31 December, 2007

10 comments 12/31/2007 12:10:00 AM

Bersyukur dan Berharap

Posted by isma - Filed under
Bersyukur telah lahir Ja’a Jutek
dan berharap bisa melahirkan kelanjutannya.
Tentu dengan yang lebih bagus dan menarik lagi.

Bersyukur ayah-ibu masih dipercaya untuk bekerja
dan mendapat kesempatan baru,
dan berharap semakin produktif dan bertanggung jawab.

Bersyukur pintu pertama dan kedua
sebuah program beasiswa sudah berhasil terlewati,
dan berharap bisa melewati semua proses
dan mendapatkan kesempatan beasiswa itu.

Bersyukur mendapat kesempatan ikut merawat
dan meramaikan rumah Uti-Ato
dan berharap rumah Uti-Ato akan semakin besar dan tersebar
dengan adanya rumah kecil-rumah kecil yang lain
meskipun jaraknya berjauhan.

Bersyukur selalu dianugerahi kesehatan, kedamaian,
dan rengkuhan kasih sayang dalam bentuk apa pun,
dan berharap semakin tersebar semua berkah itu
untuk kami, keluarga, teman, tetangga,
dan bangsa Indonesia seluruhnya.

Alhamdulillahirabbil alamain ya, Allah
wa ya Mujibassailin.


selamat memasuki tahun 2008 M
banyak berkah dan karunia,
semoga kita selalu terjaga untuk mensyukurinya.
amiin.
Continue reading...

28 December, 2007

7 comments 12/28/2007 12:41:00 AM

Liburan Cuti Bersama...

Posted by isma - Filed under
Akhir tahun ini banyak sekali hari libur. Banyak sekali hari kejepit. Masuk kerja sehari diapit hari libur sesudah dan sebelumnya. Bahkan, kemarin setelah aku cek kalender tahun 2008 ada tiga hari kejepit pada tiga bulan pertamanya. Wuih… bejo banget! Apalagi buat sejenis aku yang mengandalkan hari libur dari cuti dan tanggal merah. Rencana pertama pasti menyempatkan mudik…

Seperti libur Idul Adha kemarin yang lumayan lama, aku dan Shinfa juga mudik. Karena ada perbolehan dari tempat nguli untuk cuti bersama. Biar pada bisa refreshing untuk membuat pikiran siap berpusing-pusing lagi di tahun 2008. Yah, apa pun alasannya. Yang penting aku bisa mudik, melihat keadaan abak-simak pasca kecelakaan syawal kemarin. Selain karena aku memang selalu rindu rumah… Entah, meskipun aku sudah berganti kewarga-kependudukan Sleman Yogyakarta, aku tetap saja menamakan kunjunganku ke rumah pertamaku itu dengan mudik. Seolah ke Yogya itu sama dengan merantau, bukan mudik ke rumah sendiri. Jadi, sama saja dengan merantau ke rumah mertua ya…

Aku bersyukur, kondisi abah dan simak sudah membaik. Abah sudah ke sawah, sementara simak sudah beraktivitas seperti biasa meskipun harus banyak mengistirahatkan diri karena kondisi lengannya yang patah belum sepenuhnya bisa difungsikan. Tapi, tetap saja simak tak pernah benar2 bisa istirahat. Apalagi yang namanya lima adik-adik perempuanku yang usia ABG itu, kadang masih harus dikomando untuk sekadar menyapu atau mencuci piring. Karena semua pekerjaan rumah tangga di rumah memang dibagi dan dikerjakan bersama, kecuali ada Bulik yang diminta untuk mencuci baju.

Paling seneng memperhatikan perkembangan Shinfa selama di Pekalongan. “Bocah cilik kok kemenyis,” begitu komentar Lik Mis tetangga sebelah rumah heran. Maklum, Shinfa kalau dah kenal dan merasa nyaman bakalan ceriwis bertanya ini atau menyapa itu. “Mas Wildan mana?” atau “Ini huluf apa, Mbak Dina?” Mungkin karena sudah kenal itu, Shinfa juga jadi seneng main sama Dina, Wildan, Abin, atau bulik-bulik kecilnya. Aku jadi gampang nyambi2, dan nggak dibuntuti Shinfa terus. Good girl!


Tapi, lain halnya kalau Shinfa belum ngenal sama calon teman mainnya. Dijamin bakal takut, ketus, pelit, dan gak bersuara. Seperti pas Zahid dan ayah-ibunya main ke rumah di Jogja. Walah, pegang mainan aja ditangisi. Baru setelah beberapa jam berlalu, setelah ia mau menyebut nama Zahid, bibit-bibit kedekatan pun mulai bersemai *alah* Mereka saling berbagi snack macaroni pedes, bertukar mainan, melempar bola, atau naik sepeda roda tiga bergantian. Akur sekali.

Naning, Sahe, dan Zahid tiba sehari setelah aku dan Shinfa balik dari Pekalongan hari Minggu. Pikirku sih mereka jadi tiba hari Minggu siang, jadi hari Senen masih bisa buat jalan bersama. Eh, ternyata salah komunikasi. Mereka sampai Jogja hari Senen siang. Jadi maaf banget kalau kemudian gada acara jalan-jalan keluarga. Yang ada mereka muter2 sendiri pakai motor keliling Jogja. Karena Selasa aku harus nguli lagi.

Tapi, diinapi dua malam aku sudah seneng banget. Terima kasih buanyak. Bersyukur kalian mau singgah ke rumah yang ndeso itu. Ah, tapi bukankah memang suasana ndeso seperti Kedungbanteng itu yang kalian cari. Untuk sedikit menghirup udara segar dan melihat yang hijau-hijau. Sebagai ganti udara penuh polusi dan bising di Jakarta. Iya kan? Ayo ngaku. Makanya, besok lagi jangan sungkan untuk reservasi ya, Zahid. Dan, kita bisa benar2 jalan keluarga deh… Besok lagi ya, amiin.

Continue reading...

27 December, 2007

5 comments 12/27/2007 12:42:00 PM

Pagi Ini...

Posted by isma - Filed under
Pagi ini, Shinfa memilih makan dulu baru pakpung. Maemnya tidak banyak, tapi mayan juga ada sesuatu yang ia persilakan masuk ke dalam perutnya. Baru setelah itu main air, cibang-cibung… dandan sambil berlari-lari karena dia sudah pinter protes sama baju yang akan ia pakai. Sementara kalau memilih sendiri lamanya bukan main. Hampir menyita waktuku untuk bersiap2 sebelum nguli.

Pagi ini, usai dandan rapi Shinfa tidak nonton OB. Karena, diganti sama tayangan doaremon. Mungkin karena lagi liburan. Tapi, Shinfa asyik saja duduk di atas kasur, di depan tivi bareng aku. Sambil main tebak-tebakan kartu huruf yang berserakan di mana-mana. Belajar membaca dan mengingat huruf.

Pagi ini, waktu terus saja berjalan. Mengiringi aku dan Shinfa yang asyik menonton tivi sambil belajar huruf. Dari pukul 07.30 sampai pukul 08.00. Aku sudah berkali-kali melihat ke arah penunjuk waktu yang terpasang di dinding itu. Pertanda kalau hari semakin siang dan aku harus berangkat nguli. Tapi, Mbah Uti masih berkutat di dapur entah membersihkan apa, sementara Mbak Uyung sibuk mencuci.

Pagi ini, aku pun mengambil keputusan untuk berangkat nguli. Biar Shinfa bermain di depan tivi dengan kartu hurufnya. Toh kalau perlu pertolongan dan teman biasanya dia akan memanggil sesiapa saja yang ada di rumah. Meskipun aku agak was-was kalau Shinfa bakalan nangis, aku tetap saja pamitan. “Dik, Ibu pergi dulu ya.” Shinfa balik bertanya, “Ibu mau ke mana?” Aku menjawab, “Ibu mau tindak kerja,” dengan suara hati mengira kalau Shinfa bakal mewek.

Pagi ini, sungguh di luar dugaan. Shinfa menjawab, “Iya. Dada…”

Pagi ini, aku tercengang. Aku bahagia sekali. Shinfaku sudah bisa bilang “dada” dan tidak lagi menangis ditinggal ibunya nguli. Alhamdulillah. Semoga tidak hanya pagi ini ya, Nak. Pagi esok, pagi lusa, dan pagi-pagi selanjutnya kamu juga akan melakukannya lagi… Love u Shinfaku.

thanks bwt sponsor bajunya ya mom... ;)
Continue reading...

23 December, 2007

5 comments 12/23/2007 05:00:00 PM

Desember Spesial

Posted by isma - Filed under
Desember adalah bulan spesial buat aku. Karena hari ibu jatuh pada 22 Desember. Hari yang meskipun tidak begitu dihebohkan oleh para ibu dan anak di kampung kelahiranku, Proto Kedungwuni, toh pas aku melihat tayangan di tv jadi tersentuh juga hatiku. Melihat gimana celoteh para artis tentang kedekatannya dengan ibu, atau beberapa surprise yang khusus didesain untuk para ibu…

Ibu, atau Simak kalau aku memanggil perempuan yang melahirkanku… Aku mengenalnya sebagai guru Al-Qur’an pertamaku. Mengajar privat aku dan mbakku membaca turutan (atau iqra’ kalau sekarang) tiap sore kadang abis mangrib. Aku pernah marah-marah gara-gara aku nggak bisa baca hunafaa’a pada surat al-Bayyinah. Aku bukannya memanjangkan huruf fa-nya, melainkan na-nya. Berkali-kali tetap saja salah. Karena jengkel aku malah nesu dewe, dongkol. “Yo wis. Timbang nangis, leren disik,” gitu kata simak. Tapi, aku enggak mau berhenti ngaji. Repot juga ternyata kalau aku sudah nesu. Ini tidak mau, itu tidak mau. Yah, alamat kagol ya seperti itu.

Itu kenangan yang entah kenapa sampai sekarang lekat sekali dalam ingatanku. Di antara banyak kenangan masa kecil bareng Ma'e. Dia yang selalu membangunkanku untuk shalat isya kalau aku ketiduran. Dia yang tidak pernah memaksaku untuk belajar. Dia yang selalu menjahitkanku baju lebaran. Dia yang selalu berbinar dan bangga tiap kali aku bisa melakukan sesuatu... aku suka sekali binar itu, dan entah aku ingin sekali membuat Simak selalu berbinar...

Aku kagum sekali dengan kretivitas Simak. Bisa menjahit, merias pengantin, bikin kue, memotong rambut… Dulu aku pernah bercita-cita ingin sekali mewarisi kreativitas itu. Semoga suatu saat...

Aku juga salut dengan keteguhan dan kesabaran Simak. Menjadi single parent ketika Bapakku meninggal pas aku kelas III SMP. Meneruskan usaha batik, bolak-balok Pekalongan-Pamanukan. Membiayai enam anak yang masih kecil-kecil. Begitu, Simak masih dengan percaya diri meneguhkan permintaan Bapak supaya aku tetap melanjutkan sekolah di pesantren, bahkan terus kuliah. Kalau bukan karena Simak yang begitu yakin kalau kita bisa, mungkin aku akan mundur dan kalah.

Simak, aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, setiap saat, sepanjang waktu. Meski aku tidak setiap hari bisa melayani dan membantu, aku selalu memimpikan itu. Selalu, setiap saat, sepanjang waktu. Atau paling tidak kelahiranku di tanggal 23 Desember bisa menjadi kado spesial hari ibu buat Simak. Setiap bulan setiap tahun, sepanjang waktu. Pada saatnya nanti, aku yakin Allah akan mengabulkan mimpiku itu. Bukankah bermimpi adalah doa dan harap?

Desember memang spesial. Karena selain hari ibu, seperti kata temanku:

desember selalu mengingatkanku
bahwa ada lilin-lilin yang harus dinyalakan
mungkin jumlahnya dua puluh sembilan...
ah, jumlah tak sedikit untuk sebuah perjalanan
setahun lagi hidup baru dimulai... 30 tahun
selamat...
Continue reading...

17 December, 2007

16 comments 12/17/2007 11:44:00 PM

Jelang Libur Panjang

Posted by isma - Filed under ,

Jadwal rutin wikenan bareng Shinfa. Ke mana lagi kalau bukan ke SALAM. Tapi, kalau biasanya kita berdua naik motor, kemarin kita berangkatnya dianter sama Bulek Teti, dan pulangnya dijemput sama ayah. Soalnya abis bermain, ada rencana mau ke pasar Tlogorejo, nyari pesenan batik.

Sabtu kemarin adalah Sabtu menjelang liburan semester ganjil. Karena, Sabtu minggu depan Shinfa akan ambil rapor. Sebelum kemudian libur dari 23 Desember 2007 sampai 3 Januari 2008. Satu tahun tuh! Hehe. Seide dan sejalan dengan jadwal kantorku yang ikut cuti bersama. Mayan panjang juga...

Kemarin Shinfa berkenalan dengan rempah-rempah. Ada kencur, jahe, kunyit… Dengan penuh semangat dan ekspresif, Bu Anik menjelaskan kegunaan setiap rempah2 itu berikut contohnya. Shinfa yang baru bangun tidur, masih ngelendot aja sama ibunya. Pas Bu Anik berkeliling memperkenalkan bau kencur, “Gimana Shinfa, baunya?” Hehe, Shinfa malah nyengir, emoh. “Nggak enak,” katanya.
Tapi, pas giliran Bu Anik kasih komando untuk menanam jahe dan kawan-kawan, Shinfa jadi bersemangat deh. Habis mimik dot, lalu bergabung menyusuri pematang menuju lahan kosong deket arena perosotan.

thanks ya utk sponsor baju Shinfa...

“Nanam apa, Dik?” tanyaku
“Ja-He,” jawab Shinfa dengan menegaskan bunyi H-nya. Hehe. Lucu deh kedengarannya. Dia kalau ngucapin H memang fasih. Beda jauh kalau diminta ngucapun R. Pasti dia bakal ngeles, “Dik Abit bisa bilang AVANSA,” dengan menegaskan bunyi V-nya.
“Dik, ntar sampai rumah kalau ditanya tadi ngapain di sekolah, bilang ya nanam JAHE gitu,” hihi aku terkikik.

Satu per satu anak-anak mendapat gelas aqua bekas, centong panjang, sama satu ruas kunyit, jahe, kencur, atau lengkuas. Biar sinar matahari cukup terik, Shinfa mau juga tuh masukin tanah basah ke dalam gelas plastik. Lalu, memasukkan potongan jahe.

Setiap Sabtu jadwalnya memang berkegiatan di luar ruangan. Dan, karena Shinfa masuknya cuma hari Sabtu, jadi kebagian keluar ruangan terus deh. Nggak papa ya, Shin. Biar capek, kan sekalian olahraga. Hehe.

Tapi, nggak tahu juga ada hubungannya atau enggak dengan kegiatan outing itu, hari Kamis kemarin Shinfa bilang, “Bu, Dik Abit pijet.” Lah, aku sempat heran juga. Kok tiba-tiba minta pijet, wong setahuku nggak ada yang nyebut2 nama Mbah Sholeh.
“Dik Abik capek ya?” tanyaku sambil tersenyum lucu.
“Iya.” Hehe. Sok gede banget to, Shin. Pake capek segala. Tapi, sapa tahu memang capek beneran.
Dan, Minggu pagi aku pun mengajak Shinfa ke rumah Mbah Sholeh. Masih satu kampung, nggak ada sepuluh menit pakai motor dah sampai rumahnya. Mbah Sholeh itu priayinya sudah 90th. Parasnya putih bersih dan seger. Ngomongnya juga masih jelas, apalagi pijatannya. Kalau pagi jatahnya untuk memijat bayi dan anak kecil. Kalau datangnya agak siangan, yang antri biasanya dah banyak. Palagi hari libur. Alhamdulillah pagi itu Shinfa kebagian urutan nomor tiga.
“Emoh pake minyak,” Shinfa meminta.
“Ooh, nggih Ndoro,” jawab Mbah Sholeh kayak sama ratu aja. Hehe.
“Pake bedak aja,” tambah Shinfa sok deket gitu.
Shinfa seneng banget kalau dipijat. Dulu pas masih bayi juga nggak pernah nangis kalau dipijat Mbah Sholeh. Mungkin karena pijatannya halus, jadinya nggak sakit. Sampai merequest coba. Hehe. Tapi, memang mayan lama juga sih Shinfa gak pijet.
Kalau sudah dipijat, mungkin rasanya enteng kali ya. Jadi enak buat ngapa-ngapain. Apalagi menjelang liburan SALAM yang satu tahun itu hehe… kan bisa buat jalan-jalan atau mudik ya… Ternyata Shinfa dah lebih peka tuh menyiapkan stamina hehe.

Continue reading...

11 December, 2007

20 comments 12/11/2007 12:36:00 PM

Balita Dewasa

Posted by isma - Filed under




“Ibu nggak ke mana-mana?”
Itu pertanyaan wajib Shinfa setiap pagi. Setelah mandi, maem sambil nonton OB, lalu minum air putih, teh, atau susu. Biasanya aku cuma mengangguk. Untuk tidak memberikan jawaban pasti. Karena setiap aku menjawab, “Ibu mau tindak,” sudah bisa dipastikan Shinfa bakal mewek seketika.

“Ibu nggak boleh tindak,” begitu jawaban Shinfa tiap dikasih tahu kalau ibunya mau tindak.
“Eh, ya harus tindak kok. Nanti nggak punya uang buat beli susu sama sate,” jelas Uti.
“Nggak boleh! Nggak boleh,” ulang Shinfa siap-siap mau nangis.
“Ya ya, Ibu nggak tindak,” akhirnya aku meralat. Biar Shinfa nggak nangis beneran. Yah, daripada memaksa anak untuk mengerti, mending mengalah dulu dengan petak umpet.

Apalagi Shinfa sudah punya jurus “nggak boleh” untuk melarang semua-mua, biar sesuai sama kehendaknya.
"Dik, ibu masak dulu ya."
"Enggak boleh masak. Ibu bobok."
Atau, "Uti mberesin meja dulu."
"Nggak boleh. Uti bobok."
"Alah-alah Nok, kok yo ngepenakke timen..."
*hehe. Aku juga seneng banget pagi2 disuruh bobok nak!*

Tapi beberapa bulan terakhir, memang sudah ada perubahan pada Shinfa. Tiap abis mandi dan makan pagi, Shinfa tidak begitu nggelibet lagi sama aku. Jadi, biarpun ayah sudah berangkat duluan, aku dengan leluasa mengumpetkan diri untuk siap-siap nyambut gawe. Lalu, aku akan mendorong motor beberapa meter, baru deh aku stater. Dan, Shinfa aman tidak menangis di depanku.

Kata Uti juga begitu. Ada perubahan pada Shinfa. Tiap mendapati ibunya sudah berangkat diam-diam, dia lalu bertanya, “Ibu mana?” Dan, kalau sudah dijawab, “Ibu tindak,” paling dia akan menangis beberapa detik setelah itu kembali asyik dengan mainannya.

Demikian juga kalau aku pulang di sore hari, Shinfa malah terlihat ceria dan sumringah. Dia cuma bilang, “Ibu ganti baju,” lalu kembali asyik dengan bulik atau mbak-mbaknya. Tuh kan, sok gak dikangeni banget gitu. Sebel lagi kalau aku tanya, “Adik kangen Ibu nggak sih?” Dia menjawab sambil mau nangis, “Enggaaak. Dik Abit kangennya sama Bulek.” *gubrak! Hwaaa…*

Dan, pagi tadi…
“Ibu nggak ke mana-mana?
Sambil memberikan botol susu karena abis makan dia minta minum susu, aku menjawab, “Ibu harus kerja…”
“Emoh, nggak boleh…”
“Dik Abik di rumah sama Uti. Nggak apa-apa sayang. Ntar sore kan Ibu pulang.”
“Emooh, emooh,” dengan suara parau dan mata berkaca-kaca. Seolah membahasakan “kalau saja bisa, aku ingin Ibu nggak pergi. Tapi, aku juga tahu Ibu harus kerja…” *sok jadi penerjemah bahasa isyarat Shinfa nih!*
“Nggak papa. Sudah ya…”
Trus aku pergi gitu aja, meninggalkan Shinfa yang ternyata tetap duduk manis di atas kursi. Dia nggak lari mengejar aku atau guling-guling. Dia cuma nangis yang lalu digendong sama ayahnya, dan diam menghabiskan susu botolnya.

Horeee… ternyata Shinfa mang sudah ada perubahan. Yah, akhirnya, bisa juga membuatmu tidak klayu-mengklayu sama Ibu. Tinggal, bagaimana biar kamu nggak pakai nangis gitu. Tapi, dengan manis bilang ke Ibu, “Oh, Ibu mau tindak ya. Ati-ati ya…” Nah, kalau dah bisa kayak gini, baru deh Shinfa mang dah bener-bener berubah, jadi balita dewasa… Ummmuah!
Continue reading...

07 December, 2007

17 comments 12/07/2007 11:59:00 AM

Yang Baru di Hari Jum'at

Posted by isma - Filed under


Siapa tidak senang mendapat sesuatu yang baru. Baju baju, sepatu baru, rumah baru, jabatan baru, ataupun suasana baru… Yang sudah ibu-ibu aja seneng, malah ngarepin yak, apalagi anak-anak. Kalau itu berupa baju, pasti biarpun belum dicuci dah pingin dipake. Kalau udah dipake emoh dilepas, setiap ada kaca pasti deh melirik, maniskah aku dengan baju baru ini… *kalau cowok iya juga nggak ya?*


Nah, tapi bagaimana kalau sesuatu yang baru itu adalah seragam kerja… secara sebelumnya di t4 megaweku memang tidak ada istilah berseragam? Kecuali hari Jum’at yang dianjurkan pakai kaos item gratisan dari kantor. Nah, kira-kira bakal jadi seneng apa enggak ya…

Bagi beberapa orang seragam bisa jadi membatasi keunikan, kreativitas, dan kreasi dalam berpakaian. Karena tiba-tiba baju yang mereka pakai menjadi sama model, kain, juga warna. Setiap orang yang tentunya punya selera warna, model, atau jenis kain yang berbeda, digiring menuju muara yang sama. Tak ada jalan lain. Belum lagi kalau ada aturan bahwa seragam itu harus dipakai setiap hari selama bekerja. Atau dipakai dua kali dalam 5 hari kerja, dan sebagainya. Tuh kan, membatasi banget kan.

Tapi, bagi beberapa orang yang lain, seragam bisa berarti identitas. Apalagi sekarang kan jamannya semua serba beridentitas. Simcard aja harus terdaftar dan jelas identitasnya. Setiap penduduk juga harus menunjukkan kependudukannya dengan KTP. Pemilik motor harus memiliki STNK dan harus membayar denda ketika tidak bisa menunjukkannya pada polisi ketika ada razia. Mungkin seragam bisa juga berposisi seperti kartu-kartu itu. Karena kalau masuk toko buku besar, seragam suatu penerbit bisa menjadi kartu sakti untuk berurusan dengan orang dalam tanpa harus meninggalkan KTP.

Seragam juga bisa menjadi suatu kebanggaan dan simbol loyalitas karyawan terhadap perusahaan, pekerjaan, atau komunitas. Aku jadi ingat dengan mbak-mbak baby sitter di sebuah mall. Di tengah para pengunjung yang berpakaian serba modis dan trendy, mereka dengan bangga tetap memakai seragam baby sitter mereka. Bener2 contoh loyalitas yang patut diteladani. Meskipun bisa jadi loyalitas itu muncul karena dipaksa dan tidak ada cara lain.

Selain mungkin, seragam juga bisa difungsikan sebagai ikon kebersamaan dan solidaritas dalam suatu perusahaan atau komunitas. Karena perbedaan pada beberapa kasus bisa menimbulkan kesenjangan, jarak, atau bahkan konflik. Seorang supervisor yang bergaji lebih tinggi, tentu bisa membeli baju kerja yang lebih bagus daripada karyawan biasa. Akibatnya, sorang supervisor pasti akan terlihat lebih wah, memarjinalkan karyawan biasa yang pakaian kerjanya, maaf, sudah jadul banget. Kondisi ini jika dibiarkan akan memunculkan gap dan mempengaruhi semangat dan iklim dalam bekerja.

Lalu, apakah aku senang mendapat seragam baru?
Karena aku bukan supervisor yang punya baju kerja yang bagus, tentu aku senang. Hehe. Setiap Senin dan Kamis seragam ini akan menjadi identitas buat aku. Jadi semakin berasa sebagai karyawan. Semoga ya, bisa menambah semangat kerja dan bisa dapet bonus deh kekekek. *bonus dari hongkong yak!* Mana gratisan lagi. Buat aku apa-apa yang gratis, pasti akan aku terima dengan tangan terbuka. Termasuk kiriman gratis yang aku dapat kemarin Kamis. Ada yang berbaik hati menyapaku dengan kalung, jilbab, dan bingkisan buat Shinfa. Matur nuwun ya, Mam. Semoga pertemanan kita mendapat ridho dari-Nya amiin.
Continue reading...

05 December, 2007

16 comments 12/05/2007 11:52:00 AM

Shinfa dan Pulpen

Posted by isma - Filed under
Masih tentang alat-alat tulis-menulis.
Di usianya yang hampir 3 tahun, apa yang akan terjadi kalau Shinfa sudah pegang pulpen?

Hehe. Ini dia kemungkinan jawabannya.
Pertama, tuh pulpen bakal dipreteli. Ini salah satu kebiasaan Shinfa yang bisa bikin aku keki. Gara-gara suka mpreteli pulpen, praktis setiap aku dapat pulpen selalu raib tercecer entah di mana. Tutupnya ada di mana, isi pennya juga lari ke mana. Secara aku sudah nggak sempat lagi memantau bagaimana sepak terjang Shinfa dalam pemretelan ini, dan berapa ekor pulpen yang jadi korban. Alah!
“Dik jangan dipreteli dong, ntar nggak bisa dipakai,” aku memelas.
“Ini punya Dik Abik kok!” jawabnya cepat.
Weleh. Jurus ampuh itu, kalau udah diklaim sebagai milik Shinfa. Mau diapa-apain juga terserah, gitu ya.

Kedua, bakal minta kertas untuk tempat coret-coret.
“Dik Abit mau nggambar nih?” Lalu, dengan gaya “sok ting” dia bikin mlungker-mlungker kecil. Berhenti. Mikir, “Gambar apa ya?”
“Coba bikin segitiga, Dik!” aku kasih usul.
“Yoh,” sanggup Shinfa dan kemudian beraksi. “Slet…slet…slet!” celotehnya. Dan begitu gambarnya selesai dia akan berucap, “Ngono kuuuwiii…” (ini kalimat baru yang ditirunya dari Bulek Teti. “Ngono kuwi yo, Dik!”) dengan nadanya yang khas, kecil melengking. Suka banget kalau aku denger Shinfa ngucapin itu. Lutuuu.


Ketiga, minta digambarin apa aja sama orang yang ada di dekatnya.
“Gambalin dong,” ia meminta. Kata ‘dong’ ini juga baru-baru ini menghiasi omongan Shinfa. Apa-apa maunya ditambahi ‘dong’. Pernah pas diajak shalat, dia ngeles, “Ah, kakiku capek. Pijitin dong!” Alah-alah, dah kayak juragan aja deh!

Kalau Shinfa minta digambarin, alamat si penggambar harus siap capek. Soalnya dia bakal mengedarkan pandangan, melihat ke sekeliling. Kira-kira benda apa saja yang ia mau untuk digambar. “Lampu!” Menunggu digambarin. Setelah selesai, “Horee,” sambil tepuk tangan ala Tukul. Trus melihat sekelilingnya lagi, dan secara berurutan dia akan merequest, “Jilbab, helm, meja, kursi…”
“Udah Dik ah. Dik Abik aja yang nggambar.”
“Dik Abik nggak bisa.”
“Bisa. Dicoba to.”
“Emoh. Nggak bisa.”
“Ya udah dulu. Ibu capek nih.”
Hihi… dikerjain sama anak kecil yak!

Keempat, coret-coret dinding. Yang ini kebiasaan baru secara aku baru tahu beberapa hari yang lalu. Tapi, cuma di dinding ruang shalat. Untuk dinding ruang yang lain masih selamat dan aman. Kayaknya waktu itu nggak ada yang ngasih kertas, jadi objek sasarannya berpindah ke dinding. Pas pertama kali lihat hasil karya Shinfa itu, aku sempat kaget juga. “Lah, nyoret-nyoret tembok juga to?” Kirain enggak. Hihi, kecolongan lagi deh aku! Maklumlah, nggak nungguin tiap hari sih.

Kelima, akan meng-kuteki kuku-kuku jarinya dengan pulpen. Jadinya ya item-item gitu. Kalau pulpennya warna merah (pulpen emaknya yang buat ngoreksi naskah) sih mending, jadi kayak kutekan beneran. Hehe, genit yak!

Keenam, mural kulit badan hehe. Pokoknya semua daerah kulit yang bisa dan pantas dijangkau deh. Bisa tangan, kaki, wajah… Soalnya mbak-mbak sama buliknya kadang suka iseng juga tuh. Yang bikinin andeng-andeng ala Indialah, kumislah… jadinya Shinfa ketularan deh. Tapi, ya nggak papa sih. Namanya juga bagian dari ekspresi hihi. Sapa tahu besok jadi perias manten. Kan mayan tuh, kalo laris penghasilannya bisa buat beli inova, amiin.

Continue reading...

03 December, 2007

15 comments 12/03/2007 12:30:00 AM

Ups... Shinfa lagi Belajar Niy...

Posted by isma - Filed under


Sudah dua kali hari Sabtu Shinfa bermain-main ke SALAM. Setelah tiga Sabtu sebelumnya Shinfa mbolos gara-gara emaknya takut kehujanan. Pas pertama kali masuk, sempat ditanyain juga sama Bu Ririn dan Bu Wiwin, “Shinfa ke mana aja nih?” Hihi. Aku jawab ajah, “Takut kehujanan Bu, jadi mbolos deh!


Nggak nyekolah tiga Sabtu ternyata bisa bikin Shinfa kangen sekolah lho. Aku jadi nggak tega kalau Shinfa dah bilang, “Bu, sekolah yuuk!” Biarpun di kelas Shinfa masih malu-malu kucing, ternyata berbaur dengan orang asing bisa meninggalkan kesan juga. Bisa membuat Shinfa merasa kangen dengan hiruk pikuk kelas. Atau mungkin kangen dengan objek yang bisa ia amati dari teman-teman kecilnya. Soalnya biasanya nih, abis sekolah Shinfa suka nyeletuk, “Bu, Dik Shane tadi lebutan!” Atau, “Tadi ada yang nangis.”

Pas mbolos kemarin, di rumah Shinfa asyik bener sama kertas dan pulpen. Karena pada kelas yang terakhir ia belajar menggambar tangan dan kaki, di rumah ia jadi seneng menggambar bentuk tangan dan kaki. Sambil pelan-pelan aku ajarin juga bikin beberapa bentuk, seperti kotak sama segitiga. Lucu juga melihat dia nyambungin garis untuk membentuk kotak. Kadang bisa lurus, kadang menceng-menceng dan dipaksa nyambung. Hehe. Kalau bikin segitiga, garis sambungnya masih menyerupai garis lengkung. Jadi, belum bisa bikin tiga garis lurus yang membentuk segitiga. Nyebut segitiga aja Shinfa suka kebalik jadi “setigita” atau “setitiga” hihi.

seriusnya...

ups! kaki aja mpe nginjek buku coba!

capeeek deeeh!

Ini gambar terbaru Shinfa. Dah lumayanlah, lucu lagi. Ceritanya mau ngikutin lagu: lingkaran kecil, lingkaran kecil yang biasanya kami nyanyiin sambil menggambar. Tapi kalau Shinfa nyanyinya cukup singkat: Lingkalan besal…lingkalan besal, dibeli sudut. Hehe. Ngirit banget yak!


Pada sekolah Sabtu minggu yang lalu, pas jadwalnya menanam bunga matahari. Usai berdoa, anak-anak digiring melewati pematang menuju sawah laboratorium. Sawah yang memang dialokasikan untuk praktik tanam-menanam dan membuat pupuk organik. Setiap anak mendapat gelas bekas air mineral untuk diisi pakai tanah yang sudah dicampur dengan kompos, trus mendapat satu biji bunga untuk ditanam di dalamnya. Setiap gelas dikasih nama untuk menandai milik masing-masing.


Waktu itu Shinfa yang biasanya nempel emaknya, sudah mau tuh main sama Raras. Duduk di dekat meja menunggu snack datang. Malah pas selesai berdoa mau pulang, Raras bilang, “Besok main lagi ya,” Shinfa menjawabnya dengan anggukan dan tersenyum manis. “Tuh kan, Dik. Seneng kan punya temen,” aku ikut senang.

Sementara Sabtu kemarin, selain main puzzle, Shinfa dan teman-teman kecilnya diajak berjalan-jalan menyusuri pematang, melihat sapi yang lagi membajak sawah, menuju Omah Kebon. Ini semacam aula kecil terbuka, berdinding bambu dan atapnya pakai seng dan anyaman daun tebu kering. Silir banget. Semula aku pikir omah ini punya SALAM, eh, ternyata punya penduduk setempat. Tepatnya seorang seniman. Pantesan, unik gitu.


Di Omah Kebon itu anak-anak dibiarkan bermain-main. Sambil sesekali dikenalkan dengan bermacam tanaman yang tumbuh di sekeliling Omah Kebon. Sekaligus melepas lelah juga sih. Ngos-ngosan. Lokasinya nggak begitu jauh sebenarnya. Cuma karena kondisi jalannya yang naik dan berupa pematang jadi lumayan memforsir tenaga, perhatian, dan kehati-hatian, terutama para ortunya. Tapi, pas berangkat Shinfa mau juga tuh jalan sendiri alias nggak digendong. Mungkin berasa jalan-jalan wisata ke alam mana gitu ya. Hehe. Pas melewati jalan berbatu Shinfa bilang, “Bu, jalannya lusak!” hihi.


Sejauh terlibat dengan SALAM, Shinfa memang belum bisa dilepas. Dia masih jadi pengamat. Melihat guru dan teman-temannya bernyanyi dan menari. Shinfa belum mau ikut menyanyi meskipun kemarin sudah berani naik ke atas meja bareng temen-temennya. Pas ditanya Bu Anik, “Shinfa mau nyanyi apa?” Hihi, bukannya menjawab dia malah mengedarkan pandangan. “Cicak-cicak ya…,” sambungku. Dan, meskipun Bu Anik sudah mengiringi, Shinfa cuma ngelihatin. Ikut nyanyinya cuma bagian akhir, hap lalu ditangkap.
“Adik katanya mau nyanyi?” ulangku pas sudah di rumah.
“Aku nyanyi cicak-cicak,” jawab Shinfa pede.
“Iya. Nyanyinya dalam hati ya hehe…,” ledekku.

Ya nggak papa deh. Pelan-pelan ya, Shin. Jago kandang dulu, besok kandangnya ditinggal ya, di rumah hehe…
Continue reading...