28 March, 2008

20 comments 3/28/2008 07:52:00 AM

Pondok Mertua Indah

Posted by isma - Filed under
Suatu ketika seorang teman pernah bilang ke aku:
”Nggak ngebayangin deh tinggal bareng mertua. Mana gue kan model-model mantu yang pemalas. Nyuci, ngurus anak, gue gantian sama suami. Belum lagi kalau manggil suami, gue biasa pake nama aja. Waah bisa dikira nggak beradab deh!” Dan, ketika temanku dan suaminya diminta untuk pulang kampung daripada tinggal di Jakarta yang kian hari kian nggak sehat itu, ia merasa sangat keberatan karena harus tinggal bareng mertua.

Seorang temanku yang lain juga pernah bertanya dengan ekspresi wajah yang heran dan susah membayangkan, ”Kamu serumah sama mertua ya?”
”Iya,” jawabku pasti.
”Gimana? Baik-baik saja kan?”
”Iya. Baik-baik aja kok,” jawabku agak heran juga. Hihi.

Yah, diakui atau tidak media elektronik, terutama, memang berhasil menumbuhkan stigma pada peran yang namanya mertua. Coba aja amati sinetron yang biasa tayang di TV. Dari Cinta Bunga sampai Cinta Fitri *alah* citra mertua digambarkan begitu menyeramkan. Galak, gila harta, tidak mau berbagi, dan tidak mau menghargai peran mantu sebagai istri dari anaknya. Peran mertua disejajarkan dengan gambaran ibu tiri yang sudah sukses lebih dulu dengan kejelakannya. Pantas kalau teman-temanku pada heran kenapa aku mau dan bisa bertahan tinggal bareng mertua.

Idealnya begitu menikah memang bisa mandiri dan tinggal terpisah rumah dengan ortu. Selain untuk menjaga hubungan biar lebih sehat, hubungan pribadi antarpasangan juga bisa nyaman karena tidak ada intervensi atau bibit-bibit kecemburuan. Meskipun dengan ngontrak rumah atau beli rumah cicilan. Seperti yang dijelaskan Mama Dedeh kemarin pagi di sebuah acara siraman ruhani sebuah stasiun televisi.

Ah, tapi... agaknya anak juga jangan semuanya egois dan memandang penting keluarga barunya tanpa mempertimbangkan kondisi orang tua. Ada baiknya di antara 10 anak, misalnya, ada salah seorang yang mengalah berkenan tinggal di rumah induk menemani orang tua. Mengantarkan ibu ke pasar, layat, nyumbang. Atau menggantikan bapak yang sudah sepuh untuk tugas ronda, gropyok tikus, dan kerja bakti. Karena jika yang didahulukan adalah egoisme dan stigma jelek tentang mertua sampai tidak ada seorang menantu pun yang mau tinggal di Perumahan Mertua Indah, bisa jadi setiap rumah induk adalah panti jompo yang berisi para orang tua yang kesepian tanpa anak dan cucu. Kasihan sekali.

Memang tidak mudah untuk memulai hubungan baik antara menantu dengan mertua. Aku cukup berpengalaman dalam hal ini. *suiiiit...suiiit*. Karena mertua memang berbeda dengan orang tua kandung dalam hal kedekatan dan keakraban. Aku juga tidak bisa menjadi begitu dekat dengan mertua seperti aku dekat dengan bapak-simakku, apalagi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Meskipun mertuaku bukan tipe seperti yang digambarkan dalam sinetron-sinetron itu. *lirik-lirik.com*

Contoh kecil, kalau aku ditegur simak, ”Mbok sana ikut arisan malam, biar banyak teman,” maka aku akan dengan santai bisa menjawab, ”Aku capek Mak. Sampai rumah maghrib. Ngantuk. Belum kalau Shinfa rewel.” Tapi, kalau yang menegur itu adalah mertua, mana berani aku menjawab, dan secara otomatis teguran itu bisa saja berubah makna menjadi, ”Jadi selama ini aku masih kurang berteman dengan tetangga ya?” Karena pada teguran yang kedua berhasil menyentil ketersinggungan. Belum lagi kalau tegurannya sampai membanding-bandingkan. Misalnya, ”Mbok sana ikut pengajian kayak Mbak Asih itu lho...” Kalau teguran ini diucapkan oleh bapak atau simakku mungkin akan terdengar biasa. Tapi, kalau yang mengucapkan adalah mertua... bisa panjang sekali penafsirannya... Tentu saja karena kedekatan dengan ortu sendiri dan mertua itu berbeda, dan untuk membangunnya dibutuhkan proses.

Konflik juga bisa muncul karena kecemburuan. Persis seperti yang dikonflikkan dalam Cinta Fitri. Sekali waktu aku merasa ayah seperti lebih banyak mencurahkan waktu untuk keluarga besarnya, tanpa memberikan perhatian misalnya nonton bareng atau bersantai-santai ngobrol berduaan. Atau ketika dalam satu waktu ayah harus memilih antara menemani aku belanja bulanan atau mengantar kondangan. Kalau ayah milih mengantar aku, bisa saja mertuaku jadi cemburu. Begitu pun sebaliknya. Bisa juga kecemburuan terjadi antara menantu dan adik ipar. ”Yang nyapu kok aku terus, kamu enak-enakan aja nonton tv,” gerutu salah seorang di antara keduanya, misalnya

Atau, soal selera masakan. Yang satu suka santan rasa manis, yang satunya suka santan yang pedas. Yang ini suka itu, yang itu suka ini. Atau, soal kesepakatan-kesepakatan pribadi suami istri, seperti dikhawatirkan temanku, misalnya suami biasa mencuci... ”Bisa saja mertuaku tidak terima anaknya mencucikan bajuku dan anakku,” jelas temanku. Alhasil, bisa saja mertua intervensi, ikut mengatur kesepakatan baru demi melindungi anaknya, misalnya.

Rumit memang kalau dipetani satu per satu. Tapi, kalau dasarnya adalah saling legowo dan neriman, juga cuek dan luweh, the show will go on deh! Lambat laun kedekatan, kecocokan, dan kesepahaman akan bisa terbangun. Apalagi kalau bisa bekerja sama dengan baik, dijamin enteng deh yang namanya pengeluaran dan kerjaan rumah tangga. Hihi. Masak pagi adalah tugasku. Masak sianmg giliran ibu. Adik ipar cewek bagian nyapu dan asah-asah.

Tentu saja dengan catatan, mantu atau mertua juga anggota keluarga induk yang lain seperti adik ipar, memang punya itikad untuk saling menghormati dan menjalin hubungan yang baik. Bukan seperti yang digambarkan dalam sinetron. Bubrah kalau seperti itu. Dan paling tidak, dengan tinggal bareng mertua kita bisa dapat pelajaran kira-kira sikap seperti apa yang bisa membuat anak mantu tersinggung dan lalu jangan sampai kita lakukan.

Seiring perjalanan waktu, mulai 2004, aku ingat akhir tahun 2007 lalu aku finally dapat penghargaan sebuah pujian... ”Isma saiki nek masak wis koyo wong kene. Wis pas!” Gubrak! Atau yang membuat aku diam-diam tersipu, ketika mbak tukang sayur cerita kalau mertuaku pernah menunjukkan salah satu novelku sambil menjelaskan kalau itu tulisanku. Cieeee! Atau yang membuat aku terenyuh adalah ketika aku mengajukan beasiswa. Aku sempat menyangka kalau rencana ini kurang bisa diterima oleh mertuaku. Karena berarti waktuku akan lebih banyak tidak bersama ayah dan Shinfa. Tapi mertuaku malah bilang, ”Ya popo yo, Bik. Abik neng umah yo... Mugo-mugo hasil sing dicita-cita’ke.”

Jadi, kalau memang pilihan yang harus Anda ambil adalah menemani hari tua mertua di Perumahan Mertua Indah, why not?! Karena kelak kita pun akan menjadi orang tua dan mertua yang sangat membutuhkan kehadiran anak dan menantu.
Continue reading...

24 March, 2008

17 comments 3/24/2008 07:26:00 AM

Long Weekend... Maret 2008

Posted by isma - Filed under , ,
Empat hari libur aku kruntelan aja di rumah sama Shinfa. Sempat sih merencanakan untuk mudik ke Pekalongan, sekalian ngisi pelatihan jurnalistik. Tapi, tugas itu didelegasikan ke teman komunitas Matapena yang lain karena bebarengan dengan rencana pelatihan karya ilmiah di Madura. Cuma kemudian, baik pelatihan di Pekalongan atau di Madura, pelaksanaanya diundur satu minggu lagi. Alhamdulillah, jadi bisa berlongweekend kan sama Shinfa…

Hari Kamis sore aku, Shinfa, dan ayah sempat nyamperin Ninie, Arya, sama si Mbak di stasiun … Nggak ada rencana dan mendadak. Karena kebetulan Ninie dan Arya nganterin si Mbak pulang kampung, naik Fajar dan berhenti di Tugu. Sambil menunggu Pramex, ada waktu 30 menitan untuk ngobrol di tengah lalu lalang dan bisingnya stasiun. Ngobrolnya juga sambil was-was, hehe takut ketinggalan kereta. Meskipun masih sempat menggelar produk Rumah Jilbab… hihi. Rekanan reseller bo…

Awalnya pakai acara mencari-cari sih. Pas ketemu di depan tangga, aku langsung ngeh kalau itu Ninie. Lha ibue Arya ini yang pangling sama aku. “Ternyata tadi tu kamu to…” Hehe. Dah lihat aku tapi nggak nyangka kalau itu isma. Kecil banget ya Nie…Ternyata Shinfa juga ikutan imut kan kayak ibunya, gubrak! Dibanding Arya sama mamanya tentu. Awalnya Arya masih nolak, “Bukan temenku!” ke Shinfa. Pas mau diajak salaman. Tapi, lama-lama… jadi akur deh. Naik turun tangga di depan pintu masuk peron berduaan. Baiknya lagi, Arya juga mau berbagi kue nopia ke Shinfa. Good boy deh!

Hari Jum’at, Shinfa nemenin ibunya potong rambut. Setelah beberapa bulan kegerahan, sekarang sudah plong. Ternyata rambut artis mang tetep jadi trendsetter ya… “Potong BCL gimana, Mbak?” tanya mbak salon. Ah, itu sih model rambut sebelumnya. Aku menggeleng. “Model Maia aja.” “Tapi itu pendek banget, panjang sebelah juga.” “Pendeknya nggak papa. Tapi nggak usah pakai panjang sebelah ya,” usulku. Dan, setelah potong sana potong sini… taraaa… ayah pun berkomentar, “Mbaknya bisa motong nggak sih?” Hihihi… model Maia kesasar dong…

Berlanjut ke hari Sabtu, Shinfa libur sekolah di Salam. Untung Bu Anik sms, jadi tahu kalau libur. Dan, setelah ngobrol sama Ibunya Arya Jogja… kita bersepakat untuk ngajakin anak-anak berenang. Pagi jam 09.00 di kolam renang Griya Alvita di Bayeman. Ini kolam renang yang biasa dipakai SALAM tiap Rabu dua minggu sekali. Dari rumah Shinfa ada kira-kira 30 menit. Sebenarnya ada kolam renang yang lebih dekat dengan rumah, cuma karena janjian sama Wiedy, jadi biar nggak jauh-jauh amat dari kedua belah pihak. He'eh ra Wid?

Ups! Aku pakai jilbabnya Rumah Jilbab nih.
Enak dipakai, dan nggak gerah ternyata. Kaosnya juga.
Lewat reseller Jogja, utk Jogja & sktrnya tentu, bebas ongkos kirim...


Berenang buat Shinfa dan Arya adalah pengalaman pertama. Tapi, alhamdulillah nggak ada yang nangis kekejer karena takut. Arya yang masih imut gitu juga asyik-asyik aja ikut nyemplung sama ibunya. Apalagi Shinfa… girang banget. Pakai menolak disuruh mentas. Alamat bakalan langganan renang nih. Besok kita renang bareng lagi ya, Arya… Tapi, jangan lupa bawa ban... hehe.

Hari Minggu, seperti biasa jadwalnya PAUD. Cuma karena bareng sama mantenan jadi pesertanya agak berkurang. Ini pertemuan kedua di mana Shinfa sudah berani main bareng teman-temannya. Kemarin belajar menggunting sama lempar-melempar bola. Pulangnya, seperti biasa juga, main di rumah Naja. Manjat pohon, pasang puzzle, coret-coret… lari-larian. Lucunya pas Naja punya bungkusan mie goreng. Shinfa bilang, “Mbak Naja, mienya dimakan bareng ya.” Hihi. Meminta dengan halus tuh, untungnya Naja mau juga berbagi. Good girl deh!

Tapi, empat hari libur tetap aja aku belum bisa menyelesaikan target PR dan mbaca naskah. Hihi… gila kerja banget yak! Yah lagian, hari libur kok buat kerja… dijamin gatot deh. Btw, kapan nih ada long weekend lagi… Lihat kalender yuuuk!

Makasih ya Mama Ay, untuk tanda cintanya... Ummmuah!
Continue reading...

18 March, 2008

13 comments 3/18/2008 12:49:00 PM

My Dream

Posted by isma - Filed under
Dapat tag dari Ninik. Sambil beromantisme, agak lupa-lupa ingat, aku coba menuliskannya berikut ini:

Masa SD
Ada satu impian yang masih aku ingat sampai gerang gini, yaitu jadi penulis buku anak-anak. Gara-gara kebiasaanku melahap buku cerita bantuan pemerintah milik perpustakaan sekolah. Aku jadi sering membayangkan seandainya aku bisa menulis cerita anak-anak lalu dibukukan. Hebat banget!

Lalu, aku coba menulis cerita dengan tema ratapan anak tiri pakai buku tulis bersampul Lupus. Tema ini memang booming banget jaman segitu. Apalagi ada film Ari Anggara segala. Selain juga menjadi tema cerita beberapa buku anak yang aku pinjam dari sekolah. Jadi, pantas kalau yang kebayang dalam pikiranku juga tema itu.

Kalau nggak salah ingat, aku menulis hampir 15-an halaman. Setiap penggalan cerita aku tandai dengan halaman baru. Tapi, sayang. Buku tulis Lupusku itu ilang, nggak tahu ke mana. Padahal, jelek-jelek gitu, meskipun ceritanya juga belum selesai, buku itu kan bagian dari sejarah dan catatan tentang semangat menulisku. Jadi penasaran juga, seperti apa ya gaya bahasaku dulu hihi…

Masa SMP
Ini masa-masa culunku di pesantren. Dan, aku dibikin ndomblong sama yang namanya mbak-mbak pengurus, terutama pengurus bulletin dan mading pesantren, juga sama mbak-mbak alumni yang biasa ngisi pelatihan tulis-menulis. Aku sempat ngefans sama tetangganya Ninik. Tapi, karena aku bukan aktivis organisasi atau menjadi sosok yang menonjol, ya aku nggak bisa dekat dengan idolaku itu. Kadang kalau melihat mbak itu lewat, atau lagi pidato, aku cuma bisa ndomblong sambil berkaca-kaca. Andaikan aku bisa dibimbing langsung ya sama mbak itu. Kasian deh!

Masa SMA
Masih di pesantren yang sama, tapi perubahan mulai terjadi sejak aku masuk SMA. Gara-gara aku menulis opini tentang dendaan 10.000 untuk pelanggaran membuang sampah di sembarang tempat, yang dimuat di bulletin Insaf. Mulai deh, kemampuan nulisku diperhitungkan. Gubrak! Padahal tulisanku juga nggak bagus-bagus amir. Aku dilamar oleh Pemred bulletin untuk ikut bergabung di bulletin. Aku juga dilamar oleh pengurus pesantren untuk mengasuh mading alias majalah dinding.

Untung deh aku pede dengan tulisan jelekku itu dan mau ngirimin ke redaksi Insaf ya. Jadi, peluang untuk belajar nulis lebih bagus semakin terbuka. Dengan terlibat di bulletin dan mading, mau nggak mau akhirnya aku jadi wajib nulis, ya cerpen ya berita ya laporan wawancara, sampai bikin pertanyaan sekaligus jawabannya untuk rubrik konsultasi. Habis, nggak ada yang ngirim sih.

Dan, impianku pun berlanjut ingin bisa kuliah dan aktif seperti mbak-mbak alumni itu. Jadi mahasiswa, wartawan… penulis… halah!

Masa S1
Alhamdulillah, meski dengan agak memaksa gara-gara krismon, aku bisa kuliah juga. Meski tidak di universitas favorit, paling enggak bisa ambil bahasa dan sastra. Impian jadi wartawan juga bisa aku lakoni dengan bergabung di majalah kampus. Cuma untuk jadi penulis lepas apalagi buku atau novel… hehe. Masih jauuuuh. Aku memang jarang menulis untuk aku kirim ke majalah atau koran. Pernah sih dua kali, tapi tidak ada yang dimuat. Jadi, aku pun males.

Tapi, pernah juga kejadian. Aku ngirim cerpen ke Nova, dan tidak ada jawaban. Lalu, cerpen itu aku kirimkan ke majalah Familia Jogja. Eeh, ternyata dimuat setelah aku hampir melupakannya. Termasuk yang iseng dan akhirnya masuk nominasi adalah ikut lomba nulis cerita anak bertemakan pluralisme oleh LSPPA. Jadi, sedikit demi sedikitlah, paling tidak impian untuk menampangkan tulisan sudah mulai tercapai… *poko'emaksa.com*

Lucunya, pas masa-masa ini aku suka banget sama yang namanya aktivis forum alias mahasiawa/wi yang selalu vokal dan rajin berdebat dalam diskusi. Hihi. Maklum, aku kan bukan termasuk kategori itu, jadi ya ngimpi2 banget bisa kayak gitu. Sampai aku jatuh naksir sama kakak tingkatku yang orang ponorogo itu hihi. Dia pake kacamata, dan coool... dingiiinnya pol deh. Naasnya lagi, dia nggak kenal sama aku. Hiks. (Eh, kemarin aku sempat ngelihat dia di parkiran amplaz lho...).

Untuk impian yang ini, lambat laun bisa aku abaikan. Tidak menggebu banget. Cuma, kemudian aku jadi memimpikan hal yang lain. Membayangkan gimana ya rasanya jadi editor. Gara-gara kakak senior di majalah yang aku taksir (hehe ternyata aku banyak memendam taksiran yah!) juga jadi editor. Hehe. Dan, impian untuk punya suami seorang aktivis, wartawan, dan penulis. Gubrak!

Masa Abis Lulus S1
Begitu lulus S1, aku dilamar untuk jadi korektor penerbit yang aku betahi sampai detik ini. Sampai promosi jabatan jadi editor dan redaktur. Ternyata seperti ini jadi editor ya. Alhamdulillah bisa merasakan. Dan lebih surprise lagi, aku jadi dapat kesempatan untuk punya 2 novel kecil. Impian jaman SD, baru terwujud setelah lulus S1. Meskipun tidak persis nulis buku cerita anak-anak. Semoga, suatu saat… amiin.

Dan, soal punya suami yang seorang aktivis, wartawan, dan penulis… seiring waktu dan aktivitasku di LSM, itu tidak lagi menjadi impian. Malah sudah apriori duluan. Hehe. Dan, rupanya itu pun mendapat jawaban dengan ketemuanya aku sama ayah Abik. Suamiku datang dari dunia lain… Makanya kalau ada yang nanya, “Suamimu dulu aktif di mana?” Hehe, aku jawab pun teman-temanku nggak bakalan tahu apalagi kenal.

Sebelum ada Shinfa, sempat bermimpi gimana menjadi ibu, menyusui, dan mengasuh anak. Sekarang setelah ada Shinfa, bukan berarti aku sudah tak punya mimpi lagi. Karena selain bermimpi, apa sih yang bisa aku lakukan untuk tetap bersemangat menjalani nikmat dan anugerah hidup di dunia? Karena aku juga yakin, jalan Allah mengabulkan permintaan adalah lewat mimpi. Karena dalam setiap mimpi ada harapan, ada doa, dan ada kepasrahan. Antara bisa dan tidak. Antara mungkin dan tidak. Antara terjadi atau tidak akan. Di situlah kepasrahan itu berada.

Lalu, apa impianku selanjutnya?
Kuliah lagi…
Punya usaha rumahan…
Nulis buku lagi…

Semoga suatu saat my dream will come true … Amiiin.

Makasih ya Van, kissnya berasa banget... hehe.
Semoga ya persahabatan kita, sedekat dan sehangat kiss.
Aku lanjutkan buat semua teman blogku, my kiss 4 u all.
Continue reading...

17 March, 2008

11 comments 3/17/2008 07:45:00 AM

Teman Main Shinfa

Posted by isma - Filed under
Weekend kemarin aku menangkap satu perkembangan positif dari Shinfa. Waktu mengikuti PAUD, ia sudah mau ikut bermain bareng teman-temannya. Main pasaran dan lilin kreasi, bikin kapal dan ikut berdiri pas senam. Kalau dihitung-hitung, kemarin adalah pertemuan keempat sejak PAUD diadakan rutin satu kali tiap minggunya.

"Ini tu temenku lho, Naja namanya..."

Sebelumnya Sabtu itu aku berpikir untuk mengajak Shinfa bermain di SALAM saja. Daripada di PAUD yang jadwalnya memang diajukan karena hari Minggu mau ada mantenan dan para ibu pada repot rewang. Tapi karena kesiangan, selesai beres-beres sudah jam 09.00, akhirnya aku merayu Shinfa untuk ikut PAUD aja.

Semula aku sudah was-was, paling-paling Shinfa bakalan badmood di PAUD nih karena jadwal ke SALAM-nya dibatalkan. Hihi, ternyata di luar dugaan. Shinfa sangat bersemangat dan dengan sukses bermain dan bersosialisasi dengan Inaz, Naja, juga para fasilitator PAUD. Shinfa yang biasanya manyun, ngelendot dan bersandar ke ibunya, hari itu bisa sibuk dengan teman-teman kecilnya, duduk melingkar belajar bikin kapal kertas dan berbagi permainan dengan mereka. Bener-bener surprise deh! Mama Inaz aja langsung berkomentar: ”Shinfa sudah mulai berani. Kemarin kan masih malu-malu...”

Baru kali ini nih,
Shinfa mau gabung bareng Mama Inaz
dan Mbah Zuhroh. Mereka fasilitator PAUD.

Dan kesempatan, mumpung mood berteman Shinfa lagi on, pulang PAUD aku menawarkan, ”Adik mau main ke tempat Mbak Naja nggak?”
”Iya. Aku ki mau main tempat Mbak Naja kok.”
Hehe, aku tersenyum. Jawabannya itu lho pakai kok segala.

Ternyata di depan rumah Naja sudah ada Urel, Naja, Fahma dan adiknya, Nia. Kalau keempat anak itu memang sudah biasa main bareng karena rumah mereka yang berdekatan. Berbeda dengan Shinfa yang rumahnya paling ndempis, di pojokan. Tetangga rumah Shinfa cuma dua rumah. Itu pun nggak ada anak balitanya. Jadi, dia tidak punya tetangga kecil yang bisa diajak main. Kalau mau nonggo ke rumah Urel atau Naja, masih terbilang jauh untuk anak seusia Shinfa. Karena harus melewati kebon alias tanah kosong. Naaah, kebayang kan ndesone rumah Shinfa hehe.

"Ini di depan lumah Mbak Naja.
Ada Mbak Ulel yg baju bilu,
Mbak Naja yg jentilan dua,
Mbak Fahma pake baju putih,
Nia nggak kelihatan hehe...
dan aku nunggu gililan manjat pohon."


Tapi, beberapa hari yang lalu pernah sih, Shinfa ngeloyor pergi membawa boneka beruangnya. ”Abik mau ke mana?” tanya Uti. ”Mau ke tempat Mbak Urel,” jawabnya sambil terus jalan. Rupanya dia tertarik ingin main karena pas melewati rumah Urel waktu motoran sama ayah, ia melihat Urel lagi di depan rumah. Kontan deh Uti heboh memanggil ayah, suruh nyusul. Aku juga ikut was-was tuh. Satu sisi ingin membiarkan Shinfa main, tapi sisi lain khawatir kalau kenapa-napa karena rumah kami yang memang paling jauh sendiri di pojokan. Jadi nggak ada pilihan selain ikut menemaninya bermain ke Urel atau Naja.

Mungkin karena jarangnya momen main bersama itu, Sabtu siang kemarin Shinfa seneng banget. Ia bisa lari2an bareng Urel, Naja, Fahma, dan Nia. Gantian naik pohon, pengalaman baru buat Shinfa. Soalnya biarpun di rumah dikelilingi pohon, kalo yang kecil gitu kan nggak ada. Biasanya Shinfa cuma naik kursi, jendela, atau gawangan buat jalan punya Uti, sekarang dia bisa manjat pohon. Hehe, senengnya. Biarpun waktu manjat masih dibantu sama Urel.

Sekali dah bisa manjat,
emoh turun deh rasanya hihi...

Cuma sepertinya rindu bermain dengan teman-teman tidak cukup bisa mendorong Shinfa untuk mau berbaur dengan teman-teman di SALAM. Mungkin karena belum klik kali ya. Jadi, sampai sekarang Shinfa masih belum mau berbagi dan bersosialisasi dengan teman kecilnya pada jam bermain di SALAM. Baru setelah teman-temannya pulang, Shinfa bakalan terbangun, online. Dijamin pada jam sepi itu dia bakalan klik bermain dengan teman yang tersisa. Kebetulan yang sering nelat pulang adalah Oka dan Icha. Biarpun dua anak ini lebih tua setahun, Shinfa nggak malu-malu atau takut. Bertiga malah seru main bongkar pasang balok bikin istana, terus asyik main telpon-telponan pakai kayu.

Yah, pelan-pelan aja deh Shin, membangun keberanian di lokal PAUD dan kelas kecil SALAM. Semoga lambat lain kamu bisa berani bermain dengan teman baru dan di kelas yang lebih besar. Amin. Terus belajar ya, Nak!
Continue reading...

14 March, 2008

8 comments 3/14/2008 07:09:00 AM

Up Date Istilah Khas Shinfa dan TAG

Posted by isma - Filed under ,
Mumpung masih ingat, kalau besok-besok keburu lupa.
Jadi, ada beberapa istilah ‘khas’-nya Shinfa. Ada yang sudah sejak dari Shinfa berumur dua tahun, ada juga yang baru mulai dipakai kayak “belum tua” akhir-akhir ini. Berkali-kali diingetin, tetap saja dia keinget sama istilah ‘khas’-nya itu. Ini dia:

1.Ulus
Maksudnya sih iris. “Ibu ngapain sih? Ulus tempe ya?”
“Ngiris tempe, Dik.”
“Iya. Ilis tempe,” dia meralat.

2.Cuil
Maksudnya cincing atau menyingkap daster sampai batas lutut. Dia paling nggak suka kalau aku atau Uti nyincing daster. “Cuil…cuil… Emoh dicuil,” protesnya sambil teriak-teriak. Hehe. Padahal cuil itu potongan kecil kan. Nggak tahu juga nyambungnya kok jauh gitu.

3.Lain
Ini maksudnya layak, pasangan baju. Jadi kalau dia mau pakai baju, dia akan bertanya, “Lainnya ini mana?” Agak ada nyambungnya sih. Jadi, baju lain yang sama seperti yang ia maksudkan. Cuma kalau lain itu kan berbeda. Sedangkan yang dimaksudkan Shinfa justru pasangan si baju.

4.Katok gendut
Seperti yang pernah aku posting, ini istilah khas Shinfa untuk celana jeans. Apa pun modelnya asal bahannya jeans, dia bakalan menyebutnya dengan katok gendut. Beda kalau yang berbahan jeans itu rok. Dia cuma menyebutnya dengan rok. Bukannya rok gendut. Dan istilah ini tetap berlaku aja sampe sekarang. Jadi penasaran juga, bakalan sampai kapan ya.

5.Belum tua
Kalau mau nyebut warna soft, misalnya merah muda, biru muda… Shinfa akan bilang: melah belum tua, bilu belum tua. Heran juga, dapat dari mana tuh istilah. Hehe… ada-ada saja.

Dan, makasih buat Tag "Friendship Chain" dari Mama Ay dan Diah. Makasih juga buat persahabatan kalian… Ini dia tagnya:


This is the easy way and the fastest way to: 1) Make your Authority Technoraty explode. 2) Increase your Google Page Rank. 3) Get more traffic to your blog. 4)Makes more new friends.
Rules: 1) Start copy from "Begin Copy" until "End Copy" to your blog. 2) Put your own blog name and link. 3) Tag your friends as much as you can.

Picturing of Life, La Place de Cherie, Chez Francine, Le bric à brac de Cherie, Sorounded by Everything, Moments, A lot to Offer, Blogweblink, Blogcheers, Bloggerminded, Blogofminegal, Like A Dream Come True, Simply Amazing, Amazing Life, Vivek, Novee, Ichaawe, Ichaawe, Anggangelina, Eiven, Putlie, Irien, Thea, Childstar, Mike, Abie, Aggie, Alpha, Apple, Apols, jacqui, Jane, Jodi, Joy, Kelly, Mich, Peachy, Joey, All in Korea, Umsik, Ideal Pink Rose, Ricka, Rickavieves, weblink, Cheers, Gerl, Gentom, Ging, Munchkin, Geneveric, Kavin, Mars, JK, DJ Jojo, Eagle, Shinta, Andiana, Ani, Indah, Azzah, Ryu`s Mom, Wahyu, Widi, Emma, Diah, Isma ADD YOURSELF HERE!!!
END Here

Tag ini aku persembahkan buat Bune aja deh, biar tetap semangat... Tangkap ya Bun!
Continue reading...

10 March, 2008

14 comments 3/10/2008 12:41:00 PM

Field Trip ke Museum Dirgantara

Posted by isma - Filed under
Sabtu, 8 Maret 2008 dalam rangka field trip materi alat transportasi, Shinfa ikut jalan-jalan ke Hanggar Sekolah Penerbang dan Museum Dirgantara Adi Sucipto dengan membayar iuran Rp.25.000. Bareng anak-anak Kelompok Bermain SALAM kelas A dan B yang berjumlah kurang lebih 50 anak, dan semua fasilitator tentunya.

Berangkat dari SALAM pakai bus besar AURI. Dengan tujuan pertama ke hanggar sekolah penerbang. Ini adalah tempat latihan para penerbang mengemudikan pesawat. Tempatnya luaaas banget, lengkap dengan garasi pesawatnya. Mungkin karena Sabtu bukan hari untuk latihan jadi kami dibolehkan main ke hanggar.


Sambil duduk lesehan, anak dan ibu-bapak mendengarkan penjelasan dari Kak Tunjung soal mekanik pesawat. Tapi, jangankan anak-anak, ibunya aja pada susah ngafalin beberapa istilah permekanikan pesawat hehe. Sampai tiba giliran tanya-jawab.
“Gimana pesawat kok bisa terbang?” tanya seorang bapak
“Pertama karena ada sayap dan daya dorong,” jawab Kak Tunjung. Lalu disebutin juga soal kemudi untuk guling-guling, untuk berbelok… namanya apa aja aku sudah lupa.
Lucunya ketika tiba-tiba ada yang bertanya,
“Kak Tunjung bisa nyanyi nggak?”
“Wah, Kak Tunjung nggak bisa,” jawabnya tersipu. Hehe. Ya maklum, Kak. Namanya juga anak-anak. Standarnya kan diajak main sama nyanyi-nyanyi.

Selesai anak-bapak-ibu bertanya, giliran Kak Tunjung yang kasih pertanyaan, dan siapa yang bisa jawab boleh naik pesawat tempur yang diparkir trus dipoto. Hihi. Aku sih sudah menjamin Shinfa nggak bakalan mau ikutan menjawab, dan alamat nggak bisa foto di atas pesawat deh. Tapi, ternyata anak-anak yang nggak menjawab pertanyaan Kak Tunjung tetap mendapat kesempatan untuk naik ke pesawat itu. Shinfa yang biasanya suka malu-malu, kemarin jadi berani. Dia mau dinaikin sama Pak Tentara, duduk di depan kemudi. Dweeh, senengnya!


Sayangnya, anak-anak nggak bisa lihat langsung gimana pesawat itu terbang dengan mata kepala langsung. Tapi, Kak Tunjung nggak kehabisan akal. Dia segera ke mobilnya, dan mengambil pesawat yang jauh lebih kecil dibanding pesawat yang lagi parkir itu. Oho, ternyata itu pesawat dengan remote control. Hehe. Tapi lumayan menarik dan memukau juga tuh. Palagi pas menukin, maliuk-liuk di angkasa, trus balik lagi ke landasan. Shinfa saja sampai berbinar-binar saking takjubnya.

Dari hanggar, rombongan menuju ke museum dirgantara. Sebelum masuk, bagi yang membawa kamera harus membayar kontribusi Rp.1000, selain membayar tiket masuk Rp.3000 (kalau nggak salah, soalnya dikoordinir sama SALAM). Di dalam museum ini terdapat banyak benda bersejarah yang berkaitan dengan kedirgantaraan. Ada juga dioarama, seragam dinas dari jaman dulu sampai sekarang, juga gudang persenjataan dan pesawat tempur yang pernah dipakai AURI.


Shinfa kelihatan menikmati banget. Dia mau aja tuh jalan kaki keliling museum. Nggak pakai acara gendong atau merengek karena ngantuk. Dia juga mau ikutan naik heli AURI, meskipun awalnya masih takut-takut. Beberapa kali melewati patung atau replica seorang tokoh, dia masih nggak mau mendekat karena takut. “Hi…medeni,” katanya. Dia juga mau minum susu UHT, prei susu formula pake dot. Jempol deh, Shin!

Pukul 12.00 saatnya rombongan beristirahat maksi, sebelum meninggalkan museum. Sambil maksi, anak-anak bisa melihat hilir mudik pesawat dalam jarak dekat karena lokasinya memang dekat dengan bandara. Lagi-lagi Shinfa kelihatan berbinar-binar. Hilang deh juteknya yang kemarin-kemarin. Hehe. Cuma pulangnya kita nggak ikut bus AURI lagi karena mau dijemput sama ayah. Sama seperti pas field trip ke peternakan beberapa bulan lalu. Oke deh. Sampai jumpa di field trip berikutnya...

Continue reading...

05 March, 2008

12 comments 3/05/2008 07:08:00 AM

PAUD Sudah Dimulai

Posted by isma - Filed under
Masih ingat postingan tentang rapat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang memutuskan aku jadi wakil bendahara? xixixi... Jangankan teman-teman, aku aja yang nulis sudah lupa tanggal dan bulannya. Maklum karena sudah lama, dan kebetulan meskipun terdaftar sebagai pengurus, aku belum pernah mendapat undangan untuk rapat ini rapat itu. Jadi, seperti terlupakan deh.

Tapi, mulai Minggu kemarin PAUD Kedung Banteng sudah resmi diadakan. Jadwalnya setiap hari Minggu pukul 09.00 di rumah Ibu Ketua, Mbah Zuhroh. Dulu PAUD ini cuma sebulan sekali dibarengin sama timbangan Posyandu. Mungkin karena sudah banyak dapat mainan dan dipikir lebih efektif kalau seminggu sekali akhirnya diputuskanlah perubahan jadwal PAUD ini.

Meskipun agak surprise buat aku yang tidak tahu-menahu... *hihi jadi malu, kuper banget ya*, aku senang banget akhirnya Shinfa bisa main-main bareng temannya setiap hari Minggu. Menambah jadwal mainnya di SALAM yang cuma hari Sabtu. Senengnya lagi, aku bisa intens menemani Shinfa bermain sambil belajar setiap Sabtu dan Minggu.

Shinfa kalo lagi jutek.

Minggu, 24 Februari yang lalu merupakan hari pertama Shinfa masuk PAUD. Dari pagi dia sudah semangat, meskipun wajahnya kelihatan jutek gara-gara aku tegur karena sudah galak sama Uyut. Dan ternyata kebawa deh sampai di PAUD. Dia nggak mau lepas dari ibunya. Main bongkar pasang juga tetap manyun. Hiii, serem deh. Pas diajak melukis pakai pelepah daun pisang, awalnya dia juga malas gitu. Masih kebawa dongkol kali. Meskipun lama-lama mau juga dia ikut corat-coret di atas karton putih.


Anak-anak yang ikut PAUD dibagi menjadi dua kelompok, usia 0-2th dan usia 3-5th. Banyak hal yang disampaikan Mbah Zuhroh aku cermati tidak jauh berbeda dengan konsep SALAM. Yang membebaskan anak untuk bereksplorasi dan memanfaatkan fasilitas dan benda-benda di alam sekitar. Misalnya, kemarin waktu mewarnai, untuk warna merah fasilitator meramunya dari buah Jingga (entah jenis apa, tapi warnya merah membara) yang tumbuh di depan rumah Mbah Zuhroh. Untuk warna hijau memakai perasan daun apaaa... gitu, aku lupa. Pokoknya nggak pakai pewarna buatan pabrik yang ada unsur kimianya.

Sementara untuk hari Minggu 2 Maret kemarin anak-anak bermain peran. Anak-anak dikelompokkan sesuai minat dan cita-cita, mereka dikasih mainan yang sesuai. Misalnya, ingin jadi dokter mainannya adalah stetoskop sama boneka suster. Kalau jadi tukang, mainannya seperangkat alat pertukangan. Dan, karena Shinfa katanya mau jadi Pak Polisi hehe, dia dikasih sederet mobil-mobilan. Meskipun akhirnya dia tidak menjamahnya sama sekali. Dia malah lebih suka main bongkar pasang sama main puzzle huruf dan angka. Asyik dengan dirinya sendiri.

Meskipun teori yang dipakai PAUD ada samanya dengan SALAM, dalam praktik ada juga perbedaannya. Di PAUD ini terkesan bahwa orang tua justru dibatasi keterlibatannya. ”Sudah Bu, agak mundur. Biar main sendiri,” intruksi Ibu Pembina. Kalau di SALAM, satu kali pun aku belum pernah mendengar intruksi seperti itu. Justru, orang tua diajari bagaimana menjadi pendamping anak yang baik dan membebaskan eksplorasi anak.

Makanya di SALAM, aku justru ikut terlibat, bukan ngajari, ngatur-ngatur, atau ikut campur dengan apa yang akan dikerjakan Shinfa. Melainkan, bertanya dan memancing daya kreatifnya. Seperti juga yang dilakukan Bu Anik pas jamnya bermain bebas. Jadi, anak-anak tidak sendirian tanpa pancingan apa-apa. Misalnya Shinfa lagi main balok bangunan, aku bertanya, ”Bikin apa to Dik?”
”Bikin istana.”
”Wiih, bagus ya. Istananya warna apa nih?”
”Melah. Yang ini bilu belum tua.” *maksudnya biru muda hehe*
Atau ketika dia menemukan kesulitan pasang puzzle, dia akan bertanya, ”Ini gimana, Bu?”
”Dicoba lagi dong. Kalo nggak cocok berarti bukan pasangannya. Dik Abit cari potongan yang lain.”

Selain itu, di PAUD ada baris-berbaris ketika senam. Dan bisa dipastikan Shinfa juga ogah2an untuk hal yang satu ini. Hihi. Maklum, di SALAM memang tidak ada yang namanya baris-berbaris. Kalaupun ada gerakan sambil nyanyi, ya asal berdiri saja. Dengan posisi yang nyaman versi anak-anak. Termasuk untuk fokus dengan materi yang sedang disampaikan oleh guru, kalau di SALAM tidak diharuskan. Dalam arti, anak-anak harus duduk rapi, diam tidak berteriak-teriak, tidak berlari-larian, atau asyik dengan mainannya sendiri. Akan tetapi, anak-anak yang mau mendengarkan ya akan dengan sendirinya melingkar di meja yang ditata di tengah ruangan. Sementara yang tidak tertarik, dia akan mencari kesibukan sendiri. Malah kemarin Sabtu, kejadian juga sementara yang lain lagi mendengarkan Bu Anik, ada anak yang minta kertas sama Bu Wiwin buat menggambar. Dan, uniknya itu pun difasilitasi.

kumpul ibu-anak di PAUD desa Kedung Banteng

Yah, apa pun perbedaannya, yang penting Shinfa mendapat tambahan kegiatan di hari Minggu. Paling tidak untuk melatih kecerdasan sosialnya, supaya bisa bergabung main dengan teman-temannya. Satu hal yang sampai saat ini belum bisa dilakukan Shinfa dengan baik. Semoga PAUD-nya tetap solid, rutin, dan tambah bagus ya. Amiin.
Continue reading...

04 March, 2008

5 comments 3/04/2008 12:38:00 AM

Bagaimanakah Diriku?

Posted by isma - Filed under
Ngerjain PR dari Mutia dulu ah. Ngerjainnya sambil meraba-raba karena nggak pakai bahasa ibuku, Jawa ataupun Indonesia. Makanya Mut, tolong dicek ya siapa tahu salah maksud hehe.

Yang jelas aku lahir tanggal 23 Desember 1978.
Jadi, aku masuk dalam December 17 - 25 ~ Ape
Apaan tuh maksudnya…

If you are an Ape : Very impatient and hyper! You want things to be done as quick as possible. At heart, you are quite simple and love if you are the center of attraction. That way, you people are unique. You would like to keep yourself safe from all the angles. Shall your name be dragged or featured in any sort of a controversy, you then go all panicky. Therefore, you take your precautions from the very beginning. When you foresee anything wrong, your sixth sense is what saves you from falling in traps. Quite a money minded bunch you people are!!

Bener seperti itukah?
Paling enggak yang takcetak tebal, memang seperti itulah diriku… hehe. Makanya dulu aku pernah mendapat kata mutiara dari Pak Lik-ku: "kalau iya mosok oraho, kalau ora mosok iyoho", buat rem biar aku jadi bisa sumeleh dan sabar.

Dan untuk lebih lanjut, silakan dinilai ya teman… ;)

*Mut, PR ini nggak aku estafetkan ya, abis kayaknya bulan-bulan kemarin para blogger sudah mendem PR deh hehe...
Continue reading...