapkan salam, di akhir shalat. Shinfa pun langsung beranjak menuju tempat shalat.
“Dik Abit mau shalat. Kok ditinggal,” rengeknya, siap-siap mau nangis.
“Lho tadi katanya mumet mubeng-mubeng,” sanggah Uti.

Tapi, Shinfa bukannya mengerti malah menangis karena kecewa sudah ditinggal jamaah.
Dijelasin macam-macam, Shinfa juga kekeh nggak mau ngerti atau shalat sendiri. Dia pokoe.mekso.com mendaulat Ato dan Uti untuk shalat lagi bareng Shinfa. Kalau udah begini, aku, ayah, Teti, juga dua sepupu Shinfa suka ngacir sendiri-sendiri. Menghindar sebelum dipaksa.com untuk ikut shalat lagi. Hehe.

“Yo wis yo, shalat sama Ato.”
“Uti juga. Ayo shalat lagi,” Uti menambahi.
"Ayah shalat juga," Shinfa merengek.
"Waduh, ayah kebelet Dik," tolak ayah beralasan, dan selamatlah dia dari paksaan Shinfa. Hehe.

Dan, akhirnya demi cucu tersayang... Ato dan Uti pun berdiri untuk shalat sunnah, diikuti Shinfa yang manyun dengan mata sembab habis nangis. Hihi... lucunya.
Continue reading...

02 May, 2008

16 comments 5/02/2008 02:24:00 PM

Lepi Baruuu....

Posted by isma - Filed under
Beberapa waktu lalu aku sempat cerita ke temenku kalau awal bulan ini aku bakal dapat lepi dari kantor. "Alhamdulillah, Is. Anggap aja ini sebagai ganti dulu kamu pernah dibohongi sama S*****. Pas beli lepi," jawabnya ikut senang.

Owh, aku pun jadi ingat sama pengalamanku 4 tahun yang lalu. Pas aku masih tinggal di kos-kosan, bersebelahan dengan kantor tempat aku nguli. Waktu itu aku yang notabene belum punya komputer, ditawari seorang teman untuk membeli lepinya seharga 1jt 250rb. Hihi. Murah banget kan. Tapi, dilihat dari harganya memang agak nggak meyakinkan gitu. Tapi, aku sih percaya saja. Pertama, karena dia selama ini juga selalu bantuin aku. Kedua, aku juga nggak tahu-menahu soal lepi. Apalagi aku juga lagi butuh buat ngetik terjemahan atau editan naskah. Ceritane pingin jadi penulis beneran gitu deh.

Transaksi pun terjadi. Lepi kecil itu pun jadi berpindah tangan. Tapi, ternyata dari situlah persoalan dimulai. Baru sekali menghidupkan, lepi itu langsung ngambek. Padahal aku sudah berasa seperti para eksekutif muda yang kereeeen, dengan lepi yang bisa dipakai kapan aja, di mana aja. Huhuhuhu. Tiba-tiba aku harus menghadapi kenyataan, jatuh dari ketinggian gedung berlantai 200, makbleeek. Ketimpa lepi yang baru aku beli itu, telak! Gubrak!

Akhirul kalam, setelah oyang-oyong membawa lepi itu ke tukang service yang juga temennya si oknum, nganti aku jeleh dan capek, dengan terpaksa aku menjual kembali lepi itu. Huhuhu. Dan, dapetnya cuma 250rb. "Sudah, Is. Besok taktambahi kalau aku dah ada duit," hibur temenku si empunya lepi. Aku cuma mengangguk aja, tanpa bisa berharap banyak. Karena ternyata sampai sekarang juga aku nggak dapet ganti apa-apa. Kesiaaan deh!

Sudahlah sudah, yang lalu biarlah berlalu. Ikhlaskan dan lepaskan. Dan, mungkin dengan ini Allah mengganti susah payahku waktu itu. Dapat fasilitas lepi gress dari kantor, juga 4 orang temen redaktur divisi yang lain. Alhamdulillahirabbil alamin. Dan, sekarang nggak ada alasan lagi nih untuk bermalas-malasan, untuk tidak menulis... untuk tidak sesuai target... Hihi. Semoga ya, banyak mbawa manfaat dan berkah. Nggak ada trouble, dan tetep baik-baik saja si lepinya. Awet dan aman. Hingga dua tahun ke depan bisa jadi hakku seutuhnya. Amiin. Makasih banyak ya, Pak Boz... percaya deh, kita akan melakukan yang terbaik, tentu saja untuk kita semua...

smile...

snapshot...
Continue reading...