31 May, 2007

3 comments 5/31/2007 04:49:00 PM

PERLUKAH ANAK TIDUR SIANG?

Posted by isma - Filed under


Ternyata, tidur siang banyak manfaatnya. Selain baik secara fisik, tidur siang juga bisa meningkatkan kedekatan anak dan orang tua.

Kebutuhan tidur masing-masing anak berbeda. "Pola tidur anak ditentukan oleh banyak faktor, mulai faktor bawaan, faktor aktivitas anak saat itu, minat, temperamen, dan sebagainya," ujar Fabiola P. Harlimsyah, M.Psi. dari Sanatorium Dharmawangsa.

Secara garis besar, bayi baru lahir menghabiskan 70 persen waktunya untuk tidur. Ia bangun hanya untuk makan. Kenapa bayi atau anak butuh banyak tidur? Karena di usia ini, mereka sedang membangun fisik dan mentalnya. Di usia setahun, anak mulai bisa tidur malam sampai pagi enggak bangun. "Di usia ini juga mulai ada tidur siang (naps) sampai dua kali," jelas Feiby, panggilan Fabiola. Menginjak usia 2 tahun, anak hanya butuh waktu istirahat 1 atau dua kali, sampai usia sekolah. "Nah, di usia sekolah, anak butuh 12 jam untuk tidur."

Bagaimana dengan tidur siang? Perlukah bagi anak? "Tergantung kebutuhan masing-masing anak. Ada anak yang tidur siang tapi hanya sebentar, ada pula yang tidur siangnya lama. Namun, secara umum, tidur siang memiliki fungsi yang besar, kok," ujar Feiby.

BANYAK MANFAAT
Dari sisi fisik, tidur siang akan memberi kesempatan tubuh untuk mendapat energi baru yang penting untuk perkembangan. Apalagi untuk anak-anak balita yang sedang dalam masa pertumbuhan. "Mereka sedang banyak bergerak dan butuh banyak energi. Dan itu bisa diisi saat anak tidur," lanjut Feiby. Sementara dari sisi psikologis, tidur siang memungkinkan orang tua punya waktu untuk berbagi dengan anak, termasuk mengajarkan cara mengelola waktu. "Ini arahnya nanti ke soal disiplin atau aturan, dengan menunjukkan waktu untuk istirahat."

Bagaimana kalau anak tidak tidur siang? "Secara fisik tentu akan lebih lemah, karena tubuh anak sedang butuh asupan energi, yang bisa diperoleh lewat tidur siang." Selain itu, kalau anak tidak tidur siang, orang tua tentu harus memberikan sesuatu kepada anak untuk mengisi waktu. "Kalau nggak, apa yang akan dilakukan? Padahal, kalau sedang dalam kondisi capek, anak biasanya malah akan rewel," jelas Feiby.

Bagaimana kalau tidur siang diganti dengan tidur malam yang diperpanjang? "Kadang-kadang malah keterbalikan, kalau tidur siangnya kebanyakan, tidur malamnya yang jadi telat," ujar Feiby. Atau kalau anak tidak tidur siang, tidur malamnya yang kesorean. "Harusnya belum tidur, tapi sore-sore sudah tidur. Akibatnya, keesokan paginya anak rewel, karena pola tidurnya berubah. Jadi, sebaiknya memang disesuaikan dan konsisten. Jangan hari ini tidur siang, besok enggak."

Perubahan-perubahan pola tidur ini juga memiliki dampak yang kurang baik bagi perkembangan anak. Anak jadi tidak belajar mengelola waktunya secara konsisten. 'Oh sekarang waktunya untuk ini, waktunya untuk itu.' Kalau tak ada aturan seperti itu, maka kegiatan lain pun akan terganggu. "Arahnya adalah mengajarkan disiplin. Kalau kita sudah bisa mengajarkan dan menerapkan aturan secara konsisten, ke depannya anak akan lebih disiplin terhadap waktu, terhadap aturan, dan sebagainya," lanjut Feiby.

BICARAKAN BERSAMA
Semakin dewasa, kebutuhan tidur anak juga akan makin berkurang. "Sampai kapan anak harus tidur siang, tidak bisa ditentukan, tergantung masing-masing anak. Belum lagi soal kebiasaan. Ada kan, orang yang kalau enggak tidur siang, rasanya lemas," ujar Feiby seraya melanjutkan bahwa tidak ada patokan berapa kebutuhan anak untuk tidur siang. "Orang tualah yang harus memerhatikan kebutuhan tidur anak, dan setelah itu mengatur waktunya. Kalau memang anak sudah nggak perlu tidur, ya jangan dipaksa."

Cara paling jitu untuk mengetahui kebutuhan tidur anak adalah dengan melakukan observasi. "Misalnya, anak tidur siang sekian jam, setelah itu dilihat apakah tingkah lakunya jadi lebih baik atau malah lebih rewel," ujar Feiby. "Memang harus sabar. Sementara sekarang orang tua biasanya cuma ngasih jadwal ke baby sitter dan anak mengikuti saja jadwal itu, tanpa hak suara."

Feiby menyarankan orang tua agar membicarakan jadwal tidur dengan anak. "Tentu kalau anak sudah agak besar. Misalnya usia pra sekolah. Lihat juga, kalau misalnya setengah jam tidur kok kayaknya belum cukup, tambahkan waktu untuk tidur. 'Masih capek ya? Ditambah lagi ya?' Dialog itu harus terus dilakukan, meski hanya untuk menentukan jadwal tidur siang," saran Feiby.

Manusia pada dasarnya berkembang, begitu pula anak. "Yang tadinya tidak ada, kemudian jadi ada." Misalnya, tadinya kebutuhan main anak hanya di rumah, setelah beranjak lebih besar, ia butuh bermain dengan teman sekolahnya. Berarti, lanjut Feiby, "Kebutuhan untuk bermainnya ditambah, sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Ini kan, nggak mungkin hanya dilakukan satu arah. Anak juga punya hak suara, termasuk dalam menentukan jam tidur siangnya."

TEMANI ANAK
Seringkali anak tidak mau tidur siang dengan berbagai alasan. "Bisa jadi memang fisiknya belum capek. Berarti aktivitas pagi harinya harus diperhatikan. Mungkin kurang banyak. Jika ini yang terjadi, orang tua bisa mengisi dengan aktivitas yang bermanfaat," jelas Feiby. Pagi hari, berikan aktivitas yang tidak membuat bikin capek. Bisa berenang atau bersepeda keliling kompleks menjelang tidur siang.

Selain itu, orangtua bisa memasukkan banyak hal dalam kaitan dengan tidur siang. Misalnya, setelah anak capek beraktivitas dan sudah masuk waktu tidur siang, tanyakan, 'Capek ya? Berarti tubuh kita butuh istirahat.' Setelah bangun tidur tidur, tanyakan pada anak apa yang ia alami. 'Nah, sekarang apa yang kamu rasakan? Segar, kan?' "Masukkan pemahaman bahwa tidur siang itu penting, jadi jangan dianggurin saja. Banyak sekali hal-hal yang bisa dimasukkan."

Ada juga anak yang tidak mau tidur siang karena mikir, 'Kalau aku tidur, Mama ngapain ya? Jangan-jangan entar aku ditinggal pergi? Atau anak takut berpisah, karena mungkin pernah kejadian, ketika bangun tidur, sang ibu sedang pergi. "Kalau begitu, katakan, 'Oke, selama kamu tidur, Mama juga akan istirahat.' Misalnya dengan membaca buku atau nonton teve. Tapi ini harus konsisten."

Orang tua bisa memberi anak reward jika setelah anak tidur siang. "Tapi tentu harus dicari yang tidak terlalu besar nilainya, karena tidur siang, kan, setiap hari. Jadi, jangan sampai membebani orang tua," saran Feiby. "Bisa dengan stiker. Setelah seminggu, stiker bisa ditukar dengan mainan, misalnya."

Feiby menekankan agar orang tua berusaha menemani anak sebelum tidur, baik tidur siang maupun tidur pada malam hari. "Anak butuh mengakhiri hari-harinya dengan nyaman, dengan pelukan dari orang tua," jelas Feiby. Yang terjadi, banyak orang tua yang justru lega anaknya sudah tidur duluan sebelum ia pulang kantor. Padahal, anak sangat membutuhkan keberadaan orang tua sebelum ia tidur.

"Sebentar saja cukup, sekadar menunjukkan bahwa kita ada sebelum ia tidur. Ini akan menenangkan anak," lanjutnya. Jika ini tidak pernah dilakukan, bisa mengurangi kelekatan (attachment) anak dengan orang tua. Akibat lebih jauh, afeksi (perhatian dan rasa sayang) anak terhadap orang lain akan berkurang. "Anak itu, kan, belajar dari apa yang ia dapat dari orang tuanya. Kalau ia mendapatkan perasaan aman, perasaan diterima, didengar, disayang, itu pula yang akan ia lakukan untuk orang lain kelak setelah ia menjalin hubungan dengan orang lain."

AGAR ANAK TIDUR NYAMAN
Agar anak bisa tidur dengan nyaman, simak beberapa tips berikut:

1. Anak harus dibawa senang dulu. Ajak ia bermain, tentu mainannya yang tenang, jangan yang justru merangsang keaktifan anak. Misalnya bermain puzzle, atau yang sifatnya menenangkan.

2. Setelah bermain, ajak anak untuk mandi. Ini akan membuat anak merasa nyaman, sekaligus menyiapkan anak untuk mengenal rutinitas sebelum tidur. "Anak jadi tahu,
oh tahu kalau habis mandi itu saatnya tidur siang. Jadi, nggak langsung disuruh tidur siang, 'Sekarang sudah jam 2, ayo tidur!"

3. Setelah siap, barulah mulai aktivitas yang lebih dalam, misalnya membacakan dongeng. Ini yang disebut spesial moments. Saat mendongeng, orang tua sekaligus berbagi dengan anak yang sifatnya membuat anak tenang dan nyaman. Misalnya kalau anak sudah bersekolah, minta anak bercerita tentang pelajaran atau aktivitasnya di sekolah.

4. Setelah anak sangat mengantuk, beri pelukan atau ciuman. "Nah, sekarang tidur dulu, nanti setelah bangun, kita buat kegiatan lagi."

JANGAN MENGANCAM
"Orang tua boleh menerapkan aturan tidur siang, tapi sebaiknya tidak dengan memaksa atau memberikan ancaman," ujar Feiby. Misalnya dengan kalimat, "Kalau nggak mau tidur siang, Mama nggak sayang lagi!" Ancaman seperti ini sebaiknya dihindari, karena dampaknya bisa panjang. "Anak akan menganggap bahwa tidur siang itu kegiatan yang tidak menyenangkan. Bisa juga anak mengalami mimpi buruk (nigthmare), dan malah jadi takut." Jadi, jangan dengan paksaan, ancaman, atau bahkan pukulan."


SUMBER: klik
Continue reading...

29 May, 2007

15 comments 5/29/2007 08:32:00 AM

Coba-Coba Ah!

Posted by isma - Filed under



Pada Suatu hari, Shinfa berjalan2 di dalam rumah... Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang menarik. Hai, apakah itu gerangan?


Aih, ternyata ada semangkuk bubur kacang hijau, di atas dingklik... *Indonesiane opo to? hehe...* Wah, kayaknya enak nih, cobain ah pake sendok...


Pakai sendok kelamaan, ora marem. Aku punya cara lain biar lebih nikmat... Caranya gini nih, pertama diangkat...


Trus, didekatin ke mulut... dikokop deh! *kekekekek!*


Mau tau rasanya... sedaaap! *Shin, jempolnya kok tiarap say! hehe*

Momen ini bakal menjadi kenangan indah deh buat puteriku ini, kelak suatu saat. Terus saja nyoba-nyoba Shin, semakin sering akan semakin banyak yang bisa kamu lakukan... dan itulah dirimuw... Ummmuah!

Eit, sekalian... Jumat tanggal merah kan, berarti ada long wiken lagi nih... Have Nice Weekend Everybody... -----{@
Continue reading...

28 May, 2007

14 comments 5/28/2007 09:25:00 AM

Dweeh... Senengnya Akuh…

Posted by isma - Filed under



Pertama, Sabtu kemarin Shinfa sudah mau taktinggal main sama Bu Ani di SALAM. Tadinya sih, “Adik main di sini ya, taktinggal sebentar ya…” “Emoh!” sambil tangannya utek-utek main puzzle. Masih aku tunggu, sementara ibu-ibu yang lain langsung menyusul ke ruang seminar di rumah sawah.
Lima menit kemudian, pas Shinfa ngelihat dua temennya main prosotan, “Dik Abit main posotan.” Dan, dua menit kemudian aku bilang, “Adik main sini ya sama Bu Ani, Ibu pergi sebentar ya.” Tiba-tiba Shinfa langsung jawab, “Ya.”
Horeee, senengnya aku. Shinfa dah merasa aman nih, gag takut lagi main sama Bu Ani, salah satu guru di SALAM. Trus aku bisa ikutan gabung di seminar KELUARGA SEBAGAI SUMBER PERTAMA DAN UTAMA BAGI PENDIDIKAN ANAK, yang diadain SALAM dalam rangka open house. Sebenarnya bisa sih ngajak Shinfa dalam forum, cuma kebanyakan anak-anak ditinggal main di gubuk TK. Di samping aku lagi ngelatih Shinfa biar gag takut sama orang lain.

Kedua, aku dapat pengetahuan dari seminar.
Dweeeh, yang ikut seminar. Hehe. Bukan seminar serius sih, secara kita duduk berleseh, mendengarkan obrolan psikolog UGM, Bu Ratri, sama pendiri SALAM, Bu Wahya. Selain para ortu murid, juga ada beberapa undangan lain, yang jumlah semuanya kalo gag salah sekitar enam puluhan orang. Aku juga ketemu sama Mbak Ovi, temen pas di Mitra Wacana. “Anakku dari 2,8 dah di sini. Sekarang wis TK,” katanya. Hm, berarti lama juga ya kita gag ketemu…
Nah, sedikit pengetahuan yang aku dapat dari obrolan itu adalah sebagai berikut:

(1) Bahwa dua tahun pertama adalah masa penting untuk membentuk attachment/kelekatan anak pada orang tua. Mengapa kelekatan itu penting? Karena menurut Skeels, Spitz, Bowlby (dalam Berger, 2004), bonding dan attachment merupakan aspek penting untuk perkembangan kepribadian yang sehat. Anak yang memiliki kelekatan yang sehat dengan ortu diduga lebih siap untuk belajar.
(2) Oleh karena itu, menjadi lumrah jika anak usia dua tahun masih belum merasa aman jika dilepas/ditinggal oleh orang tua. Ada tahapan untuk membuat anak merasa aman bisa berbaur dan bermain dengan orang lain.
(3) Point kelekatan inilah yang kemudian menjadi latar belakang kenapa SALAM justru mengajak ortu untuk ikut menemani anak bermain-main. Terutana di play groupnya. Ruang kelas SALAM terbuka bagi ortu untuk menjadi fasilitator. Demikian juga untuk tingkat pendidikan selanjutnya, keterlibatan ortu tetap harus disertakan dengan kadar intervensi yang berbeda2.
(4) Setiap anak sebenarnya punya potensi untuk mandiri. Terlihat ketika anak berusia dua tahunan, dari mau pakai baju sendiri, makan sendiri, minum sendiri dll. Hanya persoalannya, kadang ortu tidak sabar dan tidak peka, yang justru membuat potensi itu berubah jadi ketergantungan.
(5) Untuk kedisiplinan, biasakanlah ortu untuk bersikap konsisten, tidak mau menang sendiri (konsidering sama keinginan dan alasan anak), memberikan kasih sayang yang tulus tanpa syarat ((misalnya, kalau anak dapet rangking disayang-sayang, tapi pas nilainya jelek, dimaki-maki. Anak kan jadi bingung, sebenarnya ortuku nih sayang gag sih, kok gag apa adanya aku), gunakan model konsekuensi bukan hukuman, dan jika anak marah-marah/tidak terkontrol coba dengan time out.
(6) Time out itu memberikan kesempatan anak untuk menangis, marah, guling-guling misalnya sebagai pelampiasan. Kadar waktunya disesuaikan usia. (Kalau istilahku sih, dicuekin. Misalnya, Shinfa nangis mo minta es, padahal lagi batuk, trus dia nangis. “Ya udah nangis aja. Nggak papa kok.”
(7) Satu anak = satu keunikan. Seribu anak = seribu keunikan. Tidak bisa membuat sama, menyamakan, atau membandingkan antara satu anak dengan anak yang lain. Jika itu terjadi, sama halnya dengan membunuh kreativitas dan kesempatan anak untuk berkembang dan menjadi dirinya sendiri.
(8) Usia 0-8 tahun adalah usia emas. Usia anak untuk bebas bereksplorasi, bukan dibatasi. Bebas menyerap banyak pengalaman dengan dirinya sendiri, orang tua dan guru adalah fasilitator, bukan seseorang yang paling tahu.
(9) Pada usia emas itu, anak memang lebih banyak bermain. Itulah metode mereka dalam belajar.
(10) Mendengar, saya lupa. Melihat, saya ingat. Melakukan, saya paham. Menemukan sendiri, saya kuasai.

Ketiga, aku bisa naik motor sambil menggendong Shinfa, yang berarti aku gak lagi tergantung sama orang lain untuk menemani Shinfa main-main. Hehe. Bisa karena kepekso. Tapi kalo gag kepekso kapan bisane, ya nggak. Jadi, karena Sabtu-Minggu kemarin ayah dan orang rumah yang lain pada sibuk dengan urusannya dewe2, yasud aku nekat berangkat ngenterin Shinfa. Daripada gag berangkat gara-gara gag ada yang nganter kan sayang. Secara ada motor nganggur.
Dan, alhamdulillah. Aku bisa. Meski pundakku sama punggungku teol setengah mati. Pueggeeeel… mana Shinfa tiap perjalanan pulang, pasti tidur. Aku mang belum berani bonceng Shinfa di belakang. Apalagi jaraknya lumayan jauh, lewat jalan ramai lagi. Takut jatuh. Besok aja ya Shin, kalau dah besaran dikit… sini bonceng Ibu, kita jelajahi kota-kota…berdua!

Keempat, bisa seneng-seneng sama Shinfa dua hari, Sabtu-Minggu, di SALAM. Minggunya kan ada bazaar sama pentas seni. Shinfa juga bisa mewarnai topeng, main prosotan, ikut mancing ikan plastik… bla-bla-bla.

Pokoe… seneng…!
Continue reading...

23 May, 2007

10 comments 5/23/2007 11:00:00 AM

Ngapurone yo, Nduuuk...!

Posted by isma - Filed under



Shinfa memang nggemesin, dan lucu. Malah suka bikin aku sama ayah terkekeh-kekeh gara-gara tingkah atau omongannya yang aneh-aneh. Tapi, kalo pas ilang nggemesinnya, aduuuh! Rasane dunia ini jadi sempit, kepala rasanya mau pecah, trus isi dada mau bludak saking gag tahannya nahan amarah. Dan, endingnya adalah ngomel dengan muka ditekuk. :(

Eit, tapi jangan dibayangin seserem itu ya. Itu sih hiperbola hehe. Kalaupun aku marah, beraninya cuma ngomel kok. Selain diaaaam seribu bahasa, menunggu Shinfa berhenti menangis sambil manyun. Gag sampai tuh pakai acara cubit, jewer, pukul, apalagi sampe bertindak anarkis mengerahkan satu batalyon tentara lengkap dengan senjata... *ih, hiperbola lagi*. Naudzubillaaaah…. :)>-

Aku biasanya kelepasan ngomel, dalam keadaan berikut ini:

Kalo Shinfa ngak-ngik nggak jelas.
Biasanya kalo aku lagi berperan jadi FTM, hari Sabtu dan Minggu. Shinfa kadang keluar kolokannya. Dikit-dikit ngek, dikit-dikit ngek. Dengan keinginan yang juga nggak jelas. Bikin bingung kan.
Misalnya aku nanya, “Adik kenapa kok rewel? Adik mau apa?” Trus misalnya dijawab, “Abit mimik dot.”
Tapi, pas giliran dotnya dah kusiapin, dia njawab dengan mulut membik-membik, “Emoh mimik dot.”
“Lho Adik maunya apa?” balasku dengan hati dongkol.
“Dotnya dimimik Ibu aja!”
“Ha!”
“Didoooo,” lanjut Shinfa mewek. *gendoooong!*
“Ya. Diam dulu tapi, jangan nangis!” X(

Kalo Shinfa nggak mau disambi
Repotnya kalo Shinfa maunya aku nututi ke mana pun dia pergi. Aku nggak boleh mengerjakan yang lain. Kalo pas nggemesin sih Shinfa biasanya ikutan main di dapur taksambi masak, misalnya. Tapi kalo lagi ilang nggemesinnya, meweknya langsung keluar.
Pas keadaan ini, satu-satunya cara adalah menunggu dia lengah, asyik dengan aktivitas apa gitu, atau main2 dengan orang rumah. Cuma tetep ajah, baru lima detik aku ngerjain apa gitu, dia langsung kelimpungan nyariin aku.
“Ibu mana?” bertanya pakai sound siap nangis.
“Ibu di dapur, Dik.”
Hwaaa…. “Didooooo…”
“Adik duduk di sini ya, bantu Ibu, ngulek bawang.”
“Emoooh. Didooooo…”
Mak pet deh rasane! :-SS

Kalo Shinfa susah makan
Kondisi ini bikin aku sedih campur nesu. Apalagi kalu Shinfa lebih suka sama makanan yang bermoto, kayak bakso. Waduuh! Padahal masakan tanpa moto yang aku bikin juga lumayan kok. Artinya aku doyan. Shinfa juga gag suka sayuran.
Berbagai cara dan permainan aku dramatisasikan. Dari, “Sambil jalan-jalan ya,” sampai “Halo-halo, pesawat jagungnya mau mendarat di landasan. Masih ada isinya nggak ya, coba lihat..” Tapi, tetep ajah makanan yang dimulut cuma dimut, disesap, lama-lama sepo nggak ada rasane, trus dilepeh.
Dan ujung-ujungnya Shinfa bilang gini, “Dimaem Ibu aja!” :-O

Kalo Shinfa lagi nggak bisa diajak guyon
Aku biasanya suka gregetan sama orang rumah, pas kondisi ini. Habis sudah tahu Shinfa lagi nggak bisa kejawil, eh malah digodani. Bikin Shinfa rewel aja.
“Aaaabiiiik…,” Uyung mendekat lalu nyolek.
“Hrrrggh…. Hwa…,” Shinfa nggedumel.
“Nangis…nangis!”
Shinfa jadi nangis beneran.
“Yung. Ojo to!” aku jadi keki.
“Sing seru!” Uyung kian menjadi.
Hrgh……*#$@%! >:P

Tapi, pada dasarnya aku paham betul kalo anak-anak seusia Shinfa tuh pinginnya cuma diperhatikan dan belum bisa memahami repotnya ibu. Kelihatan banget kalo pas Shinfa doyannya cuma ngak-ngik, semua keinginan disebut, dari mimik dot, bobok, gendong, sampai jalan-jalan, tapi intinya ya cuma nggak mau dicuekin. Yah, bersyukur juga karena Shinfa lebih lengket sama aku daripada orang rumah lain. Seperti yang juga ditulis sama Bunda ini. :-*

Dan sebagai penutup,
“Shin, Ibu ming biso njaluk ngapuro yo, pas Ibu kelepasan marah gitu. Maklumlah, Ibumu kan menungso… dudu moloikat. Ngapurane yo, Nduuuk…” ^:)^ O:)
Continue reading...

21 May, 2007

11 comments 5/21/2007 02:36:00 PM

Hafalan Shinfa

Posted by isma - Filed under


Seberapa sering mendengar, tanpa dipaksa untuk menghafal, anak kecil biasanya hafal dengan sendiri. Iya kan. Cuma, namanya juga anak kecil. Kalo lagi mood ya mood, kalo lagi off ya off. Tapi, justru ini yang bikin gemas dan lucu…

Mufradat: hafalan kosakata bahasa Arab dan Inggris
Pembimbing: Bulik Teti

Teti: “Ayo, Dik. Mulai… Pintu…”
Shinfa: “Babun dol…”
Teti: “Jendela…”
Shinfa: “Napidatun windo…”
Teti: “Buku…”
Shinfa: “Napidatun…”
Teti: “Eit. Kita…”
Shinfa: “…Bun but…” *secara Shinfa kalo ngucap k jadi t…hihihi*
Teti: “Tembok…”
Shinfa: “*&^%$...”
Disconnect…


Tahfizhus Suwar: Hafalan Surat-Surat Pendek
Pembimbing: Ayah, Ibu, Bulek Teti

Abis jamaah maghrib, ayah dah siap sama Al-Qur’annya. Shinfa biasanya ngalor-ngidul sama boneka dora atau main corat-coret gag karuan.
Ayah: “Sini, Dik. Ngaji dulu…”
Shinfa: “Tor’an Yah, tor’an,” sambil merebut Al-Quran yang dibawa ayah.
Gayanya sik sok bisa gitu deh, membuka-buka lembaran sambil duduk.
Shinfa: “Bismillaaahi lohh ma ni lohh him. Alhamdulillahi lobil alamin. Alohh ma ni lohhim. Maliti ya middin….”
Brenti, liat Mbak Uyung datang bawa pen sama buku. Ganti konsentrasi, minta pen sama buku.
Ayah: “Iyyakana’budu…”
Shinfa: “Butu, Mbak…”
Ayah: “Ngaji lagi, Dik… Iyyakana’budu…”
Shinfa: &*(/>)…”
Disconnect…


Ad’iyyah Yaumiyyah: Doa-Doa Harian
Pembimbing: Ayah, Ibu, Uti

Shinfa dah siap dengan dotnya, sama Uti.
Uti: “Bismilah dulu, mau minum.”
Shinfa gag merespon. Cuek.
Uti: “Eh, bismilahnya mana. Kalo gag baca bismilah nanti direwangi setan lho…”
Shinfa: “Setan, nyoh tan nyoh…,” sambil nawar-nawarin dotnya cuek.
Uti: ???!!!! *capeee deeeeh…*

Shinfa dah siap disuapin sama ibunya, di depan tv.
Ibu: “Bismillahirrohmanirrohim….”
Shinfa gag merespon.
Ibu: “Berdoa dulu… Bismil…”
Shinfa: “Lahi lohh ma…
Ibu: “Nir…
Shinfa: “Lohh im.”
Ibu: “Alloh…”
Shinfa: “Huma cowi ama &^%#@ wasa…”
Ibu: “Eit. Allohumma barik…”
Shinfa: “Balik lana…”
Ibu: “Fima…”
Shinfa: “Lasatana watina…”
Ibu: “Adza…”
Shinfa: “Banna.”
Ibu: “A…”
Shinfa: “Allohuma…”
Ibu: “Amiin, Dik.”
Shinfa: “Amiin.”

Di atas kasur, sudah guling-guling siap-siap mo tidur dikeloni sama ibu.
Ibu: “Doa mau tidur, Dik. Bismil…”
Shinfa: “Lahi lohh ma…
Ibu: “Nir…
Shinfa: “Lohh im.”
Ibu: “Bis…
Shinfa: “Bismillahi…”
Ibu: “Eit. Bismika…”
Shinfa: “Bismita…
Ibu: “Allo…
Shinfa: “Huma…
Ibu: “Ah…
Shinfa: “Yah na…” *Shinfa mbonusi na hehehe…*
Ibu: “Wa bis…”
Shinfa: “Mita amut…”
Ibu: “A…”
Shinfa: “Amiin.”

Paginya, jam limaan gitu, Shinfa dah bersuara, membangunkan ibunya yang bangun kesiangan.
Ibu: “Doa bangun tidur dulu, Dik. Ayo bismil…”
Shinfa: “Lahi lohh ma…
Ibu: “Nir…
Shinfa: “Lohh im.”
Ibu: “Alham…”
Shinfa: “Dulilah…”
Ibu: “Hilla…”
Shinfa: “Di ahyah na…”
Ibu: “Ba’da…”
Shinfa: “Na…”
Ibu: “Ma…”
Shinfa: “Ma..”
Ibu: “Ama…”
Shinfa: “Amatana
Ibu: “Wailaihin…”
Shinfa: “Nujul.”
Ibu: “A…”
Shinfa: “Amiin.”


Tepuk, Lagu, dan Joget
Pembimbing: Ibu, Bulek Teti

Malam abis maghrib, setelah semua berjamaah, Shinfa begijakan di atas kasur, main-main sama boneka krucil hasil bersih2 dari tante ini. Ada lima banyaknya.
Ibu: “Ayo anak-anak, kita mulai pelajaran hari ini. Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh,” setelah membariskan kelima boneka itu layaknya anak TPA di dalam kelas.
Tanpa diaba-aba, Shinfa langsung nyahut dengan suara lantang: “Waalatum calam wa……..batuh.” *biasanya anak TPA kan gitu, jawabnya panjang ples kenceng hehe…*
Ibu: “Nah, sekarang kita main tepuk anak soleh ya… Tepuk anak soleh!”
Shinfa langsung berdiri: “Pot…pot…pot. Atu anak coleh,” sambil menunjuk tangannya ke dada. “Lajin colat,” tangannya ditakbirkan, “Lajin ngaji,” tangannya berlagak membuka-buka. “Olang tua diholmati,” kali ini tangannya diangkat kasih hormat, “Cinta Iclam campe mati,” tangannya digerakkin menggorok leher hiiiiy seyeeem… “La…ila ….llah. Muammdu…lloh. Iclam-Iclam yes,” tangannya maju ke depan dua-duanya, “Kapil-kapil no,” tangannya digerakkan tanda menolak.

Kalo koleksi lagu, Shinfa dah lumayan. Di antara yang bisa dinyanyikan sendiri adalah lagu satu-satu, cicak-cicak di dinding. Biasanya abis nyanyi Shinfa bakal bersorak: “Horeeee,” sambil tepuk tangan.
Kalau joget, biasanya pas liat orang nari di TV. Cuma dia beraninya kalo di rumah. Giliran di SALAM, atau di tempat orang, dijamin mengkeret. Aduuuh, anakku… ayo dong tunjukkan kebolehanmu hehehe. Smoga deh di SALAM, lama-kelamaan keberanian Shinfa bisa terasah.


Tathbiq Shalat: Praktik Shalat
Pembimbing: Ayah, Ibu, Bulek, Uti, Mbak Uyung, Mbak Uwik.

“Yuk, Dik. Shalat bareng yuk.”
“Ciiiiik,” *mengko disik*
“Eh, ayo bareng sama Ato.”
“Dik Abit wudu dulu.”

Kalo dah minta wudu, ya harus dituruti. Dibawa ke kamar mandi, biarpun cuma mbasahi muka dikit. Abis itu dibawa ke ruang shalat. Digelarin sajadah kecil special punya Shinfa. Tapi, dia belum punya mukenah. Abis, size-nya masih susah dapet yang pas.

Mo liat gerakan Shinfa yang lagi shalat? Nih dia. Biasanya dia suka jengklat-jengklit dewean di atas kasur. Kadang juga nggelar jarik di lantai, trus unjuk kebolehan gerakan shalat. Dan, karena belum bisa bacaannya dia cuma umik-umik gag jelas. Hehe, lucu deh! Tapi, maaf yang di bawah ini ujung shalat bukannya salam… tapi menggigit kuku kaki… alah-alah anakku!





Continue reading...

14 May, 2007

12 comments 5/14/2007 04:40:00 PM

Kenalan sama SALAM

Posted by isma - Filed under


Setelah menunggu-nunggu waktu sekian lama, akhirnya jadi juga Sabtu kemarin aku ajak Shinfa berkenalan dengan tempat main SALAM: Sanggar Anak Alam di daerah Nitiprayan Kasihan Bantul. Tentang SALAM, infonya aku dapat dari berita salah satu koran nasional beberapa tahun yang lalu. Malah waktu itu aku belum hamil Shinfa. Tapi, aku sudah sempet cerita ke ayah soal berita itu, karena aku tertarik banget.

Yang jelas, SALAM menghargai potensi anak untuk bisa berkembang dengan dampingan, juga mengajak anak untuk kenal lebih dekat dengan lingkungan sekitar, dan murah berkualitas. Tiga hal yang juga aku pahami dari hasil kenalanku sama LSPPA (lembaga studi tentang perempuan dan anak), SPA (silaturrahim pecinta anak), dan bermain2 bareng anak-anak Bomo Pacitan selama 6 bulan ditemani oleh Sawo Kecik.

Pertama kulo nuwun, disambut oleh gubuk TK yang terbuka, kayak di pemancingan gitulah. Tapi, setiap sudut dindingnya dipenuhi gambar kreasi anak-anak, tumpukan buku-buku yang tertata rapi, sama alat permainan yang juga rapi. Tapi, tempat main Shinfa bukan di situ. Aku masih harus menyusuri pematang sawah, yang juga dipakai untuk memelihara ikan. Melintasi gubuk, dan sampailah di rumah sawah.

Hehe. Mungkin kebayang lucu ya. Tempat mainnya namanya Rumah Sawah. Tapi, mang begitu adanya. Yah, seperti desa wisata yang ditayangin di tv itu lho, sebagai alternatif liburan. Yang kata Teti, “Kalo kayak gini, nong omah we ono.”

























Ya jelas di rumah juga ada. Lha wong Moyudan tempat Shinfa tinggal mang lumbung padi Sleman. Justru dengan lingkungan bermain yang sama-sama bersawah, harapanku sih Shinfa jadi dekat dengan asalnya. Tahu jati dirinya yang orang sawahan. Samalah juga untuk tidak menjadi orang Jawa yang gag ngerti jawane. Begitu.

Kemarin Shinfa sudah ikut kelas. Yang kata ibu guru yang berjilbab itu, “Untuk dua bulan ke depan sebelum tahun ajaran baru, sifatnya mengulang bulan2 yang lalu.” Kegiatannya bermain, bernyanyi, snack time, sama mewarnai. Shinfa menikmati banget pas main puzzle, sambil kutemani. "Kegiatan lain, tiap pertengahan bulan hari kamis, kita ada renang," tambah Bu Lies yan suaranya lembut banget.

Tapi, Shinfa belum resmi aku daftarkan. Aku masih harus ngobrol sama ayah. Termasuk soal SALAM yang basicnya memang tempat bermain umum, yang menerima anak-anak dengan background yang berbeda-beda.

“Kalau soal keagamaan sih, aku lebih percaya Shinfa dibimbing langsung sama ayah-ibu juga keluarga,” usulku sama ayah malam itu. “Toh, Shinfa juga masih masanya bermain. Belum genap 3 tahun."

Dan, alhamdulillah kita bisa ambil kesepakatan. Apalagi Shinfa kan juga sudah ikut TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) tiap Selasa dan Jumat, bareng Buliknya. Akan lebih berwarna jika tempat main Shinfa yang pagi, itu pun cuma tiap Sabtu, nilai yang dikembangkan lebih universal.

Sebenarnya seminggu masuk tiga kali. Senen, Rabu, dan Sabtu. Tapi, berhubung si ibu liburnya Sabtu, ya udah seminggu masuk sekali juga gag papa. Yang penting ada nuansa baru. Dan, yang paling penting, aku gag kehilangan momen menemani Shinfa belajar mengenal dunia luar. Di samping aku bisa jadi pendamping ples fasilitator pribadi yang terpercaya.

Kalau soal biaya sih ramah banget sama kantong ibu. Satu bulan cuma bayar uang snack 20.000 sama uang pangkal 150rb untuk satu tahun dan bisa dicicil. Hm… so nice kan? Jadi, kalaupun endingnya seminggu cuma bisa masuk satu kali, aku gag merasa rugi apa-apa.
Continue reading...

11 May, 2007

4 comments 5/11/2007 01:01:00 PM

Bos Jatuh Cinta sama Cleaning Service???

Posted by isma - Filed under
“Kamu lagi ngapain, Fit,” terdengar suara dari seberang.
“Ini siapa ya?” mata Fitri penuh tanda tanya, telinganya tak lepas menempel pada Hp yang digenggamnya.
“Masak sih, kamu nggak kenal suara aku,” jawabnya sambil tersenyum. Ia baru pulang kerja, masih bertahan di dalam mobil.
“Oh Pak Farel. Soalnya bukan nomor yang biasanya, Pak,” Fitri tersipu, menyembunyikan binar bahagia di matanya.
“Aku sengaja ganti nomor. Soalnya kamu suka nggak angkat telponku sih,” kali ini Farel mulai tersenyum. “Kamu lagi ngapain?”
“Mmm…,” mata Fitri malah beranjak, menoleh ke arah jendela. Lalu bergegas membuka pintu dan berjalan ke teras. Menoleh sebentar sekadar meyakinkan, sepi tak ada orang. Ia pun cuma menarik napas dalam, kecewa.
“Kamu kenapa, Fit. Kok ngos-ngosan gitu…”
“Mmm, nggak. Saya keluar rumah aja, siapa tahu Bapak sudah ada di depan rumah. Biasanya kan gitu,” wajah Fitri berawan.
Farel tersenyum, hatinya tersentuh. “Hm, jadi kamu berharap aku ada di depan rumahmu ya?”
“Ye siapa yang berharap. Saya kan cuma nebak,” Fitri jadi ilfil.
“Fit, kamu kenapa sih sekarang kok jadi judes gitu sama aku?”
“Taulah, Pak. Saya mau tidur nih, ngantuk.”
Tuuut…tuuut…tuuut.
_______________


Memang hampir tiap pulang kerja Farel menyempatkan diri mampir ke rumah kos Fitri. Tadinya aneh juga. Farel yang direktur utama, berkunjung ke karyawan kantornya, Fitri, yang seorang cleaning service. Tiap ketemu pun juga tak banyak yang dilakukan. Paling-paling Farel minta dibuatkan kopi hangat atau mie instant, sambil ngobrol ringan. Malah sempat karena Fitri masih harus mengerjakan lemburan pasang kancing baju, dengan sukarela, meskipun agak jengkel, Farel mau membantu, demi semangkok mie instant. Segitunya ya!

Yah, namanya juga cinta. Eit. Jadi Farel jatuh cinta sama Fitri? Pasti semua berkesimpulan seperti itu. Tanpa perlu konfirmasi lebih lanjut. Pasti. Meskipun Fitri sendiri tak berani menyimpulkan seperti itu. Malah sempat ia nanya, “Pak Farel suka sama saya ya?” dengan polos, jawabannya Farel malah marah-marah dan bilang, “Kamu kegeeran banget sih. Emang kamu tuh siapa, kok aku bisa suka sama kamu!” Sampai Fitri harus merasa bersalah sudah berani bertanya dan akhirnya berkali2 minta maaf.

Yah, pantes saja sih Fitri geer Farel suka sama dirinya. Cuma, masalahnya lagi, Farel sudah di ambang pernikahan dengan Moza, kurang satu bulan. Nah loh! Satu hal yang sering kali diucapkan Fitri di hadapan Farel untuk mengingatkan. Tapi, sepertinya Farel memang harus mengakui kalau ia sudah jatuh cinta sama Fitri.
Yang kasihan jelas Fitri. Ia yang semula tak merasakan apa-apa, kemudian jadi mendapat semaian bibit cinta karena perhatian Farel. Sementara ia sendiri tak boleh banyak berharap. Ia pun tak enak menolak kehadiran Farel secara cowok cool itu adalah atasannya yang paling atas di kantor.

Sebenarnya ceritanya mungkin lumrah ya. Cuma karena bangunan karakternya total jadi terlihat menarik. Maksudku, Farel di sini karakternya cool abis, perfeksionis, jaim, dan disiplin. Jadi terlihat bagai langit dan bumi sama Fitri yang ndeso, neriman, apa adanya, ramah, dan baik hati. Pelakonnya juga terlihat natural. Aktingnya gag over. Jadi pantes dan pas aja mbawain karakter2 itu.

Hm, kayaknya tema jenis cinta terpendam itu gag bakalan lapuk kali ya untuk dijadiin bahan cerita, termasuk sinetron. Alah! Buntute kok ke sinetron to Bune. Iya nih. Aku lagi seneng nonton sinetron judulnya Ci*t* F*tr* di stasiun S**V, saban malam jam sembilan tiga puluh kalo gag salah. Tadinya sih gag sengaja, sambil leyeh2 nyetel TV eh, nemu tayangan itu. Lucu ajah. Apalagi liat salah tingkahnya bos Farel di depan cleaning servicenya, Fitri. Hm, kok bisa ya hehehe. Jadi merasa pernah mengalami nih… kikikik!
Continue reading...

08 May, 2007

8 comments 5/08/2007 02:35:00 PM

Mudik Lagiii...ke Tepalonan

Posted by isma - Filed under
Duuh, rasane suwe banget nggak cerita-cerita. Biasalah ibu rumah tangga yang banyak pikiran, pinginnya merem terus, tidur terus, ngebo. I-| Alhamdulillah abis jalan2 kemarin kondisi badan nggak ngedrop, jadi Shinfa aman dari tularan flu atau semacamnya. Dan, aku juga masih bisa mendadak mudik ke Pekalongan lagi…:x

Sering banget ya aku mudik, hehehe. Lha wong Pekalongan tuh cuma situ kok, sakrokoan istilahe. Daripada kepikiran terus, sama kondisi Simak, Mbah Idah kalo Shinfa manggil, yang seminggu kemarin sakit gara-gara kecapekan.:(
Tadinya aku agak heran juga, sebelum ke Jakarta, Sinfa bawaannya kok bilang: “Bu, Dek Abit te Tepalonan ya…,” pintanya melo, malah pakai bibir membik2 siap menangis. Gitu terus. Atau tiap aku ngucapin Pekalongan, pasti deh Shinfa nyambung, “Dek Abit te Tepalonan…,” sama nyebut-nyebut Mbah Idah segala. Eh, gag taunya pas aku telpon, adikku bilang Simak lagi sakit. Hm, jadi ada semacam ikatan batin kali ya… :-*

“Lha gimana, apa jumat besok mudik aja,” ayah kasih usulan. “Ntar pulangnya Minggu sore apa senen sore.”
Dan, setelah ditimbang-timbang, jadilah Jumat sore aku mudik ke Pekalongan. Tadinya Shinfa gag mau diajak. Cuma, aku kok semedot rasane, sepi, gag da teman. Malah kalo aja ayah gag sekolah sabtu minggunya, kita mau motoran berdua tanpa Shinfa. Soalnya menurut ayah, kasihan Shinfa, ntar capek di jalan, trus sakit. Tapi, setelah aku rayu-rayu, apalagi gag tega ngeliat Shinfa terus2an pingin ke Tepalonan, ya udah Shinfa pun diikutmudikkan.;;)

Setelah berkemas2 seadanya, berdua kita naik travel. Biasanya kita naik Soma, tapi karena sore itu gag berangkat, jadinya ayah beliin kita tiket di travel Ra*ayu P&rs@da. Tapi, something nyebelin kembali terjadi. Karena datang ke agennya telat *padahal biasanya molor mpe setengah lima baru berangkat* kita ditinggal, dan uang karcis dibalikin separo. Mau marah gimana, gag marah tapi sebel. :-SS But, yang pasti aku tambah mantap aja untuk tidak lagi memakai travel yang dimaksud setelah kasus yang dulu. Untung masih ada travel R*ma S*kti jam lima sore. Nunggu bentar gag papalah. Yang penting jadi mudik beneran.

Sampai Pekalongan, semua sehat n baik-baik saja. Shinfa yang tambah gede, juga sudah ngebolo sama Mbah Idah, Mbah Uzer, juga orang rumah yang lain. Cuma, kenapa dia kok masih suka bilang: “Te Tepalonan, Bu…”
Aku melongo. “Lho ini kita lagi di Pekalongan…,” jawabku sambil mikir. Sebenarnya makhluk apa sih Pekalongan itu? Mmmm… :-/
“Paling pahamnya Abik, Pekalongan itu barang apa gitu…,” kata Lek Nasir.

Hehehe… masak sih. Ya, namanya juga anak kecil. Dia punya pikiran, dunia, dan bayangan sendiri yang sering kali berbeda jauuuuh sama yang dipahami wong gede. Bisa jadi Tepalonan yang dimaksud Shinfa itu suatu tempat yang kalo mo ke sana pasti naik mobil. Jadi, biarpun dah di Pekalongan, masih bisa pergi ke Pekalongan lain yang juga naik mobil. Hehehe. Iya kali ya… =))

Di Pekalongan Shinfa nengokin sepupu barunya yang baru 40 hari. Namanya Nala Nawra Azimta, puteri keempat Bude Ismawati, alias mbak kandungku. Shinfa juga nengokin mbah uyut Itah *sehat selalu ya mbah…* dan yang selalu ditunggu-tunggu… naik dokar. Hehehe. Girangnya, bisa naik dokar lagi, sampe njerit-njerit. Wong ndeso yang lupa sama ndesonya. Hehehe. :-j
Dari tempat Bude, kita langsung siap-siap buat balik jogja. Cepet banget sih, tapi seneng. Sebentar tapi marem. Palagi lihat Mbah Idah dah sehat seperti sedia kala, dannn… dapat angpau hasil panen dari Mbah Uzer, makasih mbah. Besok mudik lagi deh, pasti. *maunyaaaa....* $-)
Continue reading...

02 May, 2007

7 comments 5/02/2007 02:13:00 PM

Remah-Remah dari Ibukota

Posted by isma - Filed under
Welcome… Dimas-Diajeng Jogja
Masih manis-manis, dan tentu siap bertempur menaklukkan ……nya-nya ibukota.





Serunya Ibukota
Seru di World Book Day 2007



Ramahnya Ibukota
Karena masih bisa ketemu sama Sahal, Khamami *thanks traktirannya ya…*, Angky and the genk *mbela-mbelain ngabur dari kantor …demi menemui diriku. Aduh… kapan ya aku bisa balas ngabur utk menemui dirimu di jogja hehehe*, Naning, Sahe, Zahid…*sori, aku gag bisa nginep di rumah kalian… thanks ya dah jauh-jauh nyambangi aku..*, juga Asep yang great dengan komunitas Historianya, Pak Afzon dengan komunitas Dongengnya… Lumayan bisa meredam kebetean gara-gara nanya alamatnya Bulik Sri Ama, yang mana tetangga sebelahnya aja nggak tahu.





Nyamannya Ibukota
Hm… enaknya. Apalagi ditemani sama Hilma yang bersedia memijat gratis… hehehe.




Lezatnya Ibukota
Silakan dicicipi, monggo-monggo… Meski terus terang jadi kangen sama Mbak Yati yang untuk makan minum pake ayam aja cukup Rp3500. Jogja mang masih ramah ya buat kantong.


Lucunya Ibukota
Ini tentang Hilma yang nanya: “Itu kampus apa, Mbak?”
Aku menoleh, lalu ngakak. “Jadi, semua gedung tingkat itu kamu kira kampus to?”
Alah-alah, Nduk. Wong apartemen kok ya dikira kampus to. Maklum, secara di Jogja yang gedungnya menjulang gitu kalau nggak mal, hotel, ya kampus.





Dinginnya Ibukota
Umbrella girl, potret dingin di sebelah hangatnya C4 Ratu Plasa, dan Hilma pun jadi kedinginan.



Seremnya Ibukota
Terowongan Casablanca sama kalo ada demo…



Korban Ibukota
Kasihan kamu nduk, harus nyeker... hiks..hiks..hiks.



Penatnya Ibukota
Kalo macet sama sepulang kerja. Duuuh, wajah-wajah penat. Apalagi kalo naik busway, hawanya dah penat. No smile, no say, no laughing…




Lelahnya Ibukota
Zzzzz….zzzz….zzzzz.

Continue reading...